WIM UMBOH
Lewat Perkawinan, Wim meraih tiga Citra, sebagai sutradara, penulis skenario dan editor. Perkawinan itu juga bikin rekor dengan memborong 8 Piala Citra dan baru bisa "kalah" oleh Ibunda-nya. Teguh Karya yang dapat 9 Piata Citra pada FFI 1986. Walau "resmi"nya adalah sutradara, tetapi ia cetak terbanyak meraih Citra jusrru sebagai edi¬tor (lima). Empat lainnya lewat Cinta {FFI 1979), Sesuatu Yang Indah (FFI 1977), Pengemis dan Tukang Becak (FFI 1979) dan Secawan Anggur Kebimbangan (FFI 1986). Jarang orang yang punya jiwa kepeloporan dan semangat yang tak kunjung padam seperti dia. Waktu-waktu terakhirnya di dunia diabadikan dengan masuk Islam mulai 1983, lalu bikin Pengantin Remaja (1991) serta sinetron Pahlawan Tak Dikenal (1995) dan sedang mempersiapkan sinetron Apsari.
Wim Umboh lahir di Wauilinei, Sulawesi Utara, pada tanggal 26 Maret 1933. Meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 24 Janauri 1996. Beragama Islam. Pendidikan : SLA, Penataran Sinematografi di Francis (1963).
Sutradara yang yatim-piatu sejak 8 tahun ini pertama-tama mengenal dunia film lewat wartawan Boes Boestami hingga ia bisa kerja jadi tukang sapu di Studio Film Golden Arrow (Panah Mas). Karena sejak kecil sudah dianggat jadi anak angkat seorang dokter (Liem), dan "dapat" nama Cina Liem Yan Yung ia sudah lancar bahasa Mandarin. Ia kerja "serabutan" pada bosnya Chok Chin Hsin/alias CC Hardy. (1907-1987) jadi "penerjemah" untuk kepentingan pemain dan karyawan film. Maka studio milik Mr. Chok inilah yang sebetulnya bisa disebut Akademi Sinemarografi Wim yang utama. Dari situ ia bisa belajar semua hal tentang film dan dia bilang "Kalau orang mengarakan guru saya adalah Mr. Chok itu memang betul".
Nama Wim sebagai sutradara tiba-tiba muncul ketika ia menghasilkan film Dibalik Dinding (1955) dan Terang Bulan Terang Di Kali (1956) berdasarkan tulisan S.M. Ardan. Tenaga yang penuh harapan ini lalu mendirikan perusahaan sendiri, Aries Film, bersama Any Mambo (1912-1973) dengan produksinya yang pertama Istana Jang Hilang (1960). Dari pernikahan pertama dengan R.O. Unarsih pada 1956, lahirlah anak perempuan yang diberi nama Maria Umboh pada 1957. Anak itulah yang dijadikan bintang utama salah satu film larisnya, Bintang Ketjil (1963). Film-film yang dihasilkannya lewat perusahaannya sendiri bisa dibilang merupakan langkah-langkah berani dalam dunia perfilman di Indonesia. la orang pertama yang membuat film Cinemascope dan berwarna (Sembilan, 1967) lalu buat film 70 mm pertama dengan tata suara stereo dalam Mama (1972). Kalau bisa dibilang ia adalah kombinasi dari "senimannya" Usmar Ismail (1921-1971) dan jiwa "industriawannya" Djamaludin Malik (1917-1970). Karyanya cukup laku di pasaran, tapi juga bisa di pertanggung jawabkan nilai artistiknya. Dua kali berturut karyanya terpilih sebagai film terbaik Senyum Dipagi Bulan Desember (FFI 1975) dan Cinta (FFI 1976). Sementara itu membentuk juga pasangan romantis kedua setelah Rd. Moehtar -Roekiah (Terang Bulan, 1973), yakni Sophan Sophiaan dan Widyawati dalam Pengantin Remaja (Film Terbaik Festival Film Asia, 1971) dan Perkawinan (Film Terbaik FFI, 1973).
Sutradara yang yatim-piatu sejak 8 tahun ini pertama-tama mengenal dunia film lewat wartawan Boes Boestami hingga ia bisa kerja jadi tukang sapu di Studio Film Golden Arrow (Panah Mas). Karena sejak kecil sudah dianggat jadi anak angkat seorang dokter (Liem), dan "dapat" nama Cina Liem Yan Yung ia sudah lancar bahasa Mandarin. Ia kerja "serabutan" pada bosnya Chok Chin Hsin/alias CC Hardy. (1907-1987) jadi "penerjemah" untuk kepentingan pemain dan karyawan film. Maka studio milik Mr. Chok inilah yang sebetulnya bisa disebut Akademi Sinemarografi Wim yang utama. Dari situ ia bisa belajar semua hal tentang film dan dia bilang "Kalau orang mengarakan guru saya adalah Mr. Chok itu memang betul".
Nama Wim sebagai sutradara tiba-tiba muncul ketika ia menghasilkan film Dibalik Dinding (1955) dan Terang Bulan Terang Di Kali (1956) berdasarkan tulisan S.M. Ardan. Tenaga yang penuh harapan ini lalu mendirikan perusahaan sendiri, Aries Film, bersama Any Mambo (1912-1973) dengan produksinya yang pertama Istana Jang Hilang (1960). Dari pernikahan pertama dengan R.O. Unarsih pada 1956, lahirlah anak perempuan yang diberi nama Maria Umboh pada 1957. Anak itulah yang dijadikan bintang utama salah satu film larisnya, Bintang Ketjil (1963). Film-film yang dihasilkannya lewat perusahaannya sendiri bisa dibilang merupakan langkah-langkah berani dalam dunia perfilman di Indonesia. la orang pertama yang membuat film Cinemascope dan berwarna (Sembilan, 1967) lalu buat film 70 mm pertama dengan tata suara stereo dalam Mama (1972). Kalau bisa dibilang ia adalah kombinasi dari "senimannya" Usmar Ismail (1921-1971) dan jiwa "industriawannya" Djamaludin Malik (1917-1970). Karyanya cukup laku di pasaran, tapi juga bisa di pertanggung jawabkan nilai artistiknya. Dua kali berturut karyanya terpilih sebagai film terbaik Senyum Dipagi Bulan Desember (FFI 1975) dan Cinta (FFI 1976). Sementara itu membentuk juga pasangan romantis kedua setelah Rd. Moehtar -Roekiah (Terang Bulan, 1973), yakni Sophan Sophiaan dan Widyawati dalam Pengantin Remaja (Film Terbaik Festival Film Asia, 1971) dan Perkawinan (Film Terbaik FFI, 1973).
Lewat Perkawinan, Wim meraih tiga Citra, sebagai sutradara, penulis skenario dan editor. Perkawinan itu juga bikin rekor dengan memborong 8 Piala Citra dan baru bisa "kalah" oleh Ibunda-nya. Teguh Karya yang dapat 9 Piata Citra pada FFI 1986. Walau "resmi"nya adalah sutradara, tetapi ia cetak terbanyak meraih Citra jusrru sebagai edi¬tor (lima). Empat lainnya lewat Cinta {FFI 1979), Sesuatu Yang Indah (FFI 1977), Pengemis dan Tukang Becak (FFI 1979) dan Secawan Anggur Kebimbangan (FFI 1986). Jarang orang yang punya jiwa kepeloporan dan semangat yang tak kunjung padam seperti dia. Waktu-waktu terakhirnya di dunia diabadikan dengan masuk Islam mulai 1983, lalu bikin Pengantin Remaja (1991) serta sinetron Pahlawan Tak Dikenal (1995) dan sedang mempersiapkan sinetron Apsari.
Lahir di sebuah kota kecil bernama Wauilinei yang terletak di
provinsi Sulawesi Utara pada 26 Maret 1933. Pada masa kanak-kanak, ia
sudah harus mengecap kenyataan pahit. Di usia yang baru menginjak 6
tahun, Wim kecil sudah hidup sebatang kara ditinggal pergi kedua
orangtuanya yang menghadap Sang Pencipta.
Meski begitu, bungsu dari 11 bersaudara ini tak ingin menjadi beban
bagi orang lain. Wim tetap semangat menjalani hidupnya dengan harapan
suatu saat ia dapat menjadi orang yang bermanfaat. Untuk bertahan hidup,
Wim sempat bekerja sebagai tukang sepatu. Untunglah, ada seorang dokter
Tionghoa bernama Liem yang berbaik hati menjadi orang tua angkatnya.
Oleh orangtua angkatnya itu, Wim dihadiahkan nama Cina, Liem Yan Yung.
Dokter Liem yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya, tak hanya
memberikan Wim kasih sayang namun juga mengajarkan anak angkatnya itu
berbagai hal. Salah satunya adalah bahasa Mandarin. Tak heran sejak
kecil, Wim Umboh sudah fasih berkomunikasi dengan bahasa khas Negeri
Tiongkok itu.
Walau tanpa dukungan orangtua kandungnya, ia cukup beruntung karena
masih bisa mengenyam pendidikan di kampung halamannya, setidaknya hingga
tingkat SMA. Setelah lulus, ia mengadu nasib ke Jakarta. Adalah Boes
Boestami, seorang wartawan yang akhirnya memperkenalkan Wim dengan dunia
film. Lewat perantara Boes pula, Wim akhirnya diterima bekerja sebagai
tukang sapu di Studio Film Golden Arrow (Panah Mas).
Selain bekerja sebagai tukang sapu di studio itu, karena keahliannya
berbahasa Mandarin, ia kemudian direkrut oleh sang bos, Chok Chin Hsin
alias CC Hardy menjadi penerjemah untuk kepentingan pemain dan karyawan
film. Selain menguasai bahasa Mandarin, Wim juga menguasai bahasa
Inggris dan bahasa Belanda. Berkat kepandaiannya menguasai berbagai
macam bahasa itu, ia dipromosikan sebagai editor. Boleh dibilang, di
studio milik Mr. Chok itulah, Wim menimba ilmu tentang film untuk
pertama kalinya. Wim juga mengakui jika Mr. Chok adalah gurunya.
Akhirnya, berkat didikan sang guru, lelaki pengagum cinta ini
berhasil menjadi seorang sutradara film ternama, khususnya film bercinta
atau bertema cinta. Pada tahun 1955, nama Wim Umboh sebagai sutradara
tiba-tiba muncul lewat film garapannya yang berjudul Dibalik Dinding.
Disusul setahun kemudian dengan sebuah film yang diadaptasi dari tulisan
SM Ardan, Terang Bulan Terang Di Kali.
Setelah itu, Wim melebarkan sayapnya di dunia film dengan mendirikan
perusahaan sendiri bernama Aries Film. Perusahaan film yang dirintisnya
bersama Any Mambo itu menelurkan film pertamanya di tahun 1960, berjudul
Istana Jang Hilang.
Tiga tahun berselang, Wim Umboh sempat terbang ke Perancis untuk
mengikuti penataran Sinematografi. Sekembalinya ke Indonesia, ia hadir
dengan film terbarunya diberi judul Bintang Ketjil. Menariknya, bintang
utama di film tersebut tak lain adalah putri kandungnya, Maria Umboh.
Maria merupakan buah cintanya dengan dengan istri pertama, R.O. Unarsih,
wanita yang dinikahi pada 1956. Bisa dibilang, film-film yang
dihasilkan lewat perusahaannya sendiri merupakan langkah berani dalam
dunia perfilman di Indonesia saat itu.
Pada tahun 1967, lelaki berperawakan tinggi besar ini merilis film
Sembilan sekaligus berhasil mencatatkan namanya sebagai sutradara
pertama yang membuat film Cinemascope dan berwarna. Terobosan terus
dilakukan Wim demi perkembangan dunia perfilman Tanah Air dimana pada
1972, ia menggarap film bertajuk Mama yang merupakan film 70 mm pertama
dengan tata suara stereo.
Dengan sederet karya-karyanya itu, ia berhasil menyabet 27 Piala
Citra dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI), antara lain untuk
kategori film terbaik lewat film Senyum Di Pagi Bulan Desember (FFI
1975) dan Cinta (FFI 1976).
Sebagai sutradara film romantis, intuisinya dalam memilih pemain juga
tak bisa dipandang sebelah mata. Misalnya, pasangan Sophan Sophiaan dan
Widyawati yang dipertemukannya dalam film Pengantin Remaja dan
Perkawinan. Berkat chemistry indah yang dibangun pasangan itu, kedua
film itu berhasil dinobatkan sebagai Film Terbaik, masing-masing dalam
Festival Film Asia 1971 dan FFI 1973.
Lewat film ‘Perkawinan’ pula, Wim berhasil membawa pulang tiga piala
Citra, untuk kategori sutradara, penulis skenario dan editor terbaik.
Film produksi tahun 1972 itu bahkan mencatat rekor fantastis karena
berhasil memborong 8 Piala Citra. Rekor itu baru bisa dipecahkan oleh
sutradara Teguh Karya dengan raihan 9 Piata Citra pada FFI 1986.
Walau lebih banyak dikenal sebagai sutradara, tetapi Wim Umboh justru
paling sering menyabet Piala Citra sebagai editor. Selain lewat
Perkawinan, Wim juga dinobatkan sebagai editor terbaik dalam Cinta FFI
(1979), Sesuatu Yang Indah (FFI 1977), Pengemis dan Tukang Becak (FFI
1979) dan Secawan Anggur Kebimbangan (FFI 1986).
Petualangan cinta yang mewarnai-film-filmnya, juga tercermin dalam
kesehariannya. Sepanjang hidupnya, Wim tercatat menikah hingga tiga
kali. Setelah pernikahan pertamanya dengan RO Unarsih berakhir di tengah
jalan, ia kemudian mempersunting Paula Rumokoy, salah satu bintang
cantik yang berhasil diorbitkannya.
Namun, seperti drama film cinta yang amat indah walau terkadang
menyakitkan akibat diselilingi dengan kisah perselingkuhan, Wim Umboh
juga menghadapi drama cinta dalam kehidupan rumah tangganya. Saat ia
jatuh sakit dan sempat dirawat di RS Husada Jakarta karena menderita
penyakit ginjal, liver dan maag, ia merasa ditinggal para sahabat dan
pengagum cintanya, termasuk sang belahan jiwa, Paula.
Setelah merasa patah hati akibat dicampakkan Paula, bukan berarti Wim
kapok untuk kembali memadu asmara. Terakhir, ia melabuhkan cintanya
pada Inne Ermina Chomid. Pada 31 Mei 1984, kedua sejoli itu menikah di
Interstudio, Jakarta. Saat pernikahan ketiganya, Wim Umboh memeluk Islam
setelah mengucap dua kalimat syahadat dengan disaksikan oleh sutradara
Sjuman Djaja dan Misbach Jusa Biran. Setelah resmi menjadi muslim, Wim
pun berganti nama menjadi Achmad Salim.
Menjelang saat-saat terakhirnya di dunia, jiwa kepeloporan dan
semangat yang dimilikinya sejak kecil hingga memasuki masa senjanya tak
kunjung padam. Pada 1991, sebelum industri perfilman nasional mengalami
mati suri, Wim sempat membesut sebuah film bertajuk Pengantin Remaja.
Karya terakhirnya adalah sebuah sinetron berjudul Pahlawan Tak Dikenal
yang dirilis sekitar tahun 1995. Sutradara film cinta nan romantis itu
kemudian tutup usia di Jakarta, pada 24 Januari 1996.
Awal tahun 1981 Wim Umboh akan kembali menyutradarai film yang diangkat dari novel Mira W yang berjudul "Disini Cinta Pertama Kali Bersemi". Novel ini merupakan hal yang dinantikan oleh Wim sejak kontrak pertama dengan pihak yang akan memproduksi filmnya. Dalam film tersebut Wim Umboh akan bekerja sama dengan PT Elang Perkasa Film dan PT. Garuda Film. Proses pembuatan film ini juga mempertimbangkan kondisi fisik Wim yang baru saja sembuh dari sakit dan masih memerlukan banyak istirahat. Pihak produser mengambil langkah pengamanan dengan menyusun karyawan yang dapat menghasilkan garapan tidak jauh dari Wim Umboh. Ketua Umum KFT mengingatkan untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki dikemudian hari, hendaknya antara sutradara dengan pendampingnya serta pihak produser harus disusun suatu kontrak yang jelas dan terperinci menyangkut hak.
Peringatan 40 Hari Perginya Seorang Sineas Besar Indonesia : Karya-karya Wim Umboh Paduan Komersil dan Artistik 1974
Inne Hermina, istri terakhir Wim Umboh menyatakan akan menyelenggarakan selamatan untuk memperingati 40 hari meninggalnya Wim Umboh yang akan diselenggarakan di rumahnya. Selain itu, orang-orang film juga merencanakan mengadakan acara peringatan khusus untuk mengenang sineas yang selama hidupnya mengabdi di dunia film melalui sebuah acara khidmat di TIM. Wim Umboh perlu dibicarakan dan diperingati karena Wim bukan hanya milik keluarganya semata, tetapi juga milik masyarakat khususnya masyarakat perfilman. Kepergiannya merupakan titik akhir hidupnya namun pengabdian dan karyanya tidak akan terlupakan. Bahkan pada saat-saat sakit, Wim Umboh masih menghasilkan sejumlah judul film layar bioskop dan sinetron. Wim Umboh juga dikenal sebagai perintis dan penemu terobosan baru di dunia perfilman nasional, Wim yang mengawali pembuatan film berwarna pertama di Indonesia dan juga pertama pembuat film layar sinemascope. Seluruh karya Wim Umboh telah menghasilkan 29 piala Citra sebagai sutradara dan editor terbaik, bahkan Wim juga pernah menerima penghargaan tertinggi dari pemerintah lewat Dewan Film Nasional.
Wim Umboh : bikin film komedi yang bermutu sulit, tapi... 1974
Wim Umboh merupakan sutradara besar yang terkenal dengan film film drama yang bertema percintaan kali ini mencoba untuk membuat fil komedi yang bermutu. Ternyata membuat film komedi yang bermutu itu sulit. Oleh karena itu Wim Umboh membuat film "Senyum di pagi Bulan Desember" dengan ciri film komedi yang unik berdasarkan dari sebuah cerita.
Wim Umboh Belum Ada Yang Saingi 1979
Menurut Hasaman, sutradara senior, di Indonesia ini belum ada sutradara Indonesia yang dapat melampaui Wim Umboh, baik pengetahuan maupun popularitasnya di dalam dan luar negeri.
Wim Umboh dan figuran-figuran 1974
Film "Senyum di Pagi Bulan Desember" yang mengambil lokasi syuting di penjara Sukamiskin Bandung ini membutuhkan 200 figuran untuk adegan perkelahian sesama narapidana. Dalam membuat film Wim Umboh sangat serius mengarahkan para pemainnya. Sebagai sutradara besar Wim Umboh selalu melahirkan film-film nasional yang bermutu.
Wim Umboh dan Peng-Kaderan Artis 1973
Film-film nasional mulai ditinggalkan penontonnya karena penonton mulai bosan dengan casting yang tidak berubah. Film-film nasional selalu menampakkan wajah beberapa pemain yang kadang bisa ditemui dalam produksi yang berlainan, sehingga akhirnya mengundang kesalahan pengertian tentang ketiadaan pengganti para artis dalam tahun-tahun mendatang. Menurut Wim Umboh, kasus ini muncul kemungkinan besar karena untuk menjaga mutu disamping segi komersil dari film yang akan dibuat, sedangkan disisi lain hal ini mengundang beberapa ketidakbaikan terhadap muka-muka baru yang sesungguhkan mempunyai bakat besar untuk menjadi aktor/aktris yang besar nantinya. Kekhawatiran ini dihadapi Wim Umboh dengan memunculkan muka baru dalam setiap produksi filmnya, semacam pengkaderan artis sehingga nantinya bisa mencetak bintang-bintang baru yang akan menggantikan bintang-bintang lama yang semakin tua dan kehilangan potensi besar dalam bermain.
Wim Umboh ingin bangkit bersama film nasional 1995
Wim Umboh merayakan hari ulang tahunnya yang ke-62 bertepatan dengan ulang tahun ke-19 PT. Internasional Pratama Studio. Saat itu kondisi kesehatannya sudah kelihatan mulai membaik dibandingkan pada beberapa waktu lalu. Dalam acara tersebut Wim Umboh mengajak para insan perfilman di Indonesia agar bersatu untuk meningkatkan perfilman nasional disamping itu juga perlunya dukungan pemerintah agar tidak mengeluarkan peraturan-peraturan yang dapat membatasi kreativitas orang film.
Wim Umboh marah-marah pada Joice Erna 1978
Joice Erna, Aktris terbaik FFI tahun 1978 menolak tawaran Wim Umboh untuk membintangi film "Pengemis dan Tukang Becak" sehingga Wim Umboh memarahinya. Awalnya Wim akan mempertemukan Joice Erna dengan Kaharuddin Syah Aktor Terbaik Tahun 1978, tetapi Joice menolak karena ia sudah menerima tawaran Pitrajaya Burnama untuk mendukung filmnya. Pada saat Joice Erna mendapat predikat Aktris Terbaik tahun 1978, dikatakannya bahwa dia tidak bersedia main dua film dalam waktu bersamaan. Wim Umboh bukanlah satu-satunya sutradara yang pernah ditolah oleh Joice, Turino Junaedy adalah sutradara pertama yang ditolak oleh Joice sebelum terpilih sebagai artis terbaik.
Wim Umboh Mulai Garap “Tokoh” 1973
Wim Umboh mengawali pembuatan film "TOKOH" (The Great Man) dengan mengadakan selamatan di kediamannya Rabu malam yang dihadiri oleh Ketua Badan Sensor Film; Ketua KFT dan sejumlah besar bintang-bintang film ibukota. Film "Tokoh" ini merupakan produksi yang ke-17 PT. Aries Raya International Film bersama PT. Far Eastern Film Coy.
Wim Umboh Peroleh Tiga Golden Marlion 1973
Wim Umboh sutradara film "Perkawinan" yang memperoleh tiga hadiah Golden Marlion duduk berdampingan dengan Ratno Timor pada penutupan Festival Film Asia Ke-19
Peringatan 40 Hari Perginya Seorang Sineas Besar Indonesia : Karya-karya Wim Umboh Paduan Komersil dan Artistik 1974
Inne Hermina, istri terakhir Wim Umboh menyatakan akan menyelenggarakan selamatan untuk memperingati 40 hari meninggalnya Wim Umboh yang akan diselenggarakan di rumahnya. Selain itu, orang-orang film juga merencanakan mengadakan acara peringatan khusus untuk mengenang sineas yang selama hidupnya mengabdi di dunia film melalui sebuah acara khidmat di TIM. Wim Umboh perlu dibicarakan dan diperingati karena Wim bukan hanya milik keluarganya semata, tetapi juga milik masyarakat khususnya masyarakat perfilman. Kepergiannya merupakan titik akhir hidupnya namun pengabdian dan karyanya tidak akan terlupakan. Bahkan pada saat-saat sakit, Wim Umboh masih menghasilkan sejumlah judul film layar bioskop dan sinetron. Wim Umboh juga dikenal sebagai perintis dan penemu terobosan baru di dunia perfilman nasional, Wim yang mengawali pembuatan film berwarna pertama di Indonesia dan juga pertama pembuat film layar sinemascope. Seluruh karya Wim Umboh telah menghasilkan 29 piala Citra sebagai sutradara dan editor terbaik, bahkan Wim juga pernah menerima penghargaan tertinggi dari pemerintah lewat Dewan Film Nasional.
Wim Umboh : bikin film komedi yang bermutu sulit, tapi... 1974
Wim Umboh merupakan sutradara besar yang terkenal dengan film film drama yang bertema percintaan kali ini mencoba untuk membuat fil komedi yang bermutu. Ternyata membuat film komedi yang bermutu itu sulit. Oleh karena itu Wim Umboh membuat film "Senyum di pagi Bulan Desember" dengan ciri film komedi yang unik berdasarkan dari sebuah cerita.
Wim Umboh Belum Ada Yang Saingi 1979
Menurut Hasaman, sutradara senior, di Indonesia ini belum ada sutradara Indonesia yang dapat melampaui Wim Umboh, baik pengetahuan maupun popularitasnya di dalam dan luar negeri.
Wim Umboh dan figuran-figuran 1974
Film "Senyum di Pagi Bulan Desember" yang mengambil lokasi syuting di penjara Sukamiskin Bandung ini membutuhkan 200 figuran untuk adegan perkelahian sesama narapidana. Dalam membuat film Wim Umboh sangat serius mengarahkan para pemainnya. Sebagai sutradara besar Wim Umboh selalu melahirkan film-film nasional yang bermutu.
Wim Umboh dan Peng-Kaderan Artis 1973
Film-film nasional mulai ditinggalkan penontonnya karena penonton mulai bosan dengan casting yang tidak berubah. Film-film nasional selalu menampakkan wajah beberapa pemain yang kadang bisa ditemui dalam produksi yang berlainan, sehingga akhirnya mengundang kesalahan pengertian tentang ketiadaan pengganti para artis dalam tahun-tahun mendatang. Menurut Wim Umboh, kasus ini muncul kemungkinan besar karena untuk menjaga mutu disamping segi komersil dari film yang akan dibuat, sedangkan disisi lain hal ini mengundang beberapa ketidakbaikan terhadap muka-muka baru yang sesungguhkan mempunyai bakat besar untuk menjadi aktor/aktris yang besar nantinya. Kekhawatiran ini dihadapi Wim Umboh dengan memunculkan muka baru dalam setiap produksi filmnya, semacam pengkaderan artis sehingga nantinya bisa mencetak bintang-bintang baru yang akan menggantikan bintang-bintang lama yang semakin tua dan kehilangan potensi besar dalam bermain.
Wim Umboh ingin bangkit bersama film nasional 1995
Wim Umboh merayakan hari ulang tahunnya yang ke-62 bertepatan dengan ulang tahun ke-19 PT. Internasional Pratama Studio. Saat itu kondisi kesehatannya sudah kelihatan mulai membaik dibandingkan pada beberapa waktu lalu. Dalam acara tersebut Wim Umboh mengajak para insan perfilman di Indonesia agar bersatu untuk meningkatkan perfilman nasional disamping itu juga perlunya dukungan pemerintah agar tidak mengeluarkan peraturan-peraturan yang dapat membatasi kreativitas orang film.
Wim Umboh marah-marah pada Joice Erna 1978
Joice Erna, Aktris terbaik FFI tahun 1978 menolak tawaran Wim Umboh untuk membintangi film "Pengemis dan Tukang Becak" sehingga Wim Umboh memarahinya. Awalnya Wim akan mempertemukan Joice Erna dengan Kaharuddin Syah Aktor Terbaik Tahun 1978, tetapi Joice menolak karena ia sudah menerima tawaran Pitrajaya Burnama untuk mendukung filmnya. Pada saat Joice Erna mendapat predikat Aktris Terbaik tahun 1978, dikatakannya bahwa dia tidak bersedia main dua film dalam waktu bersamaan. Wim Umboh bukanlah satu-satunya sutradara yang pernah ditolah oleh Joice, Turino Junaedy adalah sutradara pertama yang ditolak oleh Joice sebelum terpilih sebagai artis terbaik.
Wim Umboh Mulai Garap “Tokoh” 1973
Wim Umboh mengawali pembuatan film "TOKOH" (The Great Man) dengan mengadakan selamatan di kediamannya Rabu malam yang dihadiri oleh Ketua Badan Sensor Film; Ketua KFT dan sejumlah besar bintang-bintang film ibukota. Film "Tokoh" ini merupakan produksi yang ke-17 PT. Aries Raya International Film bersama PT. Far Eastern Film Coy.
Wim Umboh Peroleh Tiga Golden Marlion 1973
Wim Umboh sutradara film "Perkawinan" yang memperoleh tiga hadiah Golden Marlion duduk berdampingan dengan Ratno Timor pada penutupan Festival Film Asia Ke-19
WEDDING II | 1982 | WIM UMBOH | Director | |
JOHANNA | 1983 | WIM UMBOH | Director | |
ARRIANY | 1958 | WIM UMBOH | Director | |
PEDICAB DRIVER, THE | 1979 | WIM UMBOH | Director | |
SECAWAN ANGGUR KEBIMBANGAN | 1986 | WIM UMBOH | Director | |
BINTANG KETJIL | 1963 | WIM UMBOH | Director | |
PERKAWINAN 83 | 1982 | WIM UMBOH | Director | |
PERKAWINAN | 1972 | WIM UMBOH | Director | |
LOVE BLOSSOMS FOR THE FIRST TIME | 1980 | WIM UMBOH | Director | |
ADIKKU KEKASIHKU | 1989 | WIM UMBOH | Actor Director | |
KABUT PERKAWINAN | 1984 | WIM UMBOH | Director | |
PENGANTIN | 1990 | WIM UMBOH | Director | |
PENGANTIN PANTAI BIRU | 1983 | WIM UMBOH | Director | |
PENGANTIN REMAJA | 1971 | WIM UMBOH | Director | |
PENGANTIN REMAJA | 1991 | WIM UMBOH | Director | |
SLAMET TINGGAL JEANETTE | 1988 | WIM UMBOH | Director | |
KEMBANG-KEMBANG PLASTIK | 1977 | WIM UMBOH | Director | |
AYU GENIT | 1990 | WIM UMBOH | Director | |
LAKI-LAKI TAK BERNAMA | 1969 | WIM UMBOH | Director | |
BIARKAN KAMI BERCINTA | 1984 | WIM UMBOH | Director | |
BIARLAH AKU PERGI | 1971 | WIM UMBOH | Director | |
DIBALIK DINDING | 1955 | WIM UMBOH | Director | |
KUNANG-KUNANG | 1957 | WIM UMBOH | Director | |
MENDUNG SENDJA HARI | 1960 | WIM UMBOH | Director | |
PONDOK CINTA | 1985 | WIM UMBOH | Director | |
ARINI II | 1988 | WIM UMBOH | Director | |
TERANG BULAN TERANG DI KALI | 1956 | WIM UMBOH | Director | |
BERCINTA DALAM MIMPI | 1989 | NASRI CHEPPY | Actor | |
DI SINI CINTA PERTAMA KALI BERSEMI | 1980 | WIM UMBOH | Director | |
SERPIHAN MUTIARA RETAK | 1985 | WIM UMBOH | Director | |
MATJAN KEMAJORAN | 1965 | WIM UMBOH | Director | |
PERMATA BIRU | 1984 | WIM UMBOH | Director | |
APA JANG KAUTANGISI | 1965 | WIM UMBOH | Director | |
DJUARA SEPATU RODA | 1958 | WIM UMBOH | Director | |
PENGEMIS DAN TUKANG BECAK | 1978 | WIM UMBOH | Director | |
AKU BENCI KAMU | 1987 | WIM UMBOH | Director | |
TOKOH | 1973 | WIM UMBOH | Director | |
DJUMPA DIPERJALANAN | 1961 | WIM UMBOH | Director | |
KASIH IBU | 1955 | WIM UMBOH | Actor Director | |
MAMA | 1972 | WIM UMBOH | Director | |
SEMBILAN | 1967 | WIM UMBOH | Director | |
CINTA | 1975 | WIM UMBOH | Director | |
DAN BUNGA-BUNGA BERGUGURAN | 1970 | WIM UMBOH | Director | |
HIDUP TANPA KEHORMATAN | 1981 | WIM UMBOH | Director | |
SEPUTIH KASIH SEMERAH LUKA | 1988 | WIM UMBOH | Director | |
TATKALA MIMPI BERAKHIR | 1987 | WIM UMBOH | Director | |
KUGAPAI CINTAMU | 1977 | WIM UMBOH | Director | |
KUNANTI DJAWABMU | 1964 | WIM UMBOH | Director | |
SESUATU YANG INDAH | 1976 | WIM UMBOH | Director | |
PUTRI SEORANG JENDRAL | 1981 | WIM UMBOH | Director | |
KRISTAL-KRISTAL CINTA | 1989 | WIM UMBOH | Director | |
SMILE ON A DECEMBER MORNING | 1975 | WIM UMBOH | Director | |
WHEN LOVE BREAKS THROUGH | 1980 | WIM UMBOH | Director | |
ISTANA YANG HILANG | 1960 | WIM UMBOH | Director | |
LINDA | 1959 | WIM UMBOH | Director | |
MERPATI TAK PERNAH INGKAR JANJI | 1986 | WIM UMBOH | Director | |
SENYUM DIPAGI BULAN SEPTEMBER | 1974 | WIM UMBOH | Director | |
SENYUM DIPAGI BULAN DESEMBER | 1974 | WIM UMBOH | Director |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar