Tampilkan postingan dengan label FRITZ G. SCHADT 1963-1986. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FRITZ G. SCHADT 1963-1986. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Januari 2011

KUPU-KUPU BERACUN / 1984



Tapak Sewu yang semula menjadi kesayangan gurunya telah menyalahgunakan ilmunya. Iamelarikan diri setelah menewaskan temannya, Tirta Ireng.

Sendika, murid lain yang kurang menonjol sedang pulang ke kampung halamannya. Lara Wulan, kekasih Tirta Ireng ingin menuntut balas, namun dinasehati oleh Sang Guru agar tidak melawan dengan kekerasan terhadap Tapak Sewu.

Cara itu ternyata tidak mempan, bahkan Tapak Sewu semakin brutal. Ia sangat benci denga orang-orang yang bercinta. Bahkan telah banyak gadis-gadis yang diculik dan disandera secara misterius, termasuk Lara Wulan dan seruni. Sekembalinya Sendika, selain tidak menemukan kekasihnya, Seruni, juga mendapati Sang Guru telah tewas. Maka Sendika lalu mencari akal dan berusaha keras mencari biang kerusuhan itu. Di sebuah pulau terpencil Sendika menemukan Tapak Sewu. Terjadilah duel sengit yang akhirnya dimenangkan Sendika. Semua tawanan termasuk Seruni dapat dibebaskan.

PEMBALASAN NAGA SAKTI / 1976

 

Film laga ini tampil dengan masalah narkotik, meski sebenarnya masalah itu tidak begitu penting, karena yang dipentingkan adalah pameran perkelahian. Ramon (Eddy Wardy) mengajak jago-jago kungfu untuk menjebak gurunya, Sumampow (O. Darma), yang hendak memberantas pengedar narkotika. Perkelahian terjadi. Karena kelicikan Ramon, Sumampow meninggal, meski sempat membinasakan salah satu kawan Ramon dengan pukulan Naga Sakti. Ramon sebenarnya mencintai putri Sumampow, Yulia (Anita Endey), tapi yang terakhir ini lebih menyukai kawan seperguruan lain, Sony (George Rudy). Sony dan kawan seperguruan lain, Agus (August Melasz), perwira polisi, lalu memberantas komplotan penjahat itu.

Salah satu film yang mengebohkan juga pada saat itu. Dan DVD-nya yang dijual di International tanpa sensor sama sekali.
P.T. MANDARIN JAYA FILM

AUGUST MELASZ
EDDY WARDY
RD MOCHTAR
NIZMAH ZAGLULSYAH
USBANDA
SOULTAN SALADIN
BUNG SALIM
GEORGE RUDY
ANITA ENDEY
BENG ITO
OTONG LEE
DADANG ISKANDAR



ANAK YATIM / 1973

 

Ketika ibunya meninggal, ayahnya kawin lagi sehingga Yeyen mempunyai ibu tiri. Yeyen kemudian terbawa mimpi akan cerita seorang ibu tiri yang kejam, hingga suatu hari karena terbawa kejadian yang menarik perhatiannya, ia lupa jalan menuju rumah dan tak ingin pulang. Yeyen kemudian bersahabat dengan gelandangan dan mendapatkan kebahagian hidup di luar rumah. Oleh orang tua sahabatnya Yeyen dinasehati bahwa ibu tiri adalah tetap seorang ibu dan dibujuk untuk pulang ke rumah. Semula ayahnya menuduh kepergian Yeyen adalah ulah dari istri barunya. Yeyen akhirnya pulang.
P.T. DIPA JAYA FILM

BALADA DUA JAGOAN / 1977


Pemuda Lie atas suruhan gurunya belajar silat pada Saleh, yang punya seorang murid bernama Rachmat. Tak urung pemuda Cina ini menimbulkan rasa ingin menjajal pada diri Taufik, salah seorang jagoan di kampung itu. Lalu ia mengadakan pertandingan persahabatan. Taufik kalah, hingga ia mencari bala bantuan. Maka perkelahian demi perkelahian dipertontonkan oleh dua jagoan : Lie dan Rachmat.
 

TAKDIR / 1973

 
 
 
Kehadiran mertuanya (Wolly Sutinah) membuat ketentraman Martini (Rima Melati) bekas pelacur berakhir. Ia diteror terus, hingga akhirnya lari dari rumah dan mencoba bunuh diri. Sepasang suami istri Mardi (WD Mochtar, Aminah Cendrakasih) memergoki, menolong dan membawa Martini ke Surabaya dan bekerja di perusahaannya. Suami Martini Kardiman (Dicky Zulkarnaen, tetap tak mau mengikuti anjuran ibunya untuk kawin lagi. Keteguhannya terbukti. Pada saat dia menunggu ibunya di rumah sakit karena menderita kebutaan, dia melihat anaknya Henny (Bulan Surawidjaja) tengah mengiringi seorang perempuan yang berlumuran darah. Perempuan itu adalah Martini yang ingin menemui anaknya, namun mendapat kecelakaan tertabrak mobil. Ketika Martini tahu mertuanya membutuhkan cangkok mata, ia merelakan matanya untuk mertuanya dan ia akhirnya meninggal.
 P.T. DIPA JAYA FILM

News
Takdir pesanan

Film "takdir" yang cerita dan skenarionya ditulis m. aminudin & disutradarai fritz g schadt ternyata cukup memusingkan penonton dengan kejanggalan-kejanggalannya serta alasan yang dicari-cari.

SEORANG pelacur kawin dengan seorang insinyur. Siapa bilang 
tidak mungkin? Untuk dipercakapkan saja menarik, apa lagi kalau 
ada yang menganggapnya patut dikisahkan kepada jutaan penonton 
yang ada minat melewatkan sekedar uang pembeli karcis. Tapi 
kalau saatnya tiba untuk mengundang lebih banyak perhatian 
kepada suatu kisah dengan mempersembahkannya lewat layar 
bioskop, persyaratan teknis mengintai mereka yang berhasrat 
mengundang perhatian orang lain kepada kisah pelacur mendapatkan 
insinyur ganteng ini. Dan dengan amat kurang sabar, cepat-cepat 
harus dikatakan bahwa M. Aminudin yang menulis cerita dan 
skenario kisah yang bisa menarik ini ternyata tidak terlalu 
banyak tahu peta bumi soal-soal yang ia ingin dongengkan.

Larinya Martini. 

Syahdan, Insinyur Kardiman (Dicky Zulkarnaen) yang mendapatkan 
pelacur Martini (Rima Melati) hidup rukun dengan putri tunggal 
mereka, Henny (Bulan Surawijaya) sebelum ibu Kardiman (Wolly 
Sutinah) muncul dengan segala ulahnya. Bisa ditebak bahwa si ibu 
ini keberatan dengan perkawinan anaknya dengan bekas pelacur 
itu. Tapi apa kekuatan yang berada di belakang sang ibu sehingga 
berani ngotot macam demikian, tidak pernah diungkapkan oleh sang 
empunya cerita dan skenario dari film yang bernama Takdir. Si 
ibu ini sungguh bagaikan ibu ajaib yang tiba-tiba muncul untuk 
mengganggu rumah-tangga, menteror anak kecil tak berdosa untuk 
akhirnya menyebabkan larinya Martini dari rumah keluarganya.



Ini adalah tipe-tipe cerita yang sudah ditetapkan bagian-bagian 
sedih dan gembiranya guna memancing air mata dan ketawa 
penonton, dan kepada kedua muara inilah semua logika dan 
akal sehat harus hanyut. Dengan meminta sekedar akal sehat 
tentulah tidak lantas saya mempersetankan adanya ibu-ibu jahat 
macam yang dimainkan oleh Wolly Sutinah, tapi tokoh psikopath 
sekalipun pastilah punya akar dalam masa lalu. Maka kecuali 
hubungan biologic nyaris tidak ada kisah hubungan masa lalu 
antara Ir Kardiman dan ibunya. Akibatnya, kehadirannya di rumah 
itu tidak lebih dari seorang yang dibayar produser untuk 
menteror agar ada alasan bagi pembeli karcis untuk menangis, 
atau merasa puas ketika ia mendapatkan kecelakaan pada 
bagian-bagian terakhir film. Malangnya pula, Wolly 
Sutinah berasyik-asyik, dengan tokoh konyol yang ia mainkan, 
dan makin karikatural tokoh ibu yang entah dari mana dipungut 
oleh Aminudin.

Pakaian Henny. 

Maka jangan langkah kita berbicara tentang dialog yang semerawut 
dalam film berwarna cerah milik Dipa Djaja Film ini. Semua itu 
lebih diperparah lagi oleh struktur skenario yang bahkan 
memenuhi persyaratan dasar skenariopun tidak. Tapi di sini 
agaknya tangggung jawab sutradara yang harus digugat. Dengan 
melupakan keteledoran yang mengakibatkan ketidaksinambungan 
pakaian Henny pada adegan Martini melarikan diri dari rumah 
sudah seharusnya. Ritz G. Schadt yang memikul tanggung jawab 
bagi permainan Wolly Sutinah yang menganut gaya rutinnya yang 
amat karikatural terhadap permainan Dicky Zulkarnaen dan Rima 
Melati yang bermain amat wajar.

Tapi kesalahan editing yang tampak dengan jelas pada introduksi 
adegan Surabaya (berakhir pada gambar tugu pahlawan) yang 
mendadak loncat (intercut) pada close up mesin mobil di Jakarta, 
pastilah, dosa film tak terampunkan yang selama ini pernah 
diperbuat oleh Fritz. Adapun introduksi Surabaya melalui 
gambar-gambar bagian kota yang dikenal masyarakat luas pastilah 
dengan maksud menciptakan ilusi mengenai kejadian berikutnya 
yang dianggap berlaku di Surabaya. Tapi dengan kecerobohan 
demikian, ilusi menjadi buyar -- sementara penonton besar 
kemungkinan ada juga sedikit pusing.

Yang amat memusingkan tentulah jalan kisahnya yang merangkak 
berlarat-larat dan dengan alasan yang dicari-cari untuk 
menggiring penutup kisah yang diduga dramatis. Mengingat sasaran 
pemasarannya yang terutama di daerah (lihat: Schadt & Washi 
angkat bicara), orang tentulah suka memaafkan kisah melodramatis 
macam demikian.

Tapi sepanjang soalnya bukanlah sekedar 
mendapatkan uang dari penjualan karcis, nampaknya perlu 
difikirkan perbaikan pembuatan sebuah film atas sebuah cerita 
yang, katakanlah, amat berbau India. Melihat bahwa film-film 
India merupakan saingan film-film Indonesia, orang semestinya 
menarik pelajaran yang amat berharga dari kenyataan bahwa film 
India boleh kita cemooh kisahnya yang terkadang konyol tapi 
sebagai suatu hasil pekerjaan tangan, ia sepenuhnya memenuhi 
persyaratan teknis sebuah film. Setuju atau tidak pada pesan 
yang dititipkan si pembuat film di sana, orang baru mengakui 
bahwa film India adalah sebuah ilusi yang selesai utuh dan 
sempurna.

Tarian Ellya. 

Ilusi itulah yang jarang ditemukan dalam film-film Indonesia 
yang mengaku perlu meniru film-film India -- lengkap dengan 
nyanyian dan kadang-kadang tarian Ellya Khadam -- dengan alasan 
"untuk merebut sasaran di kalangan lapisan bawah". Entah karena 
alasan ini juga atau cuma lantaran ketidak mampuan, tapi hasil 
kerja Fritz G. Schadt kali ini patut disayangkan antara lain 
oleh ketidak telitiannya mengeliminer mata banyak penonton -- 
ketika film dibuat -- yang terpaksa secara grafis ikut hingap di 
layar lebar.

Oh, Tuhan, ada pula adegan cangkok kornea mata pelacur -- yang 
mati ketabrak mobil ketika mengejar anak yang telah lama ia 
tinggalkan -- ke mata sang ibu yang rusak setelah jatuh 
terguling di tangga. Penonton lapisan bawah memang bisa dibikin 
terharu, tapi kalau suatu kali mereka tahu bahwa sumbangan 
kornea mata orang yang mati hanya bisa diterima oleh orang yang 
korneanya juga rusak -- dan bukan syarafnya putus lantaran jatuh 
di tangga -- tentulah mereka pada suatu hari bakal menyesali 
kebodohan mereka ketika terharu menyaksikan bagian terakhir film 
Takdir ini. Tapi hari demikian nampaknya masih akan lama 
datangnya. Dan penonton Indonesia boleh puas dengan keharuan 
pesanan yang dihias dengan musik petikan dari seri James Bond 
seri kesekian yang bernama Goldfinger

Salim Said

SI GONDRONG / 1971



Tempo dulu ada jagoan Palmerah bernama Rombeng (Sukarno M.Noor) yang kejam. Yang jadi korban rakyat kecil dan gadis cantik. Terkisah pula ada pemuda berambut gondrong, hingga namanya hanya dikenal sebagai Si Gondrong (Farouk Afero), yang juga jago silat. Ia jagoan Kwitang. Perkenalannya dengan Patimah (Mila Karmila), gadis manis pandai mengaji, membuat dia mudah terpikat, apalagi dia barusan dikhianati pacarnya Mimin (Rahayu Effendi), perempuan nakal. Mimin berubah benci dan menghasut Rombeng menculik Patimah. Maka perkelahian demi perkelahian berlangsung, dengan akhir kemenangan Si Gondrong. Rombeng kalah karena kena sabet stagen wasiat.

BANG KOJAK / 1977

 

Leman yang mengidentifikasi diri sebagai Kojak (maksudnya adalah sebuah parodi terhadap tokoh polisi Kojak dalam serial tv) dengan topi dan permen lolipop, mula-mula hendak menolong memungutkan bungkusan jatuh dari tas seorang perempuan. Perempuan hilang di keramaian orang dan bungkusan itu ternyata tepung yang diperkirakan morfin. Perempuan ini adalah seorang janda yang genit dan tergiur jadi foto model

BOBBY / 1974

 
 
Karena pemalu dan tak bisa mengutarakan isi hatinya Bobby (Roy Marten) pada awalnya dianggap sepi oleh Irma (Juni Arcan), yang memilih teman lain yang lebih berani. Surat dan puisi Bobby pun tak mempan, meski lalu Irma tahu isi hati Bobby. Ternyata yang dipilih itu bergajulan, hingga akhirnya menerima Bobby yang lalu nekad menyatakan cintanya. Sang gadis yang akhirnya sadar akan cinta Bobby, akhirnya malah terlibat jauh dan sekolahnya berantakan. Ini juga karena ibunya (Chitra Dewi) yang dominan dalam keluarga itu, ingin menjodohkan Irma dengan Prof. Gunadi (Mansjur Sjah), yang kaya dan terkenal. Ima mula-mula ingin minggat, tapi tak jadi. Ia mengajak Bobby ke rumah neneknya di Bandung. Di sini orangtua Irma yang mengantar, memergoki Irma di gudang tua berdua dengan Bobby. Ibunya makin marah. Kakak Bobby, yang membiayainya, juga marah. Bobby minggat, sementara Irma bunuh diri dengan minum pil tidur.

P.T. DIPA JAYA FILM

DICKY ZULKARNAEN
CHITRA DEWI
FIFI YOUNG
ISMED M. NOOR
NURNANINGSIH
RATNO TIMOER
AGUS ERWIN
JUNI ARCAN
ROY MARTEN
ITA MONTEIRO

SAKURA DALAM PELUKAN / 1979



Selain Rudy Hartono main film, kini Liem Swie King juga main film. Ini yang menarik dari film ini

Santo (Liem Swie King) mencintai Michiko (Eva Arnaz) gadis Jepang yang menyusul abangnya Akira (Awang Darmawan), yang bertugas di Yogja. Akira sendiri adalah kawan Santo. Ibu Santo menghalangi kehendak anak tunggalnya yang pandai bulutangkis itu. Naluri sang ibu terbukti. Ternyata Michiko adalah adik kandung Santo sendiri. Keduanya adalah anak opsir Jepang yang pernah bertugas di Yogya semasa pendudukan Jepang. Bayi Santo dan bayi Akira tertukar saat huru hara terjadi. Akira adalah anak opsir atasan ayah Santo.

CACAT DALAM KANDUNGAN / 1977



Andi dikenal sebagai pemuda ugal-ugalan. Suatu kali tindakannya menyebabkan Maria, seorang gadis yang sedang mengendarai motornya celaka. Karena merasa bersalah, Andi membawanya ke rumah sakit. Sejak peristiwa itu benih cinta mulai tumbuh. Awalnya Maria menolak, namun kemudian menerimanya dan berakhir dengan pernikahan. Meski sudah berkeluarga,ugal-ugalan Andi masih berlanjut, Maria sedang sedang mengandung ketularan penyakit kotor dan bayi yang dikandungnya meninggal. Akhirnya setelah mengalami pengobatan Andi-Maria kembali bahagia.
P.T. ARTA CATA FILM

SI RONDA MACAN BETAWI / 1978




Sebuah kisah dalam tradisi lenong: ada jagoan silat dan pacarnya, Tuan tanah pemeras yang didukung sekelompok jagoan lain, dan latar belakang zaman pendudukan Belanda. Si Ronda (Dicky Zulkarnaen), jagoan dari Marunda, punya pacar Ipe (Lenny Marlina), ayahnya, Hasan (Hamidi T. Djamil) ditekan agar dijual pada tuan tanah De Boer (E. Draculie) lewat Bek Lihun (Menzano) polisi setempat. Ini terjadi juga pada rakyat di sekitarnya. Dengan menggunakan topeng, ia merampok harta De Boer. Hasil rampokannya dibagikan kepada rakyat. Ketika ketahuan maka konfrontasi tak terhindarkan. Namun situasi sudah matang rakyat setempat bangkit membantu Si Ronda

CANTIK / 1980



Karena kematian pacarnya, Soraya (Dana Christina), anak pengusaha kaya, seperti kehilangan semangat hidup dan sangat terguncang hingga dirawat psikiater. Pamannya kebetulan pernah melihat pemuda yang sangat mirip dengan pacar tadi, yaitu Rafiq (A. Rafiq), seorang penyanyi dangdut yang sedang meniti karier. Maka dibujuklah Rafiq berlaku sebagai Husain, sang pacar yang sudah meninggal. Hal ini membuat pacar Rafiq, seorang janda, marah. Ia lalu bersekongkol dengan Farouk (Farouk Afero), sahabat Rafiq yang selalu ingin menggunakan kesempatan itu untuk mengeruk untung, untuk mencelakakan Rafiq. Puncaknya, terjadi perkelahian antara Farouk dan Rafiq. Yang celaka, pacar Rafiq tertembak. Tentu Rafiq merasa tidak rugi, karena dia sudah jatuh cinta sungguhan pada Soraya. Dan bahagialah mereka akhirnya.
P.T. DINO DE YUKAWI FILM