Film ini di sutradarai Ami Prijono dan
Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta tipis sekali perbedaannya. Ternyata Anton mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai terori Freud dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu.
Ini produksi Safari film rasanya cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan; setelah resert selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai Anton? Hubungan baik antara Anton dan Yusnita sama sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang menjadi akar konflik. Lalu, bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita mengapa sama sekali tidak menjadi bahan pembicaraan kawan maupun lawannya yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa. Anton jatuh dari pimpinan senat mahasiswa pada pemilihan yang ke dua kalinya.
20 November 1976
ClNTAKU DI KAMPUS BIRU
Sutradara: Ami Prijono
Skenario: Nya Abbas Akub
Cerita: Ashadi Siregar
Produksi: PT Safari Sinar Sakti
Film PALING sedikit dua hal yang menyebabkan film Cintaku Di Kampus Biru menarik untuk ditonton. Selain novel karya Ashadi Siregar itu memang populer, juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus. Dalam sejarah film Indonesia, untuk pertama kalinya dunia kampus muncul dengan utuh, dan ini tentu menarik para mahasiswa dan bekas mahasiswa. Mengambil kampus Bulak Sumur Universitas Gajah Mada sebagai tempat kejadiannya, film ini berputar di sekitar "buku, pesta dan cinta". Tokoh utamanya, Anton (Roy Marten) adalah mahasiswa cerdas, aktivis, tapi sekaligus juga suka pacaran.
Film ini dimulai dengan adegan ciuman dalam semak belukar di depan kampus Bulak Sumur. Ciuman itu tidak hangat, sebab Anton yang sedang memikirkan ujiannya yang gagal untuk kesekian kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk bercumbu dengan pacarnya Marini (Yatty Octavia) yang agresif. Dan hulu malang kegagalan akademis itu adalah juga seorang gadis cantik, cerdas, angkuh tapi juga berumur. Namanya: Dra Yusnita (Rae Sita), jabatannya dosen. Konflik memang lantas terjadi antara sang dosen dengan sejumlah mahasiswa yang dipimpin oleh Anton. Ketegangan menjadi makin memuncak oleh tangan-tangan jahil yang melempari rumah Yusnita serta menempelkan plakat di kampus. Dosen yang amat tersinggung itu nyaris berhasil mendesak dekan memecat Anton -- kendati ia dapat simpati sejumlah dosen. Sebuah penelitian yang harus segera dikerjakan di bawah koordinasi Anton, dan segala soal, jadi tertunda. Teori Freud Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta terhampar jarak yang amat pendek. Ternyata Anton adalah mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai teori Freud yang dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu. Ami Prijono menggambarkan dengan baik sekali adegan-adegan pengakuan Yusnita di tempat penelitian di pegunungan itu.
Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa ketersinggungan oleh tingkah Anton membawa korban sejumlah mahasiswa yang juga ikut-ikut tidak lulus. Mendinginnya sikap Anton terhadap Marini, terlihatnya Marini dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman Anton, semua digambarkan dengan baik oleh Ami, bahkan lebih hidup dari cerita aslinya. Juga hubungan Anton dengan gadis Erika (Enny llaryono) dan Widyasari yang cantik dikerjakan dengan rapi. Adegan yang menggambarkan Anton pertama kali ke rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikkan dengan digunakannya Simponi nomor 9 Beethoven ketika sang "play boy" memulai penyerangannya yang amat mendadak itu. Tapi mungkin lantaran keasyikan dengan adegan-adegan yang bagus dan hidup itu maka Ami melupakan beherapa hal yang sudah lebih dahulu ia perkenalkan.
Kawan & Lawan Setelah menonton film produksi Safari yang terbaru ini, rasanya cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan ini: setelah riset selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai soal Anton? Hubungan yang amat membaik antara Anton dan Yusnita sama sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang jadi akar konflik. Lalu bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita, mengapa sama sekali tidak jadi bahan pembicaraan kawan mau pun lawan yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa? Dan Anton yang populer itu, mengapa pula tiba-tiba menjadi nrimo untuk dengan gampang dijatuhkan dari kedudukannya dalam pemilihan ketua senat? Bagi mereka yang sempat membaca novel Cintaku Di Kampus Biru, akan amat jelas bahwa pertanyaan ini sebagian timbul dalam proses pengalihan novel ke skenario film.
Nya Abbas Akub nampaknya tergesa-gesa mengerjakannya, dan Ami Prijono tidak pula menyempatkan diri untuk meneliti skenario. Kendati demikian, harus cepat-cepat dikatakan bahwa untuk ukuran film Indonesia, kelemahan macam begini boleh digolongkan dalam kategori tidak amat mengganggu. Lepas dari kenyataan bahwa novel mau pun film Cintaku Di Kampus Biru masih merupakan impian Ashadi sebagai bekas mahasiswa yang kini jadi dosen di kampus Bullk Sumur, Yogyakarta -- tontonan yang satu ini harus diakui membawa kesegaran baru ke dalam dunia film Indonesia. Gambaran yang hidup dan suasana khas kampus yang terpancar dari layar sudah pasti bersumber pada cerita yang ditulis oleh orang yang memang tahu kampus. Ami Prijono yang memberi banyak janji lewat film Karmila, ternyata juga tidak mengecewakan. Bekas penala artistik (art director) ini bekerja dengan rapi dengan penuh selera, meskipun ia tidak amat berhasil dalam pengisian suara (dubbing), sehingga adeagan di perpustakaan dan di atas bus menjadi terganggu. Hasil istimewa Ami dalam Kampus pastilah ini: seorang bintang telah lahir, dan ia adalah Rae Sita, Roy Marten, Farouk Afero dan Maruli Sitompul (Gunawan) memang bermain baik, tapi Rae Sita adalah Dra. Yusnita yang sebenarnya, tidak bisa lain dari itu. Salim Said.
Ada 2 hal film ini menarik untuk ditonton. Selain novel ini karangan Ashadi Siregar memang populer juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus. Karena untuk dunia pendidikan, baru kali ini kampus muncul dengan penuh dan utuh, tentu menarik bagi mahasiswa dan mantan mahasiswa. Mengambil kampus Bulak Sumur Universitas Gajah Mada sebagai lokasi dan film ini berputar sekitar buku, pesta, dan cinta. Tokoh utamanya Anton (Roy Marten) mahasiswa cerdas, aktivis dan playboy.
P.T. SAFARI SINAR SAKTI FILM |
ROY MARTEN ENNY HARYONO RAE SITA YATIE OCTAVIA FAROUK AFERO EL MANIK |
Film ini dimulai dari adegan ciuman dalam semak-semak depan kampus Bulak Sumur. Ciuman ini tidak hangat karena Anton memikirkan ujiannya yang gagal untuk kesekian kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk berciuman dengan pacarnya itu, Marini ( Yatti Octavia) yang agresif. Dan hulu malang kegagalan akademis itu adalah juga seorang gadis cantik dan cerdas, angkuh, tetapi juga berumur. Namanya Dra. Yusnita (Rae Sita) jabatannya Dosen.
Konflik langsung terjadi antara dosen sama sejumlah mahasiswa yang dipimpin oleh Anton. Ketegangan makin memuncak oleh tangan-tangan jahil yang melempari rumah Yusnita serta menempelkan plakat dikampus. Dosen yang amat tersinggung itu nyaris berhasil mendesak dekan untuk memecat Anton. Kendati ia mendapat sejumlah simpatik dari para dosen.
Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta tipis sekali perbedaannya. Ternyata Anton mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai terori Freud dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu.
Ami menggambarkan adegan itu dengan baik sekali pengakuan Yusnita di tempat penelitian di panggung itu. Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa ketersingungan oleh tingah Anton membawa korban sejumlah mahasiswa yang juga ikut-ikutan tidak lulus.
Mendinginnya sikap Anton terhadap Marini, terlibatnya Marini dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman Anton, semua digambarkan dengan baik oleh Ami. Bahkan lebih hidup dari cerita aslinya. Juga hubungan Anton dengan gadis Erika (Enny Haryono) dan Widyasari yang cantik dikerjakan dengan rapi. Adegan Anton pertamakali mengunjungi rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikan dengan digunakannya Simphoni no 9 Beethoven ketika sang Playboy memulai penerangannya yang amat mendadak itu. TEtapi mungkin lantaran keasyikan dengan adegan yang bagus dan hidup itu maka Ami melupakan beberapa hal yang sudah lebih dahulu ia perkenalkan.
Ini produksi Safari film rasanya cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan; setelah resert selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai Anton? Hubungan baik antara Anton dan Yusnita sama sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang menjadi akar konflik. Lalu, bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita mengapa sama sekali tidak menjadi bahan pembicaraan kawan maupun lawannya yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa. Anton jatuh dari pimpinan senat mahasiswa pada pemilihan yang ke dua kalinya.
Walaupun skenario ini ditulis oleh Nyaa Abbas Akup, tampaknya penulisannya ini terburu-buru dalam pengalihan novel ke skenario. Sedangkan Ami tidak menyempatkan diri untuk meneliti skenarionya. Persoalan ini tidak banyak mengganggu film itu sendiri. Gambar yang hidup dan susana kampus yang nyata sudah pasti ditulis oleh oranmg yang tahu sekali tentang kampus. Dan pemainnya bermain bagus, termasu Drs.Yusnita.
Dari novel "Cintaku di Kampus Biru", awal dari trilogi dengan "Kugapai Cintamu" dan "Terminal Cinta Terakhir" yang difilmkan menjadi "Terminal Cinta”. Film terlaris III di Jakarta, 1976, dengan 168.456 penonton, menurut data Perfin.
20 November 1976
ClNTAKU DI KAMPUS BIRU
Sutradara: Ami Prijono
Skenario: Nya Abbas Akub
Cerita: Ashadi Siregar
Produksi: PT Safari Sinar Sakti
Film PALING sedikit dua hal yang menyebabkan film Cintaku Di Kampus Biru menarik untuk ditonton. Selain novel karya Ashadi Siregar itu memang populer, juga ceritanya sepenuhnya bermain di kampus. Dalam sejarah film Indonesia, untuk pertama kalinya dunia kampus muncul dengan utuh, dan ini tentu menarik para mahasiswa dan bekas mahasiswa. Mengambil kampus Bulak Sumur Universitas Gajah Mada sebagai tempat kejadiannya, film ini berputar di sekitar "buku, pesta dan cinta". Tokoh utamanya, Anton (Roy Marten) adalah mahasiswa cerdas, aktivis, tapi sekaligus juga suka pacaran.
Film ini dimulai dengan adegan ciuman dalam semak belukar di depan kampus Bulak Sumur. Ciuman itu tidak hangat, sebab Anton yang sedang memikirkan ujiannya yang gagal untuk kesekian kalinya, tidak dalam keadaan siap untuk bercumbu dengan pacarnya Marini (Yatty Octavia) yang agresif. Dan hulu malang kegagalan akademis itu adalah juga seorang gadis cantik, cerdas, angkuh tapi juga berumur. Namanya: Dra Yusnita (Rae Sita), jabatannya dosen. Konflik memang lantas terjadi antara sang dosen dengan sejumlah mahasiswa yang dipimpin oleh Anton. Ketegangan menjadi makin memuncak oleh tangan-tangan jahil yang melempari rumah Yusnita serta menempelkan plakat di kampus. Dosen yang amat tersinggung itu nyaris berhasil mendesak dekan memecat Anton -- kendati ia dapat simpati sejumlah dosen. Sebuah penelitian yang harus segera dikerjakan di bawah koordinasi Anton, dan segala soal, jadi tertunda. Teori Freud Nampaknya Ashadi Siregar ingin membuktikan bahwa antara benci dan cinta terhampar jarak yang amat pendek. Ternyata Anton adalah mahasiswa idaman Yusnita yang tidak pernah ditemukannya ketika ia dulu jadi mahasiswa. Kebencian sang dosen kepada Anton bertumbuh subur lewat sebuah pertanyaan mengenai teori Freud yang dirasakan amat menyinggung perasaan Yusnita yang perawan tua itu. Ami Prijono menggambarkan dengan baik sekali adegan-adegan pengakuan Yusnita di tempat penelitian di pegunungan itu.
Cuma sayang tidak sempat dijelaskan mengapa ketersinggungan oleh tingkah Anton membawa korban sejumlah mahasiswa yang juga ikut-ikut tidak lulus. Mendinginnya sikap Anton terhadap Marini, terlihatnya Marini dalam hubungan baru dengan Kusno (Farouk Afero) yang juga teman Anton, semua digambarkan dengan baik oleh Ami, bahkan lebih hidup dari cerita aslinya. Juga hubungan Anton dengan gadis Erika (Enny llaryono) dan Widyasari yang cantik dikerjakan dengan rapi. Adegan yang menggambarkan Anton pertama kali ke rumah Erika yang sudah bertunangan menjadi amat mengasyikkan dengan digunakannya Simponi nomor 9 Beethoven ketika sang "play boy" memulai penyerangannya yang amat mendadak itu. Tapi mungkin lantaran keasyikan dengan adegan-adegan yang bagus dan hidup itu maka Ami melupakan beherapa hal yang sudah lebih dahulu ia perkenalkan.
Kawan & Lawan Setelah menonton film produksi Safari yang terbaru ini, rasanya cukup beralasan untuk merenungkan pertanyaan ini: setelah riset selesai, apa kabar dengan keputusan dewan dosen mengenai soal Anton? Hubungan yang amat membaik antara Anton dan Yusnita sama sekali tidak dibarengi dengan pembicaraan soal ujian yang jadi akar konflik. Lalu bagaimana dengan Anton yang sebentar lagi akan berhenti menerima kiriman dari rumah? Hubungan yang tiba-tiba mesra dan amat menyolok antara Anton dan Yusnita, mengapa sama sekali tidak jadi bahan pembicaraan kawan mau pun lawan yang ingin menjatuhkannya dari pimpinan senat mahasiswa? Dan Anton yang populer itu, mengapa pula tiba-tiba menjadi nrimo untuk dengan gampang dijatuhkan dari kedudukannya dalam pemilihan ketua senat? Bagi mereka yang sempat membaca novel Cintaku Di Kampus Biru, akan amat jelas bahwa pertanyaan ini sebagian timbul dalam proses pengalihan novel ke skenario film.
Nya Abbas Akub nampaknya tergesa-gesa mengerjakannya, dan Ami Prijono tidak pula menyempatkan diri untuk meneliti skenario. Kendati demikian, harus cepat-cepat dikatakan bahwa untuk ukuran film Indonesia, kelemahan macam begini boleh digolongkan dalam kategori tidak amat mengganggu. Lepas dari kenyataan bahwa novel mau pun film Cintaku Di Kampus Biru masih merupakan impian Ashadi sebagai bekas mahasiswa yang kini jadi dosen di kampus Bullk Sumur, Yogyakarta -- tontonan yang satu ini harus diakui membawa kesegaran baru ke dalam dunia film Indonesia. Gambaran yang hidup dan suasana khas kampus yang terpancar dari layar sudah pasti bersumber pada cerita yang ditulis oleh orang yang memang tahu kampus. Ami Prijono yang memberi banyak janji lewat film Karmila, ternyata juga tidak mengecewakan. Bekas penala artistik (art director) ini bekerja dengan rapi dengan penuh selera, meskipun ia tidak amat berhasil dalam pengisian suara (dubbing), sehingga adeagan di perpustakaan dan di atas bus menjadi terganggu. Hasil istimewa Ami dalam Kampus pastilah ini: seorang bintang telah lahir, dan ia adalah Rae Sita, Roy Marten, Farouk Afero dan Maruli Sitompul (Gunawan) memang bermain baik, tapi Rae Sita adalah Dra. Yusnita yang sebenarnya, tidak bisa lain dari itu. Salim Said.