MAGELANG
Di era tahun 1910-1930-an di wilayah Gemeente Magelang sudah terdapat berbagai fasilitas hiburan, seperti societeit dan bioskop. Societeit tersebut adalah De Eendracht yang sudah beroperasi sebelum 1892.
Societeit yaitu sebuah arena hiburan semacam diskotik di jaman sekarang yang menyajikan hiburan seperti konser musik, bridge, bowling, rolet, pingpong, bola sodok, dansa dan kafe, letaknya di pojok timur laut dari Aloon-aloon (kini Bank BCA).
Di De Eendracht ini, ada agenda rutin menonton film-film impor yang disajikan melalui layar besar dan proyektor yang biasanya meminjam orang kaya yang merupakan anggota perkumpulan ini. Ketika memutar film pendek Charlie Chaplin, sekitar 70 anak-anak ikut meramaikan acara nonton film bersama.
Keberadaan orang-orang Eropa yang tinggal di Magelang, dibutuhkan fasilitas hiburan yang baik. Tahun 1930 terdapat hampir 5000 orang Eropa yang tinggal di Magelang. Jumlah yang cukup banyak bahkan menempati peringkat ke 9 sebagai kota dengan jumlah penduduk Eropa terbanyak di Hindia Belanda. Mereka berprofesi sebagai tentara, birokrat, pemilik perkebunan, pedagang, dll.
Pada tahun 1915, berdirilah bioskop Globe di sebidang tanah di dekat Pasar Rejowinangun (kini Bank Niaga Jl. Tidar). Bahkan pada 1922 di Distrik Muntilan juga berdiri sebuah bioskop. Hal ini menunjukkan jika popularitas bioskop sudah merambah di kecamatan kecil seperti Muntilan.
Cinema Glory sekitar 1915-1920 memakai tempat yang sederhana berupa bilik bambu bergaya rumah Jawa sebagai bioskopnya. Glory memutar film hitam putih berjudul 'The Broken Coin' produksi Universal Studio. Lokasi bangunan belum diketahui tepatnya.
Tampak pada foto ada beberapa orang berbaju putih berdiri di depan pintu masuk bioskop ini. Salah seorang memegang sepeda (nomer 2 dari kiri).
Dulu bersama bioskop
Rahayu, Mbayeman, Magelang dan Tidar Theatre. Kresna merupakan salah
satu pilihan untuk menonton bioskop karena apa ?? di Bioskop ini ada
balkon untuk menonton, jadi ada kelas Balkon layaknya nonton opera
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Dulu bersama bioskop
Rahayu, Mbayeman, Magelang dan Tidar Theatre. Kresna merupakan salah
satu pilihan untuk menonton bioskop karena apa ?? di Bioskop ini ada
balkon untuk menonton, jadi ada kelas Balkon layaknya nonton opera
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Salah satu bioskop yang terkenal di jaman Hindia Belanda adalah Bioskop
Roxy atau Roxy Theater. Bioskop yang terletak di Grooteweg Noord
(Aloon-aloon timur, kini Supermarket Gardena) ini menjadi salah satu
bioskop favorit kalangan masyarakat Eropa yang tinggal di Magelang.
Roxy awalnya menyewa sebuah gedung di timur Aloon-aloon dengan membayar uang muka sebesar f 2.500 dan harus membayar pajak bioskop sebesar f 400 per bulan. Letaknya persis di timur Societeit De Eendracht (kini Bank BCA).
Roxy awalnya menyewa sebuah gedung di timur Aloon-aloon dengan membayar uang muka sebesar f 2.500 dan harus membayar pajak bioskop sebesar f 400 per bulan. Letaknya persis di timur Societeit De Eendracht (kini Bank BCA).
Posisinya sangat strategis karena juga berdekatan dengan Restoran Bandung, Bank Escompto, Hotel Loze, kantor pos, Stopplaats Aloon-aloon, Pecinan dan kawasan pemukiman Eropa di Poncol.
Karena letaknya persis di Stopplaats Aloon-aloon dan didepannya melintas rel kereta uap maka ketika ada kereta uap lewat dan berhenti, dapat dipastikan jika suara gemuruh kereta uap akan bisa masuk ke dalam ruangan bioskop. Dan tentu saja para penonton akan terganggu dengan suara tersebut.
Bangunannya megah Roxy menghadap ke jalan raya dengan struktur batu bata yang kuat dan di cat warna putih. Film yang diputar di bioskop ini adalah film-film luar negeri, tentu saja film yang diputar masih berupa hitam putih. Pada tahun 1935, Roxy memutar film berjudul 'Gruss and Russ Veronika'.
Pemiliknya bernama Kho Tji Ho sekaligus sebagai pemilik Bioskop Alhambra di Jordaanlaan. Kho Tji Ho adalah seorang Tionghoa, bisnis perfilman di Magelang di saat itu memang dimonopoli oleh orang Tionghoa tetapi mayoritas penontonnya adalah orang-orang Eropa. Pemilik bioskop ini tidak murni berbisnis atau sekadar mencari uang semata, tetapi juga untuk meningkatkan gengsi, citra diri dan popularitas di mata masyarakat dan kalangannya.
Ketika Jepang masuk ke Magelang, Roxy berhenti beroperasi. Sesudah pasca kemerdekaan, bioskop ini kembali beroperasi dengan nama Bioskop Abadi. Kelak nama bioskop ini berganti nama menjadi Bioskop Rahayu.
Selain memiliki Bioskop Roxy, Kho Tji Ho juga memiliki Bioskop Alhambra
atau Alhambra Theater. Kedua bioskop ini termasuk bioskop papan atas di
jamannya. Kedua bioskop ini menayangkan film sebanyak 6 program setiap
minggunya.
Alhambra terletak di Jordaanlaan, persis di utara gedung Raadhuis (balaikota Magelang). Kalo sekarang tepat di utara Bank BNI Jl. Pahlawan, persis di pertigaan jalan dengan Jl. Diponegoro (timur SMK Kristen).
Alhambra terletak di Jordaanlaan, persis di utara gedung Raadhuis (balaikota Magelang). Kalo sekarang tepat di utara Bank BNI Jl. Pahlawan, persis di pertigaan jalan dengan Jl. Diponegoro (timur SMK Kristen).
Bangunan menghadap ke utara (Bottonweg), di apit oleh jalan Jordaanlaan dan Progostraat. Posisinya lebih tinggi dari jalan sekitarnya sehingga terlihat mentereng.
Bentuk bangunannya pun juga sangat unik, memanjang dari timur ke barat dengan pintu masuk dari tengah. Pada fasad depan terdapat ornamen yang khas, sangat berbeda dari Bioskop Roxy. Hal inilah yang membuat Bioskop Alhambra terlihat mencolok dibandingkan dengan bangunan lain di kota Magelang.
Letak bioskop ini berdekatan dengan kawasan pemukiman Eropa yaitu di Bottonweg (Jl. Pahlawan), Progostraat dan Oranje-Nasaaulaan (Jl. Diponegoro) dan Grooteweg Noord Pontjol (Jl. Akhmad Yani). Terlebih juga berdekatan dengan kawasan pemerintahan (gedung Karesidenan dan Balaikota) dan Aloon-aloon serta bank.
Alhambra di bangun pada tahun 1920-an oleh Sie Wie Tjioe, seorang aanemeer atau pemborong bangunan Tionghoa. Sie Wie Tjioe secara otodidak belajar membangun dan memborong proyek bangunan. Misalnya saja membangun jalan raya Pingit Baru di Pingit Pringsurat Temanggung dan jalan raya antara Tegalrejo hingga Pakis.
Alhambra menjadi tempat elit orang Eropa untuk mencari hiburan. Bukan sekadar mencari hiburan semata tetapi juga untuk menambah prestise sebagai strata sosial tingkat pertama.
Karena para pengunjung bioskop ini mayoritas adalah orang-orang Eropa maka film-film yang diputar adalah film-film barat saja.
Misalnya saja film berjudul "Jimmy and Sally" yang diputar pada 31 Juli-1 Agustus 1935. Film ini sangat menarik, meski masih hitam putih tetapi karena bertema percintaan maka banyak yang menonton.
ERA JEPANG (1942-1945)
Alhambra banyak memutar film-film barat. Sesuai dengan target pengunjung yaitu orang Eropa yang tinggal di Magelang.
Diantaranya :
- 16-18 Desember 1927 memutar film "Don Juan"
- 10-13 Januari 1934 memutar film "Sehnsucht 202"
- 12-13 November 1934 memutar film "Clancy of the Mountain"
- 12-13 Januari 1935 memutar film "Trumpet Blows"
- 29 Agustus 1935 memutar film "Kapal Darah (Shanghaied Love)"
Ketika Jepang menguasai Magelang, bangunan-bangunan strategis dikuasai tentara Nippon seperti bangunan militer, pemerintah dan bangunan vital lainnya.
Alhambra banyak memutar film-film barat. Sesuai dengan target pengunjung yaitu orang Eropa yang tinggal di Magelang.
Diantaranya :
- 16-18 Desember 1927 memutar film "Don Juan"
- 10-13 Januari 1934 memutar film "Sehnsucht 202"
- 12-13 November 1934 memutar film "Clancy of the Mountain"
- 12-13 Januari 1935 memutar film "Trumpet Blows"
- 29 Agustus 1935 memutar film "Kapal Darah (Shanghaied Love)"
Ketika Jepang menguasai Magelang, bangunan-bangunan strategis dikuasai tentara Nippon seperti bangunan militer, pemerintah dan bangunan vital lainnya.
Di jaman Jepang (1942-1945), kondisi perbioskopan di Indonesia mulai meredup. Seiring dengan larangan memutar film-film barat di bioskop dan banyaknya orang Eropa yang diinternir (ditawan) oleh Jepang.
Sebagaimana diketahui bahwa Magelang menjadi basis militer Belanda di wilayah Jawa bagian tengah. Sehingga banyak orang Eropa yang tinggal di kota ini.
Jepang menggunakan bioskop untuk propaganda perang. Banyak diputar film-film bertema kejayaan Asia di bawah Jepang. Sedangkan film-film impor yang dilarang adalah dari negara musuh Jepang seperti Belanda, Amerika, dan Inggris.
Oleh Jepang, Alhambra dijadikan sebagai tempat pementasan pertunjukan tonil. Tonil adalah pertunjukan sandiwara panggung dengan tema tertentu. Hal ini untuk membendung dan menghilangkan unsur-unsur barat. Pementasan tonil adalah untuk menghibur tentara-tentara Jepang yang berada di Magelang. Pada itu berupa nyanyian, tarian dan pementasan sandiwara.
Pasca Jepang menyerah pada 1945, gedung ini tidak lagi menjadi gedung bioskop. Oleh para pemuda dijadikan markas Pemuda Republik Indonesia (PERI) yang disebut dengan nama PANTI PERI. Hingga kini, jalan turunan di samping kantor PDAM Jl. Pahlawan ini populer dengan sebutan 'Panti PERI'. Panti artinya tempat atau bangunan dan PERI artinya PEmuda Republik Indonesia.
Pada bulan Agustus 1948, gedung ini dipergunakan sebagai salah satu tempat untuk penyelenggaraan Kongres Kebudayaan. Ada 2 tempat lainnya yaitu pendopo Kadipaten (Utara Aloon-aloon) dan Gubernuran (kini pendopo Residenan Jl. Diponegoro).
Sebagaimana diketahui jika ibukota republik pernah di Jogjakarta dan kantor gubernur Jawa Tengah berada di Magelang dengan kantor gubernuran di pendopo Residenan.
Kongres Kebudayaan ini merupakan kongres pertama setelah Indonesia merdeka. Dalam kongres tersebut dihadiri oleh Presiden Soekarno, Ki Mangunsarkoro, Ki Hajar Dewantara, Radjiman Wedyodiningrat, Armijn Pane, Ki Ageng Suryomentaram, dll.
Pada saat Agresi militer Belanda II tahun 1949, gedung ini mengalami kerusakan yang teramat parah. Saking parahnya, masyarakat menyebutnya sebagai 'gedung bobrok'.
ERA PASCA KEMERDEKAAN
BIOSKOP KRESNA
Bagi masyarakat di Kota Magelang tentu tidak asing lagi dengan Bioskop Kresna. Bioskop legendaris di pojok Aloon-aloon, tepat di gerbang Pecinan ini begitu populer khususnya untuk generasi usia 40 tahun ke atas. Bentuk bangunan yang khas menjadi penanda akan keberadaan bioskop ini.
Sejak beroperasi di tahun 1955, bioskop ini menjadi tempat terfavorit buat mencari hiburan. Bioskop dengan kapasitas 822 kursi ini berdiri di atas bekas apotik legendaris di jaman Belanda yaitu Apotik van Gorkom. Tidak bisa dipungkiri bahwa bioskop Kresna menjadi saksi sejarah kota kita selama hampir 50 tahun.
Sejak Liem Ting Lok memimpin kongsi 12 orang untuk mendirikan bioskop ini pada 1955, bioskop Kresna mampu menjadi idola masyarakat dalam rentang tahun 1955 hingga pertengahan 1990an. Bah Ting Lok, demikian sapaan akrab Liem Ting Lok, juga menjadi pengurus Bioskop Globe. Rumahnya terletak di Jl. Kawatan no. 2 (kini Jl. Sigaluh), persis di belakang Bioskop Kresna.
Berbagai film ditayangkan, baik film lokal, India (Bolywood), Hongkong (mandarin) maupun Amerika (Holywood). Terlebih saat liburan lebaran, dapat dipastikan jika bioskop ini dipenuhi dengan antrian masyarakat.
BIOSKOP KRESNA
Bagi masyarakat di Kota Magelang tentu tidak asing lagi dengan Bioskop Kresna. Bioskop legendaris di pojok Aloon-aloon, tepat di gerbang Pecinan ini begitu populer khususnya untuk generasi usia 40 tahun ke atas. Bentuk bangunan yang khas menjadi penanda akan keberadaan bioskop ini.
Sejak beroperasi di tahun 1955, bioskop ini menjadi tempat terfavorit buat mencari hiburan. Bioskop dengan kapasitas 822 kursi ini berdiri di atas bekas apotik legendaris di jaman Belanda yaitu Apotik van Gorkom. Tidak bisa dipungkiri bahwa bioskop Kresna menjadi saksi sejarah kota kita selama hampir 50 tahun.
Sejak Liem Ting Lok memimpin kongsi 12 orang untuk mendirikan bioskop ini pada 1955, bioskop Kresna mampu menjadi idola masyarakat dalam rentang tahun 1955 hingga pertengahan 1990an. Bah Ting Lok, demikian sapaan akrab Liem Ting Lok, juga menjadi pengurus Bioskop Globe. Rumahnya terletak di Jl. Kawatan no. 2 (kini Jl. Sigaluh), persis di belakang Bioskop Kresna.
Berbagai film ditayangkan, baik film lokal, India (Bolywood), Hongkong (mandarin) maupun Amerika (Holywood). Terlebih saat liburan lebaran, dapat dipastikan jika bioskop ini dipenuhi dengan antrian masyarakat.
Misalnya saja di awal era tahun 1990an, film Warkop DKI, SAUR SEPUH, TUTUR TINULAR mampu menghibur penonton.
Tidak ketinggalan lagu, tarian dan deretan artis-artis cantik dalam film India selalu di tunggu oleh masyarakat. Film syur macam Gairah yang Nakal dan film laga menjadi tontonan yang memikat penonton. Tak ayal film-film jenis ini dipastikan bisa diputar ulang berhari-hari hingga mencapai titik jenuh.
Semakin menarik sebuah film, semakin berpotensi menarik penonton. Semakin banyak penonton berarti makin panjang durasi penayangan. Itu artinya akan banyak duit masuk ke kocek pemilik bioskop.
Harga tiket yang terjangkau untuk kalangan masyarakat, membuat Bioskop Kresna selalu dijubeli oleh penonton. Separo harga jika yang nonton adalah pelajar, cukup memakai kartu OSIS saja. Misalnya harga tiket untuk umum Rp 300,- maka harga untuk pelajar bisa Rp 100 hingga Rp 150,-. Benar-benar murah meriah untuk ukuran saat itu. Terlebih dalam sehari ada beberapa kali jam tayang, dimana di akhir pekan ada tambahan jam tayang.
Bahkan karena saking antusiasnya masyarakat dalam menonton, dimanfaatkan oleh para calo karcis untuk mendapatkan keuntungan. Caranya, karcis seharga Rp 300,- dijual kembali kepada calon penonton yang tidak kebagian karcis menjadi Rp 325,- hingga Rp 350,-, tergantung dari jenis filmnya. Repotnya jika para calo karcis ini sudah membeli karcis tapi diluar dugaan ternyata pembelinya sedikit. Bukannya untung tapi malah buntung.
Penonton di bagi dalam beberapa kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3. Kelas di bagi menurut posisi duduk. Kelas 1 posisi duduk di paling belakang dan letaknya paling atas. Kelas 2 di tengah-tengah dan kelas 3 tepat didepan layar.
Posisi kelas mempengaruhi harga tiket, kelas 1 paling mahal dan kelas 3 tentu saja yang paling murah.
Dari sebuah arsip pembukuan tentang daftar pendapatan dari penjualan karcis di bioskop ini tertanggal 31 Desember 1962 tercatat bahwa saat pemutaran film berjudul "Road of the Giant" sebagai berikut:
- penayangan jam 18.30 wib :
Kelas 1 harga tiket Rp 18,- terjual 83 lembar dengan jumlah Rp 1.494,-
Kelas 2 harga tiket Rp 10,- terjual 105 lembar dengan jumlah Rp 1.050,-
Kelas 3 harga tiket Rp 6,- terjual 61 lembar dengan jumlah Rp 366,-
- penayangan jam 20.45 wib :
Kelas 1 harga tiket Rp 18,- terjual 87 lembar dengan jumlah Rp 1.566,-
Kelas 2 harga tiket Rp 10,- terjual 145 lembar dengan jumlah Rp 1.450,-
Kelas 3 harga tiket Rp 8,- terjual 82 lembar dengan jumlah Rp 492,-
Kursi kayu dengan alas dan sandaran memakai rotan menjadi tempat duduk yang kurang nyaman buat penonton karena seringkali menjadi tempat hidup buat si kutu tengil yang disebut dengan "tinggi". Bisa dipastikan sehabis menonton, pantat pengunjung pada bentol-bentol merah dan gatal karena di gigit oleh si "tinggi" ini.
Kadang kala, tikus berseliweran di antara kaki pengunjung yang membuat makin tidak nyaman. Tetapi cerita ini menjadi kenangan tersendiri buat masyarakat yang pernah menikmatinya.
Banyak pedagang kecil ikut mengais rejeki di muka bioskop. Diantaranya berjualan obat, nomer buntut, makanan kecil, dll. Benar-benar bioskop Kresna mampu menjadi daya tarik tersendiri dan memberi rejeki buat sebagian kalangan masyarakat.
Di era kejayaannya, Bioskop Kresna tidaklah sendiri menghibur masyarakat melalui tayangan layar lebarnya. Di sebelah utara ada Bioskop Rahayu (dahulu Roxy dan Abadi), ada Magelang dan Tidar Theater, ada Bioskop Bayeman di jalan Bayeman, ada Bioskop Globe atau Bima di kawasan Ampera jalan Tidar kini, dsb.
Kemunculan televisi swasta di awal tahun 1990an membuat industri perbioskopan menjadi lesu. Yang pada akhirnya Bioskop Kresna menutup layarnya pada tahun 1995 setelah 40 tahun menghibur masyarakat Magelang.
Selama rentang 22 tahun kondisi gedung bioskop ini mangkrak (1995-2017). Sekitar 3 tahun lalu bagian dalam bioskop di bongkar, hanya menyisakan fasad depan saja.
Sekitar 2 tahun lalu, dinding bagian atas juga dibongkar. Alhamdulillah sebagian dinding masih tersisakan.
Kejadian yang menggegerkan kota Magelang di Bioskop Kresna diceritakan oleh anggota Komunitas Kota Toea Magelang , Bpk Dedy Soeprijadi
Sesudah kejatuhan Orde Lama (ORLA) maka pada tahun-tahun pertama Pak Harto memerintah muncul persoalan baru.
Ada persaingan antar angkatan yang terjadi di Magelang. Saat itu RPKAD (selanjutnya disebut R) bermarkas di Tuguran.
Sedangkan Artileri Medan atau Armed (selanjutnya disebut A) bermarkas sekitaran Ngentak.
Antara kesatuan R dan A terjadi persaingan di lapangan. Maklum mereka terdiri dari prajurit prajurit muda sehingga gampang tersulut emosi nya.
Untuk meredakan maka diadakan pertandingan basket. Eh malah saling ejek mengejek dan terjadi perkelahian. Kemudian bahkan sampai jatuh korban jiwa.
Suatu saat ketika suasana panas belum reda kedua kesatuan itu secara tak sengaja bertemu di gedung bioskop Kresna menonton bersama-sama. Keduanya datang berombongan berpuluh orang.
Terjadi lagi saling ejek dan akhirnya pertengkaran pecah. Salah seorang dari R mengeluarkan AK47 dan membuang tembakan di dalam gedung bioskop diarahkan ke layar depan. Tentu saja terjadi lubang dan akhirnya orang-orang menjadi panik.
Ditakutkan ada peluru nyasar sehingga orang yang tak berdosa menjadi korban. Akhirnya gedung bioskop menjadi kacau dan konsentrasi orang untuk menonton film menjadi buyar sama sekali.
Perlu diketahui saat itu penumpasan G-30-S PKI belum lama berakhir. Dan kesatuan R biasa kita lihat menenteng AK47 dimanapun mereka berada dalam keadaan siaga penuh.
Itulah peristiwa mengerikan yang pernah terjadi di Magelang. Di kota yang sejuk dan nyaman dan aman tersebut ternyata bisa terjadi hal-hal yang diluar perkiraan.
Saya tidak tahu apakah R masih bermarkas di Tuguran dan A masih di Ngentak. Tapi saya harap tidak terjadi hal-hal yang seperti itu lagi di Magelang.
Pada saat peristiwa itu terjadi gedung bioskop menjadi bau pesing. Sebab banyak orang yang ketakutan sampai terkencing-kencing. Entah laki-laki lebih lebih lagi kaum perempuan.
Bahkan ada yang berteriak teriak histeris.
KRESNA, BISOKOP KENANGAN AKADEMI MILTER
Keberadaan
Akademi Militer (Akmil) yang dulu bernama Akademi Militer Nasional
(AMN) tak lepas dari bioskop Kresna yang berada di jantung Kota
Magelang, Jalan Pemuda Kota Magelang. Tepatnya, berseberangan dengan
Kantor Pos Kota Magelang dan Klenteng Pecinan Liong Hok Bio.
Bioskop yang didirikan pada tahun 1955 oleh Liem Ting Lok sempat tenar dan kondang di kalangan para Taruma AMN pada era 1970. Setiap jadwal liburan atau hari pesiar, Rabu dan Sabtu ratusan taruna memadati bioskop yang berada di jantung kota.
Kresna mengalami puncak pengunjung pada tahun 1970-an. Dengan tarif yang sangat murah, para taruna dan tentara yang selama bertugas di Magelang, mendapatkan diskon 50 persen. Kelas 1 tiket yang dibebankan bagi penonton antara Rp 45 sampai Rp 50, kelas 2 tiket seharga Rp 30 sampai Rp 35. Sedangkan kelas 3 diterapkan harga Rp 25.
Murahnya harga tiket dan film yang diputar, membuat para Taruna menghabiskan pesiar datang mereka datang berbondong-bondong datang ke bioskop. Hanya dengan membayar separuh di kelas 2 sebesar Rp 20 sampai Rp 25, para taruna AMN ini bisa menikmati tontonan bioskop yang diputar di Kresna. Sementara kelas 1, lebih banyak dipesan pengusaha China dan kelas 3, masyarakat umum yang tidak mau ketinggalan ikut ambil bagian menonton.
"Saat itu saya masih sekolah SD kelas 4. Banyak taruna dan tentara yang ikut tumplek ruah menonton di bioskop Kresna. Tetapi saat menonton mereka wajib mengenakan seragam tentara dan membayar tiket kelas 2 dengan harga separoh," kenang Tuhu Prihantoro warga Magelang yang juga wartawan senior di koran lokal Jateng Suara Merdeka ini.
Selain taruna AMN, ratusan tentara lain juga ikut menikmati fasilitas separuh harga. Saat itu, selain markas Akabri, ada juga tentara dari markas Armed, Dodiklat TNI AD dan Kopasus yang dipimpin oleh almarhum Jenderal Sarwo Edy Wibowo, yang pada waktu itu masih bernama Kopasanda bermarkas di Kawasan Tuguran, Kota Magelang. Begitu Sarwo Edy Wibowo menjadi Gubernur Akabri Magelang, Batalyon Kopasanda ini berganti nama menjadi Kopasus dan dipindah ke Kandang Menjangan Surakarta.
Film yang diputar kebanyakan film impor yang berkualitas terutama film action yang menjadi kesenangan para taruna Akabri saat itu. Beberapa film itu diantaranya, film koboi Marlon Brando, film serial God Father, beberapa film serial Bruce Lee. Serta film lokal Indonesia yang saat itu berjudul Si Doel Anak Sekolahan dan Api di Bukit Menoreh.
Di Kota Magelang, selain bioskop Kresna, ada Bioskop Roxy yang sempat berubah nama menjadi Abadi. Peninggalannya saat ini dijadikan Swalayan Gardena, Gedung Bioskop Magelang Teater yang sempat berganti nama menjadi Tidar Teater.
"Keberadaan terminal bus antar propinsi Jateng-DIY dan stasiun pompa bensin membuat pengelolaan bioskop disekitar alun-alun kota Magelang menjadi keuntungan para pengelola gedung bioskop yang rata-rata milik para pengusaha China itu," ungkapnya.
Tidak jauh dari alun-alun, ada gedung Bioskop Globe di Kawasan Bayeman, yang akhirnya harus berubah menjadi tempat tontonan wayang orang. Kini beberapa gedung bioskop itu tutup berubah menjadi swalayan, mall dan gedung bank.
Gedung Bioskop Kresna Kota Magelang, halamannya sudah disewakan kepada seorang penjual pakaian dari Jawa Barat. Para taruna Akabri Kota Magelang tahun 70-an yang sempat menikmati tontonan bioskop di Gedung Bioskop Kresna diantaranya mantan Aslog Mabes TNI AD Mayjen Purn Kardiono, Mantan Pangab Jenderal Subagyo HS, Mantan Panglima TNI dan Mantan Pangdam IV Diponegoro Jenderal Purn Tyasno Sudarto dan Jenderal Fachrul Razi.
Semenjak tahun 1999, gedung bioskop ini sudah mangkrak. Bahkan, sempat ada tulisan di jual yang dibuat dari arang.
Keberadaan Akademi Militer (Akmil) yang dulu bernama Akademi Militer Nasional (AMN) tak lepas dari bioskop Kresna yang berada di jantung Kota Magelang, Jalan Pemuda Kota Magelang. Tepatnya, berseberangan dengan Kantor Pos Kota Magelang dan Klenteng Pecinan Liong Hok Bio.
Bioskop yang didirikan pada tahun 1955 oleh Liem Ting Lok sempat tenar dan kondang di kalangan para Taruma AMN pada era 1970. Setiap jadwal liburan atau hari pesiar, Rabu dan Sabtu ratusan taruna memadati bioskop yang berada di jantung kota.
Kresna mengalami puncak pengunjung pada tahun 1970-an. Dengan tarif yang sangat murah, para taruna dan tentara yang selama bertugas di Magelang, mendapatkan diskon 50 persen. Kelas 1 tiket yang dibebankan bagi penonton antara Rp 45 sampai Rp 50, kelas 2 tiket seharga Rp 30 sampai Rp 35. Sedangkan kelas 3 diterapkan harga Rp 25.
Murahnya harga tiket dan film yang diputar, membuat para Taruna menghabiskan pesiar datang mereka datang berbondong-bondong datang ke bioskop. Hanya dengan membayar separuh di kelas 2 sebesar Rp 20 sampai Rp 25, para taruna AMN ini bisa menikmati tontonan bioskop yang diputar di Kresna. Sementara kelas 1, lebih banyak dipesan pengusaha China dan kelas 3, masyarakat umum yang tidak mau ketinggalan ikut ambil bagian menonton.
"Saat itu saya masih sekolah SD kelas 4. Banyak taruna dan tentara yang ikut tumplek ruah menonton di bioskop Kresna. Tetapi saat menonton mereka wajib mengenakan seragam tentara dan membayar tiket kelas 2 dengan harga separoh," kenang Tuhu Prihantoro warga Magelang yang juga wartawan senior di koran lokal Jateng Suara Merdeka ini.
Selain taruna AMN, ratusan tentara lain juga ikut menikmati fasilitas separuh harga. Saat itu, selain markas Akabri, ada juga tentara dari markas Armed, Dodiklat TNI AD dan Kopasus yang dipimpin oleh almarhum Jenderal Sarwo Edy Wibowo, yang pada waktu itu masih bernama Kopasanda bermarkas di Kawasan Tuguran, Kota Magelang. Begitu Sarwo Edy Wibowo menjadi Gubernur Akabri Magelang, Batalyon Kopasanda ini berganti nama menjadi Kopasus dan dipindah ke Kandang Menjangan Surakarta.
Film yang diputar kebanyakan film impor yang berkualitas terutama film action yang menjadi kesenangan para taruna Akabri saat itu. Beberapa film itu diantaranya, film koboi Marlon Brando, film serial God Father, beberapa film serial Bruce Lee. Serta film lokal Indonesia yang saat itu berjudul Si Doel Anak Sekolahan dan Api di Bukit Menoreh.
Di Kota Magelang, selain bioskop Kresna, ada Bioskop Roxy yang sempat berubah nama menjadi Abadi. Peninggalannya saat ini dijadikan Swalayan Gardena, Gedung Bioskop Magelang Teater yang sempat berganti nama menjadi Tidar Teater.
"Keberadaan terminal bus antar propinsi Jateng-DIY dan stasiun pompa bensin membuat pengelolaan bioskop disekitar alun-alun kota Magelang menjadi keuntungan para pengelola gedung bioskop yang rata-rata milik para pengusaha China itu," ungkapnya.
Tidak jauh dari alun-alun, ada gedung Bioskop Globe di Kawasan Bayeman, yang akhirnya harus berubah menjadi tempat tontonan wayang orang. Kini beberapa gedung bioskop itu tutup berubah menjadi swalayan, mall dan gedung bank.
Gedung Bioskop Kresna Kota Magelang, halamannya sudah disewakan kepada seorang penjual pakaian dari Jawa Barat. Para taruna Akabri Kota Magelang tahun 70-an yang sempat menikmati tontonan bioskop di Gedung Bioskop Kresna diantaranya mantan Aslog Mabes TNI AD Mayjen Purn Kardiono, Mantan Pangab Jenderal Subagyo HS, Mantan Panglima TNI dan Mantan Pangdam IV Diponegoro Jenderal Purn Tyasno Sudarto dan Jenderal Fachrul Razi.
Semenjak tahun 1999, gedung bioskop ini sudah mangkrak. Bahkan, sempat ada tulisan di jual yang dibuat dari arang.
Bioskop yang didirikan pada tahun 1955 oleh Liem Ting Lok sempat tenar dan kondang di kalangan para Taruma AMN pada era 1970. Setiap jadwal liburan atau hari pesiar, Rabu dan Sabtu ratusan taruna memadati bioskop yang berada di jantung kota.
Kresna mengalami puncak pengunjung pada tahun 1970-an. Dengan tarif yang sangat murah, para taruna dan tentara yang selama bertugas di Magelang, mendapatkan diskon 50 persen. Kelas 1 tiket yang dibebankan bagi penonton antara Rp 45 sampai Rp 50, kelas 2 tiket seharga Rp 30 sampai Rp 35. Sedangkan kelas 3 diterapkan harga Rp 25.
Murahnya harga tiket dan film yang diputar, membuat para Taruna menghabiskan pesiar datang mereka datang berbondong-bondong datang ke bioskop. Hanya dengan membayar separuh di kelas 2 sebesar Rp 20 sampai Rp 25, para taruna AMN ini bisa menikmati tontonan bioskop yang diputar di Kresna. Sementara kelas 1, lebih banyak dipesan pengusaha China dan kelas 3, masyarakat umum yang tidak mau ketinggalan ikut ambil bagian menonton.
"Saat itu saya masih sekolah SD kelas 4. Banyak taruna dan tentara yang ikut tumplek ruah menonton di bioskop Kresna. Tetapi saat menonton mereka wajib mengenakan seragam tentara dan membayar tiket kelas 2 dengan harga separoh," kenang Tuhu Prihantoro warga Magelang yang juga wartawan senior di koran lokal Jateng Suara Merdeka ini.
Selain taruna AMN, ratusan tentara lain juga ikut menikmati fasilitas separuh harga. Saat itu, selain markas Akabri, ada juga tentara dari markas Armed, Dodiklat TNI AD dan Kopasus yang dipimpin oleh almarhum Jenderal Sarwo Edy Wibowo, yang pada waktu itu masih bernama Kopasanda bermarkas di Kawasan Tuguran, Kota Magelang. Begitu Sarwo Edy Wibowo menjadi Gubernur Akabri Magelang, Batalyon Kopasanda ini berganti nama menjadi Kopasus dan dipindah ke Kandang Menjangan Surakarta.
Film yang diputar kebanyakan film impor yang berkualitas terutama film action yang menjadi kesenangan para taruna Akabri saat itu. Beberapa film itu diantaranya, film koboi Marlon Brando, film serial God Father, beberapa film serial Bruce Lee. Serta film lokal Indonesia yang saat itu berjudul Si Doel Anak Sekolahan dan Api di Bukit Menoreh.
Di Kota Magelang, selain bioskop Kresna, ada Bioskop Roxy yang sempat berubah nama menjadi Abadi. Peninggalannya saat ini dijadikan Swalayan Gardena, Gedung Bioskop Magelang Teater yang sempat berganti nama menjadi Tidar Teater.
"Keberadaan terminal bus antar propinsi Jateng-DIY dan stasiun pompa bensin membuat pengelolaan bioskop disekitar alun-alun kota Magelang menjadi keuntungan para pengelola gedung bioskop yang rata-rata milik para pengusaha China itu," ungkapnya.
Tidak jauh dari alun-alun, ada gedung Bioskop Globe di Kawasan Bayeman, yang akhirnya harus berubah menjadi tempat tontonan wayang orang. Kini beberapa gedung bioskop itu tutup berubah menjadi swalayan, mall dan gedung bank.
Gedung Bioskop Kresna Kota Magelang, halamannya sudah disewakan kepada seorang penjual pakaian dari Jawa Barat. Para taruna Akabri Kota Magelang tahun 70-an yang sempat menikmati tontonan bioskop di Gedung Bioskop Kresna diantaranya mantan Aslog Mabes TNI AD Mayjen Purn Kardiono, Mantan Pangab Jenderal Subagyo HS, Mantan Panglima TNI dan Mantan Pangdam IV Diponegoro Jenderal Purn Tyasno Sudarto dan Jenderal Fachrul Razi.
Semenjak tahun 1999, gedung bioskop ini sudah mangkrak. Bahkan, sempat ada tulisan di jual yang dibuat dari arang.
Keberadaan Akademi Militer (Akmil) yang dulu bernama Akademi Militer Nasional (AMN) tak lepas dari bioskop Kresna yang berada di jantung Kota Magelang, Jalan Pemuda Kota Magelang. Tepatnya, berseberangan dengan Kantor Pos Kota Magelang dan Klenteng Pecinan Liong Hok Bio.
Bioskop yang didirikan pada tahun 1955 oleh Liem Ting Lok sempat tenar dan kondang di kalangan para Taruma AMN pada era 1970. Setiap jadwal liburan atau hari pesiar, Rabu dan Sabtu ratusan taruna memadati bioskop yang berada di jantung kota.
Kresna mengalami puncak pengunjung pada tahun 1970-an. Dengan tarif yang sangat murah, para taruna dan tentara yang selama bertugas di Magelang, mendapatkan diskon 50 persen. Kelas 1 tiket yang dibebankan bagi penonton antara Rp 45 sampai Rp 50, kelas 2 tiket seharga Rp 30 sampai Rp 35. Sedangkan kelas 3 diterapkan harga Rp 25.
Murahnya harga tiket dan film yang diputar, membuat para Taruna menghabiskan pesiar datang mereka datang berbondong-bondong datang ke bioskop. Hanya dengan membayar separuh di kelas 2 sebesar Rp 20 sampai Rp 25, para taruna AMN ini bisa menikmati tontonan bioskop yang diputar di Kresna. Sementara kelas 1, lebih banyak dipesan pengusaha China dan kelas 3, masyarakat umum yang tidak mau ketinggalan ikut ambil bagian menonton.
"Saat itu saya masih sekolah SD kelas 4. Banyak taruna dan tentara yang ikut tumplek ruah menonton di bioskop Kresna. Tetapi saat menonton mereka wajib mengenakan seragam tentara dan membayar tiket kelas 2 dengan harga separoh," kenang Tuhu Prihantoro warga Magelang yang juga wartawan senior di koran lokal Jateng Suara Merdeka ini.
Selain taruna AMN, ratusan tentara lain juga ikut menikmati fasilitas separuh harga. Saat itu, selain markas Akabri, ada juga tentara dari markas Armed, Dodiklat TNI AD dan Kopasus yang dipimpin oleh almarhum Jenderal Sarwo Edy Wibowo, yang pada waktu itu masih bernama Kopasanda bermarkas di Kawasan Tuguran, Kota Magelang. Begitu Sarwo Edy Wibowo menjadi Gubernur Akabri Magelang, Batalyon Kopasanda ini berganti nama menjadi Kopasus dan dipindah ke Kandang Menjangan Surakarta.
Film yang diputar kebanyakan film impor yang berkualitas terutama film action yang menjadi kesenangan para taruna Akabri saat itu. Beberapa film itu diantaranya, film koboi Marlon Brando, film serial God Father, beberapa film serial Bruce Lee. Serta film lokal Indonesia yang saat itu berjudul Si Doel Anak Sekolahan dan Api di Bukit Menoreh.
Di Kota Magelang, selain bioskop Kresna, ada Bioskop Roxy yang sempat berubah nama menjadi Abadi. Peninggalannya saat ini dijadikan Swalayan Gardena, Gedung Bioskop Magelang Teater yang sempat berganti nama menjadi Tidar Teater.
"Keberadaan terminal bus antar propinsi Jateng-DIY dan stasiun pompa bensin membuat pengelolaan bioskop disekitar alun-alun kota Magelang menjadi keuntungan para pengelola gedung bioskop yang rata-rata milik para pengusaha China itu," ungkapnya.
Tidak jauh dari alun-alun, ada gedung Bioskop Globe di Kawasan Bayeman, yang akhirnya harus berubah menjadi tempat tontonan wayang orang. Kini beberapa gedung bioskop itu tutup berubah menjadi swalayan, mall dan gedung bank.
Gedung Bioskop Kresna Kota Magelang, halamannya sudah disewakan kepada seorang penjual pakaian dari Jawa Barat. Para taruna Akabri Kota Magelang tahun 70-an yang sempat menikmati tontonan bioskop di Gedung Bioskop Kresna diantaranya mantan Aslog Mabes TNI AD Mayjen Purn Kardiono, Mantan Pangab Jenderal Subagyo HS, Mantan Panglima TNI dan Mantan Pangdam IV Diponegoro Jenderal Purn Tyasno Sudarto dan Jenderal Fachrul Razi.
Semenjak tahun 1999, gedung bioskop ini sudah mangkrak. Bahkan, sempat ada tulisan di jual yang dibuat dari arang.
ERA dan ERA
Dulu bersama bioskop Rahayu, Mbayeman, Magelang dan Tidar Theatre. Kresna merupakan salah satu pilihan untuk menonton bioskop karena apa ?? di Bioskop ini ada balkon untuk menonton, jadi ada kelas Balkon layaknya nonton opera.
Sepertinya ada tambahan
biaya untuk menonton dari balkon ini. Saya paling senang nonton dari
balkon karena bisa melihat juga suasana penonton yang ada di bawah.
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Yang istimewa dari
bioskop di Magelang itu ada karcis kelas OSIS dan kelas ABRI. Kalau beli
karcis pake kartu OSIS atau kartu ABRI pasti ada potongan yang cukup
lumayan dan ini hanya ada di magelang, di kota2 lain ternyata tidak ada.
Nah dengan adanya karcis OSIS ini kartu OSIS menjadi sangat berharga,
dulu pernah sampai rebutan untuk dapat kartu OSIS dan pernah juga
memalsu kartu OSIS dengan mengganti foto`nya.. ha3 cuman buat nonton
bioskop.
Saya jadi teringat cerita bapak saya yang mengatakan bahwa dulu,bioskop
kresna adalah bioskop paling laris di jamanya,hal ini mungkin
dikarenakan karna harga tiket masuk bioskop yang relatif murah sehingga
bioskop ini sering digunakan oleh para pemuda-pemudi jaman dulu yang
sedang kasmaran untuk menghabiskan malam minggu sambil menonton film
yang diputar di bioskop,tak terkecuali bapak dan ibu saya
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto
Yang istimewa dari bioskop di Magelang itu ada karcis kelas OSIS dan kelas ABRI. Kalau beli karcis pake kartu OSIS atau kartu ABRI pasti ada potongan yang cukup lumayan dan ini hanya ada di magelang, di kota2 lain ternyata tidak ada. Nah dengan adanya karcis OSIS ini kartu OSIS menjadi sangat berharga, dulu pernah sampai rebutan untuk dapat kartu OSIS dan pernah juga memalsu kartu OSIS dengan mengganti foto`nya.. ha3 cuman buat nonton bioskop. Saya jadi teringat cerita bapak saya yang mengatakan bahwa dulu,bioskop kresna adalah bioskop paling laris di jamanya,hal ini mungkin dikarenakan karna harga tiket masuk bioskop yang relatif murah sehingga bioskop ini sering digunakan oleh para pemuda-pemudi jaman dulu yang sedang kasmaran untuk menghabiskan malam minggu sambil menonton film yang diputar di bioskop,tak terkecuali bapak dan ibu saya
Magelang Theater
Bayem Theater
Kalau menonton (film) itu ya di MT (Magelang Theater). Kalau di Tidar
(Tidar Theater) kadang ada kecoanya. Bayeman (Bayeman Theater) agak
miskin, suka ada tikusnya. Di Bayeman dan Tidar tak ada pendingin udara (air conditioner), dan penonton boleh merokok.
Era 1990an ini, oleh orang-orang film disebut sebagai masa mati surinya perfilman Indonesia. Bioskop-bioskop, termasuk di Magelang, dijejali tontonan impor, terutama film Hongkong dan Amerika. Film Indonesia umumnya yang menonjolkan adegan esek-esek “nanggung”. Aktor dan artis yang populer saat itu, misalnya, Reynaldi, Aldonna, Feby Renasari Lawrence, Inneke Koesherawaty, Ibra Azhari dan Malvin Shayna.
Teriakan juga pasti terdengar, kalau tiba-tiba layar padam karena
proyektor mengalami gangguan, tatkala film tengah berlangsung. “Woyyy, asuuu, celeeeng, bajingaaan…” Beberapa orang mengumpat, sambil menggebrak-gebrak kursi kayu. Gelapnya ruang bioskop, juga bisa jadi kesempatan bagi cowok dan cewek berciuman…
1. Bioskop Al Hambra
Bioskop Al Hambra (Alhambra) terletak di
Jalan Pahlawan Magelang (timur SMK Kristen/utara BNI 46). Bioskop ini
berdiri pada kisaran tahun 1920.
2. Bioskop Kresna
Bioskop Kresna terletak di pojok Jalan
Pemuda dan Jalan Sigaluh (awal kawasan Pecinan) dekat dengan kawasan Nol
Kilometer Magelang. Bioskop ini berdiri tahun 1955.
3. Bioskop Roxy (Abadi/Rahayu)
Bioskop Roxy terletak di timur Alun-Alun
Kota Magelang. Bioskop ini sempat berganti nama menjadi Bioskop Abadi
dan Bioskop Rahayu. Bekas bangunan bioskop beralifungsi menjadi Gardena
Dept. Store.
4. Bioskop Kartika
Bioskop Kartika terletak Jalan Ahmad Yani Magelang. Bekas bangunan bioskop beralifungsi menjadi Aula Kodim
5. Bioskop Mutiara
Bioskop Mutiara terletak di Jalan Medang
No. 17, Rejowinangun Utara, Magelang Tengah, Kota Magelang, 56117.
Bekas bangunan bioskop beralifungsi menjadi Aula SMU Negeri 3 Magelang.
6. Bioskop Rejowinangun
Bioskop Rejowinangun terletak di Jalan
Singosari No. 20, Tugu Wolu, Rejowinangun Selatan, Magelang Selatan,
Kota Magelang 56124. Bekas bangunan bioskop beralifungsi menjadi Gereja
Alfa Omega, Tugu Wolu.
7. Bioskop Globe (Ampera/Bhima)
Bioskop Globe terletak di Jalan Tidar
Rejotumoto No. 16 Magelang. Bioskop ini sempat berganti nama menjadi
Bioskop Ampera dan Bioskop Bhima Bekas bangunan bioskop beralifungsi
menjadi CIMB Niaga (Shopping Center).
8. Bioskop Bayeman
Bioskop Bayeman terletak di Jalan Tentara Pelajar Magelang.
9. Magelang Theatre
Magelang Theatre terletak di Jalan Ahmad Yani, Panjang, Magelang Tengah, Kota Magelang 56116
10. Tidar Theatre
Tidar Theatre terletak di Jalan Ahmad Yani, Panjang, Magelang Tengah, Kota Magelang 56116
11. Bioskop Arjuna
Bioskop Arjuna terletak di Muntilan, kabupaten Magelang.
PARAKAN
Wisnu Theater memanfaatkan sebuah bangunan yang awalnya diperuntukkan
sebagai gudang, maka kontur lantainya tidaklah seperti bioskop pada umumnya
yang berundak, namun datar saja. Banyak hal menarik seputar biskop Wisnu; di antaranya mengenai
penarifan tiket. Tarif tiket tempat duduk dikategorikan menjadi 3 kelas. Tempat
duduk kelas 1 yang paling mahal terletak paling belakang; kelas 2 dengan harga
menengah terletak di bagian tengah; sementara kelas 3 yang paling murah terletak
paling depan. Setiap kelas mempuyai pintu masuk dan keluar masing-masing. Tempat
duduk antar kelas dibatasi deretan kursi yang mepet dinding, sehingga penonton
yang membeli tiket kelas murah tak bisa beralih lokasi ke kelas yang lebih
mahal.
Mengapa kelas 1 paling mahal? Karena makin ke belakang pandangan dalam
menonton semakin nyaman. Tempat duduk favorit penonton adalah deretan paling
belakang, terutama bagi anak-anak atau orang yang bertubuh kecil. Kursi bisa dimajukan sedikit
dan diberi jarak kira-kira 10 cm dari dinding, nah, orang bisa duduk di atas bahu
kursi sambil bersandar pada dinding. Pandangan ke layar bebas merdeka, tidak
terhalangi kepala orang-orang di depannya.
Kursi yang ‘Geserable’
Kursi terbuat dari kayu dengan sandaran tangan; penutup jok dan
sandaran kursi terbuat dari anyaman rotan dengan bagian bawah berlubang. Acap kali
terjadi, jika kursi tak terlalu penuh, penonton yang biasanya anak-anak; membeli
tiket kelas dua atau kelas tiga. Ketika film diputar, dalam kegelapan diam-diam
mereka ndelosor ke lantai dan merayap
melalui bawah kursi, pindah ke kelas yang lebih mahal di bagian belakang.
Film umum biasanya terdiri dari dua gulungan seluloid. Sehingga
diperlukan dua proyektor, agar pergantian dari gulungan pertama ke gulungan
kedua bisa mulus tanpa jeda. Biskop
Wisnu Cuma punya satu proyektor, sehingga perlu jeda sekitar 10 menit untuk
mengganti gulungan film. Biasanya saat jeda ini digunakan penonton untuk menggunakan
toilet atau membeli jajanan. Terkadang ada juga yang memanfaatkannya sebagai
saat untuk ‘pindah kelas’; keluar dari pintu kelas dua, kemudian menyelinap masuk
lewat pintu kelas satu.
Yang Cekak Juga Bisa Menikmati
Hal unik lainnya, yang mungkin merupakan bagian dari promosi juga
adalah suara film yang tengah diputar itu disambungkan dengan pengeras suara
dari ruangan proyektor ke arah jalan. Jadi orang-orang yang lalu lalang di
jalan bisa MENDENGAR (bukan menonton) jalannya film.
Jajanan yang tersedia saat itu sangat terbatas. Hanya ada kacang rebus,
kerupuk rambak, bakwan berukuran mini, serta ketela goreng. Berbagai penganan
itu dibungkus dalam kertas koran yang
dibentuk menjadi kerucut.
Boleh Berpiyama atau Bersarung
Bagaimana dengan dandanan para penonton biskop masa itu? Tidak seperti penonton bioskop XXI yang mayoritas
berdandan rapi, penonton Wisnu Theater lebih memilih mengenakan pakaian santai
seperti piyama ataupun sarung.
Satu hal yang harus diwaspadai, perlu membawa kertas koran untuk
melapisi tempat duduk; karena sebagian besar kursi beralas rotan tersebut
disarangi kutu.
Promosi Film Naik Becak Diiringi
Tabuhan Drum
Yang tak terlupakan dan mungkin tak terbayangkan oleh generasi yang
lahir belakangan; adalah metode promosi film bioskop untuk menjaring calon
penonton. Saya ingat dengan jernih, masa itu poster-poster film yang
sedang/akan diputar dipasang di bagian
depan becak, atau dibawa berjalan kaki keliling kota oleh para pegawai biskop.
Poster film yang dimaksud adalah lukisan di atas terpal berukuran
kira-kira 150x 70 cm.
Poster dibawa berkeliling kota didampingi seorang penggebuk drum; yang
kemudian pada periode berikutnya digantikan oleh rekaman suara narator yang
membacakan promosi film dengan ditingkahi ilustrasi musik pada latar belakang.
Narasi promosi film tersebut menggunakan baik Bahasa Jawa maupun Bahasa
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar