LEWAT DJAM MALAM
Film Indonesia yang diproduksi tahun 1955. Film ini di mulai dari situasi perfilman Indonesia yang hanya bisa di putar dibioskop kumuh saja. Tahun 1954 Djamaludidin Malik dan Usmar Ismail mendesak pemerintah agar bioskop-bioskop kelas satu bersedia memutar film Indonesia, karena selama ini hanya kelas bioskop kumuh saja. Yang tergugah hatinya hanya walikota Jakarta Sudiro, dan mewajibkan bioskop kelas satu memutar satu film Indonesia setiap 6 bulan sekali. Tetapi hasilnya tidak memuaskan. Tahun berikutnya Djamaluddin mengajak semua perusahaan film membuat organisasi PPFI, dan mengajak bergabung dengan organisasi perusahaan film Se-Asia, lalu berusaha untuk ikut dalam Festival Film Asia (FFA). TEtapi kita baru hanya beberapa tahun saja membuat film yang mendingan, sudah mau beradu di ajang Asia, dengan Jepang dan negara maju lainnya. Maka untuk beradu di Asia, harus ada film bagus. Dibikinlah Film Lewat JDjam Malam ini join Persari dan Perfini, milik Djamaluddin dan Usmar Ismail, uang dari Djamluddin sedang kreatifnya Usmar Ismail. Tetapi sayang usaha untuk ke festival Asia harus gagal, karena pemerintah kita melarang kita ikut FFA (Festival Film Asia) yang pertama yang berlangsung di Tokyo, karena alasan adanya ketegangan antara pihak RI dan Jepang soal pampasan perang. Tapi Djamaluddin tidak marah, bahkan dia langsung membuat tandingannya FFI (Festival Film Indonesia) 1955.
Sinopsis Film ini menceritakan kisah ketika Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Pada masa itu, tentara masih berusaha menguasai keadaan dan menyelenggarakan jam malam di Kota Bandung.
Film Indonesia yang diproduksi tahun 1955. Film ini di mulai dari situasi perfilman Indonesia yang hanya bisa di putar dibioskop kumuh saja. Tahun 1954 Djamaludidin Malik dan Usmar Ismail mendesak pemerintah agar bioskop-bioskop kelas satu bersedia memutar film Indonesia, karena selama ini hanya kelas bioskop kumuh saja. Yang tergugah hatinya hanya walikota Jakarta Sudiro, dan mewajibkan bioskop kelas satu memutar satu film Indonesia setiap 6 bulan sekali. Tetapi hasilnya tidak memuaskan. Tahun berikutnya Djamaluddin mengajak semua perusahaan film membuat organisasi PPFI, dan mengajak bergabung dengan organisasi perusahaan film Se-Asia, lalu berusaha untuk ikut dalam Festival Film Asia (FFA). TEtapi kita baru hanya beberapa tahun saja membuat film yang mendingan, sudah mau beradu di ajang Asia, dengan Jepang dan negara maju lainnya. Maka untuk beradu di Asia, harus ada film bagus. Dibikinlah Film Lewat JDjam Malam ini join Persari dan Perfini, milik Djamaluddin dan Usmar Ismail, uang dari Djamluddin sedang kreatifnya Usmar Ismail. Tetapi sayang usaha untuk ke festival Asia harus gagal, karena pemerintah kita melarang kita ikut FFA (Festival Film Asia) yang pertama yang berlangsung di Tokyo, karena alasan adanya ketegangan antara pihak RI dan Jepang soal pampasan perang. Tapi Djamaluddin tidak marah, bahkan dia langsung membuat tandingannya FFI (Festival Film Indonesia) 1955.
Sinopsis Film ini menceritakan kisah ketika Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Pada masa itu, tentara masih berusaha menguasai keadaan dan menyelenggarakan jam malam di Kota Bandung.
Mengisahkan seorang bekas pejuang, Iskandar (AN Alcaff) yang kembali ke masyarakat, dan coba menyesuaikan diri dengan keadaan yang sudah asing baginya. Pembunuhan terhadap seorang perempuan dan keluarganya atas perintah komandannya di masa perang terus menghantuinya. Tepat pada jam malam yang sedang diberlakukan, ia masuk rumah pacarnya, Norma (Netty Herawati). Itu awal film yang masa kejadiannya hanya dua hari. Keesokannya ia dimasukkan kerja ke kantor gubernuran. Tidak betah dan malah cekcok. Dengan kawan lamanya, Gafar (Awaludin), yang sudah jadi pemborong, ia juga tak merasa cocok. Ia masih mencari kerja yang sesuai dengan dirinya. Bertemu dengan Gunawan (Rd. Ismail), ia semakin muak, melihat kekayaan dan cara-cara bisnisnya. Apalagi setelah tahu, bahwa Gunawan merampas harta perempuan yang ditembak Iskandar itu lalu dijadikan modal usahanya sekarang. Kemarahannya memuncak. Ia lari dari pesta yang diadakan pacarnya untuk dirinya dan pergi mencari Gunawan ditemani bekas anak buahnya (Bambang Hermanto), yang jadi centeng sebuah rumah bordil. Penghuni rumah itu adalah Laila, pelacur yang mengimpikan kedamaian sebuah rumah tangga yang tak kunjung datang. Lalu dia pulang ke pesta, tapi ia melihat polisi datang. Ia curiga dirinya dicari-cari. Maka lari lagilah dia sampai kena tembak oleh Polisi Militer, karena melanggar peraturan (lewat) jam malam, justru di saat dia menghampiri kembali kekasihnya (Netty Herawati), satu-satunya orang yang mau mengerti dirinya. Mungkin bisa disebut karya terbaik Usmar Ismail. Sebuah kritik sosial cukup tajam mengenai para bekas pejuang kemerdekaan pasca perang. Maka di akhir film dibubuhkan kalimat: "Kepada mereka yang telah memberikan sebesar-besar pengorbanan nyawa mereka, supaya kita yang hidup pada saat ini dapat menikmati segala kelezatan buah kemerdekaan. Kepada mereka yang tidak menuntut apapun buat diri mereka sendiri." Kelemahan film ini mungkin terletak pada akhiran film yang berpanjang-panjang, dan pengungkapan kegelisahan tokoh utamanya yang kurang subtil dan terlampau fisik
Film ini di tulis Asrul Sani,usaha Usmar meramalkan mengenai jenis manusia yang bakal menangani negeri ini. Film ini mendapat pujian dari kalangan intelektual dan budayawan. Ini adalah film Usmar tentang revolusi yang sangat sempurna. Bahkan Sitor Situmorang (yang menulis ide gagasan untuk film Long March /Darah dan Doa) memuji film ini dari kesenian film ini pemberian bentuk banyak menunjukan kekurangan-kekuarangan, tapi dalam pada itu memperhatikan percobaan eksperimen yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sedangkan dari sinematographic-nya jauh lebih sempurna dari film-film Usmar sebelumnya. Cara bercerita yang dipilihnya jelas sekali mendukung kisah yang ingin diangkat/disampaikan.
Kelebihannya juga terlihat dalam film Lewat Djam Malam yang ditulis oleh Asrul Sani dan disutradarai Usmar Ismail. Iskandar (A.N. Alcaff), pejuang yang baru masuk kota, tetap dikejar perasaan bersalah. "Suara ibu dan anak-anak itu mengejar kepalaku," katanya kepada Gaffar (Awaloedin), teman seperjuangannya. Mereka sama-sama merasa bersalah karena pa da masa perjuangan mereka ikut bertanggung jawab atas pembantaian sebuah keluarga yang dianggap pengkhianat oleh atasannya, Gunawan (Aedy Moward). Film yang diproduksi tahun 1954 ini sudah membicarakan perbuatan kriminal dalam perang, sementara sebagian besar film Amerika mempersoalkannya ketika Perang Vietnam pecah. Progesifnya pemikiran sineas Indonesia masa itu sungguh membuat perfilman masa kini semakin kelihatan suram dan menyedihkan. Keterbatasan teknologi -- misalnya teknik perfilman hitam-putih -- malah menambah nilai artistik film-film tersebut.
PERFINI
PERSARI
A.N. ALCAFF NETTY HERAWATI DHALIA BAMBANG HERMANTO RD ISMAIL AWALUDIN TITIEN SUMARNI AEDY MOWARD ASTAMAN A. HADI WAHID CHAN S. TAHARNUNU |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar