Rabu, 22 Juli 2020

BOGOR Buitenzorg, BIOSCOOP

CINEMA GLORY
Een Bioscoopgebouw in Buitenzorg

Biokop Glory

Dahulu mungkin itu adalah bioskop yang paling ngetop di Kota Hujan. Film-filmnya bervariasi, mulai dari film laga, seperti Jaka Sembung sampai film-film Hollywood meski telat diputar jika dibanding dengan negara-negara tetangga. Namun, kita tetap menikmatinya.


Kita ingat saat itu belum ada layar digital, yang ada cuma proyektor kuno yang kadang-kadang rol filmnya ‘pagujut’ alias kusut hingga kadang-kadang film terhenti di tengah jalan, kemudian tidak lama Anda akan mendengar sorakan penonton yang kecewa. Saya ingat dalam film laga, penonton akan bersorak “horeeee…,” jika penjahatnya kena tonjok. Aneh memang, tapi demikianlah karakter penonton zaman dahulu.

Selain Ramayana, sebetulnya ada beberapa bioskop lain di Bogor yang masih tergolong lumayan di zamannya. Beberapa bahkan masih eksis, walau cuma tinggal bangunannya, seperti halnya bioskop Presiden di Jalan MA Salmun yang sempat menjadi pasar dadakan sebelum ‘dihabisi’ oleh Wali Kota Bogor yang sekarang.

Ada juga bioskop Bogor Theater yang ada di seberang Kebun Raya, tepatnya di muka Jalan Surya kencana. Dulu harga tiketnya cuma Rp 75, lalu naik menjadi Rp 300 pada tahun 1980-an. Di bagian tengah jalan, lalu di Jalan Ranggagading, ada juga Bioskop Ranggagading atau lebih dikenal dengan Bioskop City. Lalu di ujung selatan Suryakencana ada Bioskop Park atau lebih dikenal dengan sebutan Bioskop Sukasari. Ini termasuk bioskop kelas elite karena era 1970-an itu harga tiketnya paling mahal, yakni Rp 250. Sekarang, gedung-gedung bioskop itu tinggal sejarah. Bioskop Ranggagading sudah dirobohkan, tinggal menyisakan tembok depannya. Sementara BT sudah digusur dan berubah menjadi pusat pertokoan Plaza Bogor.

Bioskop Ganggagading



Yang terakhir yang selalu kita ingat adalah setiap akan ada pemutaran film baru, biasanya akan ada mobil los bak yang dilengkapi dengan mikropon raksasa yang mengumumkan tentang pemutaran film yang akan ditayangkan di bioskop. Lalu pengemudi losbak beserta orang yang berkoar-koar melalui mikrophone itu akan menghambur-hamburkan kertas berisi gambar adegan-adegan yang paling lebay dalam film yang akan dipromosikan sambil berteriak keras “saksikanlah…saksikanlah…di bioskop kesayangan anda!”

Di Bogor antaranya adalah Bioscoop Capitol dan Bioscoop Park dekat pecinan. Lokasi Bioscoop Park berada di Handels Straat yang sekarang menjadi Jalan Siliwangi. Sebelum bioskopnya musnah namanya sempat diganti menjadi Bioskop Sukasari. Sedangkan Bioscoop Capitol berada di jalan yang menghubungkan antara Jalan Siliwangi sekarang dengan Jalan Bondongan. Jalan itu hingga kini dikenal dengan nama Gang Aut. Aut bisa jadi diambil dari bahasa Belanda yaitu Out yang artinya adalah keluar.


Film-film bollywood tahun lima puluhan yang dibintangi oleh Raj Kapoor, Nargis, Nutan, Dev Anand, Dilip Kumar, Meena Kumari dan Mala Sinha juga sempat ngetop ditayangkan di Bioscoop Maxim yang berada di Tjikeumeuh weg atau yang sekarang menjadi Jalan Merdeka. Dahulu Bung Karno pernah berpidato di halaman Bioscoop Maxim untuk menggelorakan api revolusi kepada rakyat di kota Bogor. Dan sejak itulah warga Bogor menyebutnya sebagai Bioskop Presiden.

Pada tahun delapan puluhan bekas gedung Bioscoop Maxim yang berada dekat dengan Gang De Leau atau yang sekarang menjadi Gang Menteng. Oleh seorang pengusaha India dari suku Sikh, bekas bioskop maxim itu dibuka kembali dan namanya dirubah menjadi Presiden Theatre dengan tetap memutar film-film bollywod era kejayaan aktor Amitabachan dan Hemamalini. Nama maxim masih tetap eksis karena orang-orang menyebut jalan disamping bekas Presiden Theatre itu sebagai gang maxim.

Dahulu sebelum ada tape recorder atau sekarang lebih mutkahir lagi dengan menggunakan perangkat audio yang bertekhnologi tinggi, alat untuk mendengarkan musik adalah dengan menggunakan piringan hitam, itupun tidak banyak yang memilikinya karena berharga mahal. Para pemuda peranakan Arab di Empang sangat menggemari lagu-lagu dari Hindustan, karena itu siapa saja yang menghafal lagu-lagu india yang lagi hits maka akan didaulat untuk dinyanyikan dalam pentas orkes musik melayu kala ada pesta hajatan. Acang dan Uceng Adoy yang masing-masing bernama asli Hasan Baraja dan Husen Bafadol, keduanya bahkan di ongkosi tiket masuk bioskop untuk menonton setiap ada pemutaran film india terbaru dan bisa berhari-hari hingga pemutaran film selesai di tayangkan hanya untuk diminta menghafal lagu-lagu terbaiknya.

Di dekat Jembatan Merah yang berada di Bantammer weg atau kini menjadi Jalan Kapten Muslihat terdapat Bioscoop Central yang setelah Indonesia merdeka namanya dirubah menjadi Bioskop Taruma. Disamping Bioscoop Central ada jalan yang juga dinamakan Bioscoop weg, jalan tersebut menghubungkan  Gasfabriek Weg karena ada Pabrik Gas disana, sekarang menjadi Jalan MA Salmun. Warga Bogor hingga tahun delapan puluhan masih menyebutnya dengan nama Gang Bioskop. Kini nama itu berikut bioskopnya sudah hilang, nama jalannya sudah berubah menjadi Jalan Mayor Oking Djajaatmadja. Dipakainya nama itu oleh Pemerintah adalah untuk mengenang dan menghormati jasa salah seorang pahlawan kota Bogor yang kediamannya bertetangga dekat dengan keluarga penulis di Biscoop Weg. Dahulu di Gang Bioskop suasananya sangat asri dan rimbun dengan deretan pohon-pohon kenari besar disepanjang jalan dan sangat jarang dilalui kendaraan yang lalu lalang, kecuali becak dan gerobak-gerobak yang ditarik kuda pengangkut bahan-bahan bangunan, salah satunya berasal dari toko bahan bangunan HA BATARFIE.

Tidak jauh dari Bioskop Taruma yang berada dekat dengan jembatan merah di ujung depan Gang Mantarena ada Toko Bombay yang menjual barang-barang klontong milik keluarga India totok beragama Hindu. Dahulu diatas tokonya masih terdapat ornamen khas India tapi kini hilang karena pemerintah kota tidak menjadikannya bangunan pertokoan tua yang berada di kawasan lama devris tersebut sebagai cagar budaya yang layak untuk dilindungi. Devris sekarang menjadi icon wisata kuliner malam di Kota Bogor yang buka hingga menjelang pagi, jajanan utamanya adalah bubur ayam dan doclang khas Bogor. Doclang di Empang adalah lontong sayur, sedangkan doclang di devris adalah lontong atau pesor yang dalam bahasa sunda adalah sejenis buras (sunda;lontong) berukuran besar tanpa isi yang dibuat dengan cara direbus seperti pembuatan ketupat yang menggunakan pembungkus dari daun patat. Pesor itu kemudian disirami bumbu kacang tanah berempah serupa bumbu gado-gado, tahu, kentang dan telor rebus yang ditaburi bawang goreng dan kerupuk. Pada umumnya di Jawa Barat nama makanan ini disebut lotek. Para penjual doclang di Bogor berderet disepanjang jalan sesudah jembatan merah atau di depan toko terang sekarang. Dahulu toko terang namanya Apollo, salah satu toko fashion masa kejayaannya jembatan merah sebagai pertokoan elit orang-orang kaya di buitenzorg.

Mutian adalah nama seorang totok asal Hindustan beragama Hindu yang membuka usaha Pangkas Rambut di Park weg. Ia beristrikan peranakan cina yang memperkerjakan beberapa orang tenaga tukang cukur. Konon Barber Shop miliknya adalah termasuk barber shop tua di Bogor yang menjadi langganan Bung Karno. Lokasinya nerada persis di dekat wihelmina park atau warga bogor menyebutnya dengan kebon kembang. Kini bekas wihelmina park sebagiannya menjadi Taman Ade Irma Suryani dan Masjid Agung Pasar Anyar. Sedangkan nama Park weg diganti menjadi Jalan Dewi Sartika, nama pahlawan wanita dari Jawa Barat. Bekas Barber Shop milik Mutian yang di sewa dari keluarga Al-Idrus itu sudah beralih menjadi milik keluarga Thalib dan berdiri salah satunya Toko Sumber Baud. Meski Mutian seorang Hindu tapi Ia berhubungan erat dengan pendatang muslim asal Pakistan, Ia berteman akrab dengan Alladad Khan.

Dahulu di sekitar pabaton dan lebak pilar juga banyak dijumpai para pendatang dari Hindustan yang menetap disana. Tapi sayangnya penulis belum sempat melakukan penelusuran jejak dan keberadaan generasi mereka. Menurut keterangan Mahmud Khan anak sulung Alladad Khan, Ia sering menemani abah (ayahnya) mendatangi rumah mereka, terutama yang rumahnya berada dekat dengan kediaman salah seorang tokoh Bogor Ishak Djuarsa, sekarang berada di kawasan Air Mancur Jalan Sudirman yang dulunya adalah Witte Pall atau Pilar Putih sebagai titik triagulasi primer Pulau Jawa yang dibangun oleh Gubernur Jenderal DJ De Eerens. Karena itulah orang-orang menamakan kampung yang berada dibawah jalan boulevard itu dengan sebutan Lebak Pilar.

Di kawasan pecinan Jalan Pedati Bogor ada toko milik totok Hindustani yang menjual rempah dan bahan obat-obatan.Pemiliknya adalah Tabib Ismail bin Najamuddin kelahiran punjab 1894. Ia belajar mempelajari cara pengobatan klasik menggunakan racikan rempah-rempah dari negeri asalanya di India.

Tabib Ismail tiba di Buitenzorg bersama seorang keponakan laki-lakinya dari Hindustan dan kemudian berniaga dengan membuka toko permadani dan permata di Pasar Baru Bogor. Tapi Usahnya itu tidak berlangsung lama karena musibah yang menimpanya.Ia-pun kemudian beralih profesi sesuai keahlian yang dimilikinya dengan menjadi tabib dan membuka toko yang menjual rempah dan obat-obatan di Jalan Pedati yang berada dalam kawasan pertokoan di pecinan Bogor.

Tabib Ismail menikahi Halimah gadis peranakan Hindustan anak pendatang asal Madras Tuan Muhammad yang sempat tinggal di Groote weg, sekarang menjadi jalan Jenderal sudirman. Sejak menikah sebelum tinggal di Jalan Pedati, Ia dan istrinya sempat tinggal di Empang di dekat sungai cisedane dan kemudian pindah di dekat dam atau Pintu Air Pulo Empang. Tabib Ismail wafat di Bogor dan dimakamkan di TPU Dreded pada akhir tahun 1964.



GALAXY


Ada sebuah gedung bioskop yang kini sudah tak terpakai, yang kini telah menjadi gedung tua di Jalan Raya Tajur, Kelurahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor Jawa Barat. Bekas Gedung Galaxy Theatre itu kini menjadi bangunan yang tak terurus, kini masih menyimpan misteri.  
Sejumlah kayu, besi dan kaca terlihat berserakan di lantai dekat loket pembelian tiket. Sementara, tiga kursi panjang yang biasa digunakan pengunjung untuk menunggu dimulainya film diputar, tampak kusam dan rusak.

Suasana pengap mulai terasa ketika memasuki ruang studio. Mulai studio 1 hingga 5, kondisinya tak jauh berbeda. Lantai karpet yang telah terlepas terlihat berserakan. Sejumlah galon air mineral juga tampak berserakan.

Menurut Abah Darmo (59), penjaga gedung bioskop tua itu, menceritakan, sejak dibangun pada pertengahan 1978, Galaxy Theater telah menyimpan aroma mistis. Pasalnya gedung itu dibangun di atas lahan bekas pemakaman Tionghoa dan rawa.

Bahkan, di masa pembangunannya, salah seorang pekerja jatuh dari atap. Tak hanya itu, saat beroperasi, banyak keganjilan yang muncul, mulai dari karyawan yang kesurupan hingga penampakan makhluk halus.

"Di sini banyak setannya," kata Mbah Darmo sambil menunjuk lorong-lorong studio.

Ia menceritakan, Mbah Darmo pernah ditampakkan sosok makhluk halus dengan wujud seperti wanita keturunan Tionghoa menggunakan jubah berwarna merah yang tiba-tiba muncul.

Tak hanya itu, ia melanjutkan, ada sesosok hantu berwujud wanita cantik yang mengenakan pakaian serba putih. Makhluk ini selalu mengajak kencan setiap orang yang ditemuinya lewat mimpi. Hampir setiap orang yang tidur di tempat itu mengalami mimpi yang sama dengan sosok wanita yang sama pula.

"Setan ceweknya doyan banget ngajak kencan, tapi hanya lewat mimpi. Anehnya dengan orang (sosok makhluk wanita-red) yang sama, siapapun yang mengalaminya," katanya.

Ada pula yang pernah menjumpai sosok anak kecil mirip tuyul. Katanya, anak itu sangat pandai memanjat dinding. Tak hanya itu, hantu kuntilanak juga sering muncul di belakang gedung. 

“Di sini terkenal hantu cewek yang suka ngajak main seks,” katanya.

BIOSKOP ATOM


Bioksop Atoom yang berlokasi di Desa Citeureup RT 03/01, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Dahulu, bioskop ini begitu ramai dikunjungi masyarakat pada zamannya. Eksistensi bioskop rupanya tak bertahan lama, tak sampai 20 tahun, Bioskop Atoom menutup diri untuk penonton pada tahun 1998.

Menurut Sejarawan Kabupaten Bogor, Hendra M Astari, Bioskop Atoom sudah tidak beroperasi 21 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1998. Hal ini dikarenakan krisis moneter yang melanda Indonesia kala itu. “Sejarahnya juga saya pikir belum lama, yang pasti pas kita terkena krismon tahun 1997, bioskop itu tak mampu lagi beroperasi tahun 1998,” kata Hendra ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (30/10/2019). Bioskop Atoom merupakan bioskop pertama yang berdiri di kawasan Citeureup. Barulah kemudian bermunculan bioskop-bioskop baru seperti Surya Kencana di Sindangbarang, Margajaya di Dramaga, dan masih banyak lagi. “Ya, di kawasan Citeureup, bioskop Atoom yang pertama berdiri,” tambahnya.

Ia melanjutkan, saat itu keadaan ekonomi Indonesia memaksa banyak pekerja untuk diputuskan hubungan kerjanya atau di-PHK. Ini mengakibatkan tempat hiburan banyak seperti bioskop banyak yang tutup karena kekurangan penonton. Jika bicara sejarah Bioskop Atoom, Hendra mengaku belum mengetahui pasti soal sejarah berdirinya bangunan ini. Namun, yang ia ketahui, bioskop ini mulai beroperasi sekitar tahun 1980-an. Kemudian diiringi bioskop-bioskop baru lainnya. “Seperti halnya di daerah pinggiran Bogor yang lain, banyak juga bermunculan bioskop-bioskop baru. Di Sindangbarang ada bioskop Surya Kencana, di Dramaga ada bioskop Margajaya dan seterusnya,” ujarnya. Meski begitu, kondisi dari bioskop-bioskop lainnya di sekitar Citeureup juga mengalami hal yang sama yaitu menutup operasionalnya. Namun, perbedaannya, bioskop-bioskop itu tetap berdiri dan beralih ke bidang usaha, tidak seperti Bioskop Atoom yang dibiarkan terlantar. “Sama tutup juga, akhirnya beralih bidang usaha. Tidak seperti bioskop Atoom yang terlantar dalam jangka waktu yang lama,” ujar Hendra. Tak hanya di Kabupaten Bogor, dalam Kota Bogor pun banyak juga bioskop tua yang berguguran seperti President Theater, Bioskop Nasional, Ramayana, Bogor Theater, Ranggagading, Sukasari. Hendra mengatakan bahwa saat ini bioskop yang tersisa di Bogor hanya jaringan 21. Menurut Hendra, terbengkalainya Bioksop Atoom bukan tanpa alasan. Ia mengatakan ada dua alasan mengapa bioskop ini dibiarkan terbengkalai begitu saja.

“Pertama, karena pemiliknya tidak punya kemampuan untuk beralih usaha. Kedua, tidak ada investor lain yang membelinya,” jelasnya. Lebih lanjut Hendra menambahkan, kemungkinan para investor yang berminat terhadap bangunan bioskop ini mempertimbangkan lokasinya yang dianggap kurang menguntungkan. Alasan lainnya menurut Hendra yaitu, sejak awal berdirinya, bioskop ini sudah harus bersaing dengan siaran televisi yang waktu itu kepemilikan televisi mulai marak di rumah-rumah penduduk. “Dan setiap malam minggu TV selalu menayangkan film-film yang ditunggu oleh pemirsanya dengan tajuk: film cerita akhir pekan. Lalu saat itu juga masih marak penayangan film layar tancap, baik yang dikoordinir oleh perusahaan jamu atau Bayern, maupun dilakukan sendiri oleh masyarakat saat hajatan,” jelasnya. Tambahan lainnya, bioskop ini juga harus bersaing dengan bioskop kelas misbar atau akronim dari gerimis bubar. Hendra merasa aneh jika bioskop ini dibiarkan begitu saja, padahal bioskop ini sama saja seperti bioskop-bioskop lainnya mulai dari desain, dan fasilitas yang ada kala itu. “Dari sisi desain sih biasa saja, seperti halnya bioskop-bioskop yang lain,” tutup Hendra.

Makhluk halus yang menempati tempat yang sudah tidak lama dihuni seringkali menjadi cerita-cerita mistis warga sekitar. Tidak hanya terkenal angker, biasanya keberadaan mereka juga mengganggu orang yang berkunjung ke tempat tersebut.

Dengan wujud yang beragam, mereka juga menampakkan diri dan mencoba berkomunikasi dengan siapapun yang bisa mendengar mereka. Biasanya dengan komunikasi gaib ini sosok hantu banyak bercerita mengapa mereka berada di sini dan mengapa mereka tewas.

Banyak cerita soal keangkeran suatu tempat membuat lokasi tersebut menjadi terkenal dan akhirnya dijadikan salah satu lokasi untuk uji nyali. Beberapa acara TV misteri pun seringkali menyambangi tempat-tempat yang memiliki cerita hantu tersebut.

Dikutip brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (1/3) sebuah bioskop yang terletak di daerah Citeureup, Bogor ini menyimpan kisah mistis yang sangat mencekam. Penampakan sosok sundel bolong pun sering terlihat di salah satu kursi penonton bioskop yang sudah tidak digunakan lagi ini. Seperti apa? Simak selengkapnya sebagai berikut.

Diketahui, Bioskop Atoom ini sudah terbengkalai sejak tahun 1998. Seisi bioskop ini pun dibiarkan begitu saja tanpa ada pihak yang mengurusnya lagi. Sejak berhenti beroperasi Bioskop Atoom pun mulai banyak menimbulkan cerita-cerita mistis seperti penampakan noni Belanda, segerombolan tuyul hingga sundel bolong.

Menurut cerita warga sekitar, dulu pernah ada gadis belia yang menggugurkan kandungannya di dalam bioskop ini dan janinnya diletakkan di bawah kursi bioskop. Gadis ini ditemukan tewas setelah pendarahan dan akhirnya meninggal dunia. Paranormal wanita bernama Sara Wijayanto juga pernah mendatangi tempat tersebut dan mencoba berkomunikasi dengan makhluk di sana.

Tak hanya pengalaman dari Sara Wijayanto tentang gadis yang aborsi, beberapa tim yang biasa disebut pemburu hantu juga sempat mendatangi bioskop yang sudah tidak dihuni ini. Simak selengkapnya di foto-foto berikut.


BIOSKOP SEMPLAK

Di Kampung Lebak Pilar
Bioskop pertama terletak di ujung Jalan Suryakencana, berseberangan dengan Kebun Raya Bogor. Namanya bioskop Bogor Theater atau biasa disingkat BT. ”Bioskop ini ditonton kalangan China dan pribumi. Dulu harga tiketnya cuma Rp 75, terus naik jadi Rp 300 pada tahun 1980-an,” ungkap Usman. Di bagian tengah Jalan Suryakencana, di Jalan Ranggagading, terdapat Bioskop Ranggagading atau lebih dikenal dengan Bioskop City. Lalu di ujung selatan Suryakencana ada Bioskop Park atau lebih dikenal dengan sebutan Sukasari. Ini termasuk bioskop kelas elite karena era 1970-an itu harga tiketnya paling mahal, yakni Rp 250. Sekarang, gedung-gedung bioskop itu tinggal sejarah. Bioskop Ranggagading sudah dirobohkan, tinggal menyisakan tembok depannya. Sementara BT sudah digusur dan berubah menjadi pusat pertokoan Plaza Bogor. Jembatan Merah Setelah kawasan Suryakencana, pusat keramaian Bogor lainnya adalah kawasan Jembatan Merah. Bintang film dan model Henidar Amroe (46) masih ingat betul bagaimana ia menghabiskan masa kecil di kawasan Jembatan Merah. ”Ada toko sepatu Sri Sura. Ada Toko Lowi yang jualan segala rupa, dari baju sampai mainan. Saya kalau beli boneka di situ,” kenang Henidar yang sejak lahir tinggal di Jalan Merdeka, Bogor, Jawa Barat, itu. Henidar juga masih ingat sering diajak ibunya berbelanja ke Pasar Anyar dan Pasar Mawar, atau bermain bersama keluarga di Taman Topi. ”Belum ada mal atau supermarket. Lihat toko bertingkat saja udah heboh, he-he- he. Waktu itu yang punya toko kebanyakan orang Arab,” kenang Henidar. Namun, semua itu kini sudah berubah. Jalanan di pusat kota yang dulunya hanya diisi delman dan bemo, kini penuh sesak dengan angkot. Pasar Mawar sudah digusur, Pasar Anyar dipindah. Dan beberapa makanan favorit Henidar kecil sudah makin jarang didapatkan. ”Dulu ada asinan Lowi yang pakai oncom hitam dan daun antanan, sekarang sudah enggak ada. Terus ada kue bandros, susah juga nyari-nya sekarang,” ungkapnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dari Suryakencana ke Jembatan Merah", https://nasional.kompas.com/read/2008/05/04/01285757/dari.suryakencana.ke.jembatan.merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar