LUPUS
TANGKAPLAH DAKU KAU KUJITAK
TANGKAPLAH DAKU KAU KUJITAK
Dari novelet laris (awalnya dimuat bersambung di majalah Hai) berjudul sama untuk kalangan remaja, yang memiliki kemiripan dengan gaya Warkop, yaitu gabungan dari berbagai lelucon, namun disajikan dengan gaya remaja yang sedang "in" pada saat ditulis, apalagi tokoh-tokohnya pun remaja. Karena larisnya bukunya, Hilman juga menjadi sangat populer di kalangan remaja. Apalagi, tokoh noveletnya itu adalah personifikasi dari dirinya sendiri. Judul novel dan film seolah parodi dari film "Kejarlah Daku Kau Kutangkap", tapi parodi itu cuma pada judul saja.
Lupus sangat cocok buat budaya anak muda Indonesia, yang sederhana, cinta keluarga dan sayang pada teman, suka naik bis kota, makan permenkaret, dan juga selalu duit tidak punya. Inilah gambaran remaja SMA saat itu. Berbeda dengan Boy yang sangat mewah, tetapi segi dari film memamng harus menampilkan impian idola anak muda seperti boy yang dimana itu adalahan hanya mimpi, karena tidak semua anak remaja di Jakarta atau di Indonesia seperti boy yang kaya raya. Tetapi Lupus, lebih merakyat, bisa masuk sampai ke daerah-daerah Indonesia, karena Lupus adalah cermin bagi remaja SMA saat itu, bukan sebuah Mimpi. Tetapi yang paling mengganjal adalah tata bahasa yang dipakai dalam film ini, yang memakai bahasa prokem anak muda Jakarta, mungkin didaerah kurang paham, tetapi tata pahasa anak muda Jakarta itu menjalar sampai ke daerah yang sering menggunakan tata bahasa anak muda Jakarta seperti Lupus.
Tentu yang menarik disini selain ceritanya mengalir seperti dalam bukunya, yang terpenting adalah siapa tokoh yang main dalam film itu. Ryan Hidayat sangat sisukai anak muda saat itu. Sehingga memasang Ryan Hidayat membuat sosok Lupus itu hidup dari komiknya. Sedamngkan tokoh yang lainnya bisa di maklumi oleh penontonnya. Tetapi yang terpenting sosok Lupus itu lah. Beberapa seri film ini mengalami pergantian pemain, berarti LUPUS memang tokoh imajinasi penulis, sulit untuk menterjemahkannya ke media nyata.
Synopsis Film
Lupus (Ryan Hidayat) adalah pelajar SMA Merah-Putih yang aktif menulis sebagai wartawan sebuah majalah, senang mengunyah permen karet, cuek, dan sangat jahil. Ia mengganggu siapapun, temannya, ibunya, adiknya, kepala sekolah, orang yang baru dikenalnya. Kejahilannya ini lebih bernada humor daripada menyakiti dan berniat jahat. Ada maksud baik sesekali dalam candanya itu. Sifat-sifat inilah yang bisa dianggap mewakili remaja pada era 80-an. Pada film ini, dikisahkan hubungan pacarannya dengan Poppy (Nurul Arifin) yang seolah "off" dan "on" terus-menerus. Dalam jalur kisah ini, ditampilkan kejahilan Lupus dalam hidupnya sehari-hari, baik di rumah, sekolah maupun di jalanan. Tidak ada jalur lurus, ceritanya yang berjalan ke sana ke mari.
P.T. ELANG PERKASA FILM
P.T. ELANG PERKASA FILM
RYAN HIDAYAT NURUL ARIFIN AGYL SHAHRIAR SEPTIAN DWICAHYO ANDREAS PANCARIAN GITO GILAS FIRDHA RAZAK TATIEK WARDIONO HENKY SOLAIMAN RIA IRAWAN |
NEWS 05Januari 1991
Setelah menonton film Catatan Si Boy I-IV, saya merasa bahwa film itu kurang mewakili sosok remaja Indonesia pada umumnya. Film itu terlalu mengeksploatasi kemewahan. Dengan ketampanan dan harta yang dimiliki ayahnya, seakan-akan si Boy dapat memiliki segala apa yang diinginkannya. Sehingga penonton yang rata-rata dari kalangan remaja -- yang ekonominya kurang mampu hanya bisa ngiler dan melamun "andaikan ia bisa seperti si Boy". Bertolak belakang dengan sosok Lupus yang ada dalam film Kejarlah Daku Kau Kujitak, Makhluk Manis Dalam Bis Kota, dan Topi-Topi Centil. Sosok Lupus dalam film-film ini ternyata lebih mewakili sosok remaja Indonesia pada umumnya. Dengan gaya yang tidak terlalu wah, dan berangkat dari kehidupan keluarga yang sederhana, tapi cukup terkenal di kalangan SMA Merah Putih. Tampaknya, Lupus lebih perlu diteladani, karena Lupus tidak mau menyusahkan ibunya yang janda itu. Dengan bekerja sambil sekolah, walau hanya sebagai wartawan free lance pada sebuah majalah remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar