Nama lain: Astaman Jr. (Anak dari Aktor Astaman (1903 - 1980)
Lahir: Rabu, 14 Mei 1930 Makasar
sutradara senior Indonesia yang berhasil menyutradarai puluhan film nasional diantara tahun 1950 - 1990an dari film komedi sampai film mistri (Ilmu Hitam) atau Mistik.
• Sutradara Terbaik pada FFI 1955 dalam film “ Tarmina ” (1954)
• Editing Terbaik pada Pekan Apresiasi Film Nasional 1967 dalam film “Yudha Saba Desa ”
• Belajar Tehnik Montage di studio LVN Manila
• Belajar Sinematografi di UCLA. AS 2 tahun (1960-1962)
Pada masa sesudah perang kemerdekaan turut dalam sandiwara keliling Bintang Timur pimpinan H. Djamaluddin Malik [alm]. Terjun ke film pertama kali jadi pemain pembantu dalam Saputangan [1949]. Pada tahun 1951 mulai bekerja di PT. Persari Film sebagai tukang klep dan pencatat skrip. Disana ia belajar dan akhirnya mendapat kepercayan untuk jadi sutradara. Film pertama yang disutradarainya ialah Tarmina [1954], dimana ia jadi Sutradara Terbaik pada FFI di Jakarta pada 1955. Ia juga meraih editing terbaik lewat Yuda Saba Desa [1967] pada Pekan Apresiasi Film Nasional 1967. Film-film yang pernah disutradarai serta disuntingnya antara lain
Lilik Sudjio lahir di Makassar 14 Mei 1930. Sejak kecil, dia sudah ikut ayah angkatnya, Astaman, salah satu pemeran utama dalam sandiwara keliling Dardanella. Astaman aktif sebagai aktor sandiwara dan film sejak 1910-an. Setelah lulus sekolah dasar dan sekolah teknik, pada 1947 sampai 1949, Lilik bergabung dengan sandiwara keliling Bintang Timur yang dipimpin Djamaludin Malik. Selain sebagai pemain dan membantu penyutradaraan, dia juga mempelajari segi-segi seting dan dekorasi pentas sandiwara.
Lahir: Rabu, 14 Mei 1930 Makasar
sutradara senior Indonesia yang berhasil menyutradarai puluhan film nasional diantara tahun 1950 - 1990an dari film komedi sampai film mistri (Ilmu Hitam) atau Mistik.
• Sutradara Terbaik pada FFI 1955 dalam film “ Tarmina ” (1954)
• Editing Terbaik pada Pekan Apresiasi Film Nasional 1967 dalam film “Yudha Saba Desa ”
• Belajar Tehnik Montage di studio LVN Manila
• Belajar Sinematografi di UCLA. AS 2 tahun (1960-1962)
Pada masa sesudah perang kemerdekaan turut dalam sandiwara keliling Bintang Timur pimpinan H. Djamaluddin Malik [alm]. Terjun ke film pertama kali jadi pemain pembantu dalam Saputangan [1949]. Pada tahun 1951 mulai bekerja di PT. Persari Film sebagai tukang klep dan pencatat skrip. Disana ia belajar dan akhirnya mendapat kepercayan untuk jadi sutradara. Film pertama yang disutradarainya ialah Tarmina [1954], dimana ia jadi Sutradara Terbaik pada FFI di Jakarta pada 1955. Ia juga meraih editing terbaik lewat Yuda Saba Desa [1967] pada Pekan Apresiasi Film Nasional 1967. Film-film yang pernah disutradarai serta disuntingnya antara lain
Lilik Sudjio lahir di Makassar 14 Mei 1930. Sejak kecil, dia sudah ikut ayah angkatnya, Astaman, salah satu pemeran utama dalam sandiwara keliling Dardanella. Astaman aktif sebagai aktor sandiwara dan film sejak 1910-an. Setelah lulus sekolah dasar dan sekolah teknik, pada 1947 sampai 1949, Lilik bergabung dengan sandiwara keliling Bintang Timur yang dipimpin Djamaludin Malik. Selain sebagai pemain dan membantu penyutradaraan, dia juga mempelajari segi-segi seting dan dekorasi pentas sandiwara.
Ketika ayahnya bermain film Saputangan (1949), Lilik dan keluarga pindah ke Jakarta. Dalam film arahan sutradara Fred Young itu, Lilik juga bermain sebagai figuran. Selanjutnya, dia berturut-turut bermain sebagai figuran dalam film Djembatan Merah (1950), Ratapan Ibu (1950), dan Damarwulan (1950).
Lilik belajar mengenai sinematografi ketika dia bekerja di Studio Persari (Perseroan Artis Indonesia) di bawah pimpinan Djamaludin Malik yang dikenal sebagai Bapak Industri Film Indonesia. Dia bekerja sebagai clapper boy, script boy, asisten sutradara, dan editing. Dia juga belajar dari sutradara berpengalaman Moh. Said. Melihat kesungguhan belajar Lilik, Djamaludin Malik mengirimnya ke Filipina. Di Studio LVN Manila, Lilik belajar montase dan penyutradaraan.
Pada 1954, Lilik dipercaya menjadi sutradara merangkap editor dalam film Tarmina produksi PT Persari Films. Debut film itu langsung melambungkan namanya dalam Festival Film Indonesia (FFI) pertama tahun 1955. Meski menjadi sutradara terbaik, namun Lilik tak setenar sutradara seangkatan seperti Usmar Ismail atau Nya Abbas Akup.
Pada FFI berikutnya, film Lilik berjudul Anakku Sajang (1957) mendapat penghargaan pemeran utama pria terbaik, pemeran utama wanita terbaik, dan kamera terbaik. Pada 1960, Lilik mendapat beasiswa dari Yayasan Rockefeller. Bersama dua rekan sesama sutradara, Nya Abbas Akup dan R. Djokolelono, dia memperdalam ilmu sinematografi selama satu semester di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat. Kemudian hingga 1962, dia menambah pengetahuan dalam teknik pembuatan film di Samuel Goldwin Studio, studio Walt Disney, dan studio Howard Anderson dalam bidang special effects.
Setelah itu, Lilik aktif berkarya dan kerapkali menggandeng aktris nomor wahid seperti Suzanna hingga Doris Callebaute. Filmnya yang berjudul Yuda Saba Desa (1967) produksi Wahyu Film meraih penghargaan editing terbaik pada Pekan Apresiasi Film Nasional ketiga tahun 1967. Lilik Sudjio telah menyutradarai 68 film semasa hidupnya. Bahkan 18 film dia tulis sendiri skenarionya. Selain Gundala (1981), beberapa filmnya yang terkenal antara lain Si Buta dari Goa Hantu (1970), Tarsan Kota (1974), hingga serial Wiro Sableng yang tayang pada 1988.
Lilik aktif hingga tahun 1990 dengan karya terakhirnya, Jaka Swara. Dia wafat di Jakarta pada 9 Desember 2014 meninggalkan istri dan ketiga anaknya.
DI MANA anda mencintai pekerjaan, anda, di sanalah sebenarnya sumber kesenangan mewarnai kehidupan anda.
Demikianlah antara lain kata-kata yang kami petik dari tanya jawab dengan sutradara film, Liliek Sudjio. Cara bicaranya yang terus-terang, sifatnya yang ramah, dan supel, merupakan ciri khas dari watak pribadinya. Karena itu, adalah wajar jika ia disenangi oleh setiap aktor dan aktris yang bermain dalam setiap film yang disutradarainya.
Berbicara tentang suka-dukanya selama berkecimpung di bidang film, Pak Liliek menuturkan kisahnya seperti di bawah ini:
Tahun 1936, ketika itu umurnya baru enam tahun, ayahnya, yakni Pak Astaman yang telah lama dikenal sebagai aktor pentas di jaman jayanya Tonil DARDANELLA, membimbing bakat putranya di bidang film dengan penuh kesungguhan.
Suatu kenangan yang tak pernah terlupakan baginya ialah ketika Liliek mendapatkan kesempatan untuk bermain bersama ayahnya dalam film “DR SAMSI”. Di luar dugaan, debutnya sebagai pemain cilik mendapat sambutan yang baik, ketika film ini dipertunjukkan di kota Bombay, India.
Empatbelas tahun kemudian, ketika umurnya menginjak 20 tahun, Liliek mendapatkan kesempatan lagi untuk bermain film, sebagai seorang “manager Hotel” yakni dalam film SAPUTANGAN. Semenjak itu, tekadnya semakin kuat untuk mengetahui dan mendalami seluk-beluk seni dan teknik pembuatan film. Cita-cita ini dimulai dari tingkatan yang paling bawah sekali, yakni sebagai tukang tik naskah skenario.
Tahun 1954 setelah Pak Liliek main kembali dalam film-film :EILANI, dan TABU produksi PERSARI yang diputar di Philipina, ia mendapat dorongan semangat dari Djamaluddin Malik (Pimpinan PERSARI) untuk menjadi sutradara film.
Semula Liliek ragu mengingat segala macam ejekan yang pernah diterimanya/dialaminya, ketika ketika ia mencoba-cobanya. Rekan-rekannya memberi komentar bahwa hasil karyanya belum dapat dikatakan sebagai hasil karya seni dan teknik film melainkan hanya sekedar “Sandiwara Potret”!
Pada 1954, Lilik dipercaya menjadi sutradara merangkap editor dalam film Tarmina produksi PT Persari Films. Debut film itu langsung melambungkan namanya dalam Festival Film Indonesia (FFI) pertama tahun 1955. Meski menjadi sutradara terbaik, namun Lilik tak setenar sutradara seangkatan seperti Usmar Ismail atau Nya Abbas Akup.
Pada FFI berikutnya, film Lilik berjudul Anakku Sajang (1957) mendapat penghargaan pemeran utama pria terbaik, pemeran utama wanita terbaik, dan kamera terbaik. Pada 1960, Lilik mendapat beasiswa dari Yayasan Rockefeller. Bersama dua rekan sesama sutradara, Nya Abbas Akup dan R. Djokolelono, dia memperdalam ilmu sinematografi selama satu semester di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat. Kemudian hingga 1962, dia menambah pengetahuan dalam teknik pembuatan film di Samuel Goldwin Studio, studio Walt Disney, dan studio Howard Anderson dalam bidang special effects.
Setelah itu, Lilik aktif berkarya dan kerapkali menggandeng aktris nomor wahid seperti Suzanna hingga Doris Callebaute. Filmnya yang berjudul Yuda Saba Desa (1967) produksi Wahyu Film meraih penghargaan editing terbaik pada Pekan Apresiasi Film Nasional ketiga tahun 1967. Lilik Sudjio telah menyutradarai 68 film semasa hidupnya. Bahkan 18 film dia tulis sendiri skenarionya. Selain Gundala (1981), beberapa filmnya yang terkenal antara lain Si Buta dari Goa Hantu (1970), Tarsan Kota (1974), hingga serial Wiro Sableng yang tayang pada 1988.
Lilik aktif hingga tahun 1990 dengan karya terakhirnya, Jaka Swara. Dia wafat di Jakarta pada 9 Desember 2014 meninggalkan istri dan ketiga anaknya.
DI MANA anda mencintai pekerjaan, anda, di sanalah sebenarnya sumber kesenangan mewarnai kehidupan anda.
Demikianlah antara lain kata-kata yang kami petik dari tanya jawab dengan sutradara film, Liliek Sudjio. Cara bicaranya yang terus-terang, sifatnya yang ramah, dan supel, merupakan ciri khas dari watak pribadinya. Karena itu, adalah wajar jika ia disenangi oleh setiap aktor dan aktris yang bermain dalam setiap film yang disutradarainya.
Berbicara tentang suka-dukanya selama berkecimpung di bidang film, Pak Liliek menuturkan kisahnya seperti di bawah ini:
Tahun 1936, ketika itu umurnya baru enam tahun, ayahnya, yakni Pak Astaman yang telah lama dikenal sebagai aktor pentas di jaman jayanya Tonil DARDANELLA, membimbing bakat putranya di bidang film dengan penuh kesungguhan.
Suatu kenangan yang tak pernah terlupakan baginya ialah ketika Liliek mendapatkan kesempatan untuk bermain bersama ayahnya dalam film “DR SAMSI”. Di luar dugaan, debutnya sebagai pemain cilik mendapat sambutan yang baik, ketika film ini dipertunjukkan di kota Bombay, India.
Empatbelas tahun kemudian, ketika umurnya menginjak 20 tahun, Liliek mendapatkan kesempatan lagi untuk bermain film, sebagai seorang “manager Hotel” yakni dalam film SAPUTANGAN. Semenjak itu, tekadnya semakin kuat untuk mengetahui dan mendalami seluk-beluk seni dan teknik pembuatan film. Cita-cita ini dimulai dari tingkatan yang paling bawah sekali, yakni sebagai tukang tik naskah skenario.
Tahun 1954 setelah Pak Liliek main kembali dalam film-film :EILANI, dan TABU produksi PERSARI yang diputar di Philipina, ia mendapat dorongan semangat dari Djamaluddin Malik (Pimpinan PERSARI) untuk menjadi sutradara film.
Semula Liliek ragu mengingat segala macam ejekan yang pernah diterimanya/dialaminya, ketika ketika ia mencoba-cobanya. Rekan-rekannya memberi komentar bahwa hasil karyanya belum dapat dikatakan sebagai hasil karya seni dan teknik film melainkan hanya sekedar “Sandiwara Potret”!
Sesaat Liliek terdiam, kemudian meluncurlah di dalam ucapannya: “Pengalaman adalah guru yang terbaik untuk mencapai kemajuan”.
Harapan menjadi kenyataan. Tahun 1954 baginya merupakan titik-tolak dalam menuju ke arah perkembangan dan kemajuan karirnya dalam bidang perfilman. Hal ini terbukti dengan berhasilnya ia sebagai sutradara terbaik dalam film-nya yang pertama: TARMINA. Dalam film ini, Liliek merangkap sebagai pembuat skenario, editor dan sutradara. Sedang copy rightnya di tangan ayahnya sendiri.
Tahun 1967, Liliek dinyatakan sebagai editor film yang terbaik dalam filmnya: JUDA SABA DESA. Demikianlah selama lima belas tahun ia aktif sebagai sutradara film. Filmnya yang terbaru ialah SI DJAMPANG MENTJARI NAGA HITAM.
Diantara kelima belas film yang disutradarainya, film ANAKKU SAJANG dinyatakan oleh seorang produser Film Amerika sebagai film yang baik isinya, dan karena itulah Pak Liliek pernah mendapat beasiswa dari “Yayasan ROCKEFELLER” untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang teknik pembuatan film (***)
Harapan menjadi kenyataan. Tahun 1954 baginya merupakan titik-tolak dalam menuju ke arah perkembangan dan kemajuan karirnya dalam bidang perfilman. Hal ini terbukti dengan berhasilnya ia sebagai sutradara terbaik dalam film-nya yang pertama: TARMINA. Dalam film ini, Liliek merangkap sebagai pembuat skenario, editor dan sutradara. Sedang copy rightnya di tangan ayahnya sendiri.
Tahun 1967, Liliek dinyatakan sebagai editor film yang terbaik dalam filmnya: JUDA SABA DESA. Demikianlah selama lima belas tahun ia aktif sebagai sutradara film. Filmnya yang terbaru ialah SI DJAMPANG MENTJARI NAGA HITAM.
Diantara kelima belas film yang disutradarainya, film ANAKKU SAJANG dinyatakan oleh seorang produser Film Amerika sebagai film yang baik isinya, dan karena itulah Pak Liliek pernah mendapat beasiswa dari “Yayasan ROCKEFELLER” untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang teknik pembuatan film (***)
SURJANI MULIA | 1951 | MOH SAID HJ | Actor | |
BEGADANG KARENA PENASARAN | 1980 | LILIK SUDJIO | Director | |
MANUSIA BERILMU GAIB | 1981 | LILIK SUDJIO | Director | |
GUNDALA PUTRA PETIR | 1981 | LILIK SUDJIO | Director | |
BANDIT PUNGLI | 1977 | LILIK SUDJIO | Director | |
SALAH KAMAR | 1978 | LILIK SUDJIO | Director | |
JUDA SABA DESA | 1967 | LILIK SUDJIO | Director | |
DAMARWULAN - MINAKJINGGO | 1983 | LILIK SUDJIO | Director | |
TERUNA DJENAKA | 1960 | LILIK SUDJIO | Director | |
ANAKKU SAJANG | 1957 | LILIK SUDJIO | Director | |
SI PAHIT LIDAH DANS SI MATA EMPAT | 1989 | LILIK SUDJIO | Director | |
DJAMPANG MENCARI NAGA HITAM | 1968 | LILIK SUDJIO | Director | |
DJAMPANG | 1968 | LILIK SUDJIO | Director | |
PAHALAWAN GOA SELARONG | 1972 | LILIK SUDJIO | Director | |
BINTANG SURABAJA 1951 | 1950 | FRED YOUNG | Actor | |
TABAH SAMPAI AKHIR | 1973 | LILIK SUDJIO | Director | |
SI BEGO MENUMPAS KUTJING HITAM | 1970 | LILIK SUDJIO | Director | |
ANAK EMAS | 1976 | LILIK SUDJIO | Director | |
KEMBANG KATJANG | 1950 | HENRY L. DUARTE | Actor | |
SI BONGKOK | 1972 | LILIK SUDJIO | Director | |
SI BUTA DARI GUA HANTU | 1970 | LILIK SUDJIO | Director | |
MISTRI DARI GUNUNG MERAPI III | 1990 | LILIK SUDJIO | Director | |
MISTRI DARI GUNUNG MERAPI | 1989 | LILIK SUDJIO | Director | |
MISTRI DARI GUNUNG MERAPI II | 1990 | LILIK SUDJIO | Director | |
SUZIE | 1966 | LILIK SUDJIO | Director | |
RATU ULAR | 1972 | LILIK SUDJIO | Director | |
PENJESALAN | 1964 | LILIK SUDJIO | Director | |
NERAKA LEMBAH TENGKORAK | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
ZORRO KEMAYORAN | 1976 | LILIK SUDJIO | Director | |
MEMBURU MAKELAR MAYAT | 1986 | LILIK SUDJIO | Director | |
MISTRI RUMAH TUA | 1987 | LILIK SUDJIO | Director | |
KEKASIH AJAH | 1955 | LILIK SUDJIO | Director | |
AIR MATA KEKASIH | 1971 | LILIK SUDJIO | Director | |
DJAKARTA BY PASS | 1962 | LILIK SUDJIO | Director | |
JAKA SWARA | 1990 | LILIK SUDJIO | Director | |
DARAH TINGGI | 1960 | LILIK SUDJIO | Director | |
MEMBINA DUNIA BARU | 1964 | LILIK SUDJIO | Director | |
TUAN TANAH KEDAWUNG | 1970 | LILIK SUDJIO | Director | |
BAPAK KAWIN LAGI | 1973 | LILIK SUDJIO | Director | |
KERIS KALAMUJENG | 1984 | LILIK SUDJIO | Director | |
TARSAN PENSIUNAN | 1976 | LILIK SUDJIO | Director | |
TARSAN KOTA | 1974 | LILIK SUDJIO | Director | |
TUGAS BARU INSPEKTUR RACHMAN | 1960 | LILIK SUDJIO | Director | |
NGIPRI MONYET | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
WADAM | 1978 | LILIK SUDJIO | Director | |
SEPASANG IBLIS BETINA | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
KARENA KASIH | 1969 | LILIK SUDJIO | Director | |
SENGATAN SATRIA BERACUN | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
RATU ILMU HITAM | 1981 | LILIK SUDJIO | Director | |
SILUMAN TELUK GONGGO | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
CINTA KEMBAR | 1984 | LILIK SUDJIO | Director | |
DARNA AJAIB | 1980 | LILIK SUDJIO | Director | |
REMONG BATIK | 1950 | HENRY L. DUARTE | Actor | |
BARANG ANTIK | 1983 | LILIK SUDJIO | Director | |
KASIH DAN TJINTA | 1956 | LILIK SUDJIO | Director | |
ORANG-ORANG SAKTI DARI TANGKUBAN PERAHU | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
TARMINA | 1954 | LILIK SUDJIO | Director | |
DUNIA GILA | 1951 | MOH SAID HJ | Director | |
TANGKUBAN PERAHU | 1982 | LILIK SUDJIO | Director | |
TIGA SETAN DARAH DAN CAMBUK API ANGIN | 1988 | LILIK SUDJIO | Director | |
DJEMBATAN MERAH | 1940 | FRED YOUNG | Actor | |
JUWITA | 1979 | LILIK SUDJIO | Director | |
TUYUL EEE KETEMU LAGI | 1979 | LILIK SUDJIO | Director | |
SINYO ADI | 1977 | LILIK SUDJIO | Director | |
GEPENG MENCARI UNTUNG | 1983 | LILIK SUDJIO | Director | |
DENDAM DI JUMAT KLIWON | 1987 | LILIK SUDJIO | Director | |
TRAKTOR BENYAMIN | 1975 | LILIK SUDJIO | Director |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar