Sabtu, 20 Agustus 2011

TJAN ID

 Trims koreksinya langsung dari suhu Tjan ID sekaligus kiriman fotonya


Tjan Ing Djoe, spesialis karya Khu Lung. Tjan Ing Djoe lebih dikenal dengan Tjan ID. Dari jumlah buku yang pernah disadur atau diterjemahkan dari bahasa aslinya, Tjan ID menerjemahkan tidak kurang dari 93 judul yang setara dengan hampir 2.188 jilid cerita silat. Lahir pada 1949, pernah masuk sekolah dasar Tionghoa 6 tahun. Ibunya guru sekolah Tionghoa. Sesudah sekolah Tionghoa ditutup, Tjan pindah ke sekolah Indonesia. Setelah lulus SLTA, ia masuk perguruan tinggi di Semarang. Tjan mulai menerjemahkan cerita silat di usia 19 saat kuliah di Fak. FISIP Universitas Diponegoro Semarang. 

Pada awal karier penulisannya Tjan banyak dibantu oleh OKT yang juga mengajarinya teknik menerjemahkan dari bahasa Cina.

"Karya terjemahan saya yang pertama bukan Golok Kumala hijau di tahun 1974, tapi "Tujuh Pusaka Rimba Persilatan" di tahun 1969. Selain OKT, pertama kali menulis saya banyak belajar dari Kho Ping Ho, sering saya datang ke villa nya di Tawangmangu untuk menimba ilmu darinya. Terima kasih atas perhatiannya : koreksi dari suhu Tjan ID "

Tjan ID juga seorang yang unik. Tak seperti para penerjemah lainnya, walau produktif, Tjan tidak pernah memakai kertas karbon ketika mengetik untuk naskah terjemahannya. Akibatnya ketika gelora penerjemahan cerita silat kembali muncul, Tjan ID harus kehilangan sebagian besar naskah karyanya yang hilang atau habis dimakan rayap. 

Sekitar 20 karya Khu Lung telah diterjemahkannya sekaligus membawanya sebagai penerjemah spesialis karya Khu Lung. Ia terkenal sebagai penerjemah yang sangat setia pada naskah aslinya. Karya terjemahan cerita silat terakhirnya baru saja diluncurkan Oktober ini atas kerja sama dengan Masyarakat Tjersil, berjudul Bunga Pedang, Embun Hujan, Kanglam, masih terjemahan dari karya Khu Lung. yang terakhir Pedang Tetesan Air Mata, terbitan 1982. Karya terjemahannya ada 7-80 buah, termasuk karya-karya yang ditulis oleh Qm Hong, Gu Du Hong, Wo Long Sheng, dan Chen Jing Yun. Namun, di antaranya masih karya Gu Long yang terbanyak.
 
Ada yang mengatakan, terjemahan Tjan I.D. masih sangat banyak mengandung unsur bahasa Tionghoa. Oleh sebab itu, pembacanya yang begitu banyak adalah orang keturunan Tionghoa yang masih menguasai sedikit bahasa Tionghoa. Bagi orang yang sudah tidak mengenal bahasa Tionghoa akan mengalami sedikit kesulitan membaca karya terjemahan Tjan I.D. Pada kenyataannya, Tjan I.D. pernah selama enam tahun mendapat pendidikan sekolah lanjutan Indonesia. Jadi, penggunaan bahasa Indonesianya tidak lemah. Dibandingkan dengan karya Oey Kim Tiang, bahasa Tjan lebih mendekati bahasa Indonesia membuat terjemahannya lebih dekat dengan pembaca muda. Akan tetapi, bahasa terjemahan Tjan sering memakai terlalu banyak istilah Tionghoa, lagipula ditambah dengan masalah penerbitnya yang tidak mementingkan kualitas (misalnya, cetakan dan tanda-tanda baca yang tidak jelas, seakan-akan seperti tidak melalui proses "editing"). Tetapi masalah penerbitan bukan kesalahan Tjan. 

Saat ini Tjan ID tinggal di Semarang. Kini ia berkarya lagi untuk mengangkat kembali popularitas cerita silat di tanah air. Sembari menerjemahkan, ia sibuk beternak ayam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar