Sabtu, 05 Februari 2011

JANG DJATUH DIKAKI LELAKI / 1971



Film tentang orang-orang penderita kelainan seks, tapi digarap dengan cukup halus. Apalagi bila dibandingkan dengan trend obral adegan seks pada tahun bersangkutan. Parmin (Rachmat Hidayat) selalu ditolak istrinya, Sinta (Rima Melati), bila ingin berhubungan seks. Sinta ini punya trauma dengan adik tiri dan ayah tirinya, hingga ia kawin dengan Parmin untuk menutupi kehamilannya. Sinta jatuh ke hubungan lesbian dengan Sumiyati (Sri Harto), yang jadi lesbian karena seluruh saudaranya perempuan dan hubungannya dengan laki-laki diawasi secara ketat oleh orangtuanya. Sumiyati ini sudah punya pacar lain, Novita (Rahayu Effendi), istri yang punya suami dengan kelainan seks lain: sadisme. Sumiyati "diperkosa " oleh kakak iparnya, dan mulai merasakan lelaki, apalagi kemudian juga main dengan Parmin, sebagai ganti memperkenalkan Sinta pada Novita. Sum juga lalu jatuh cinta pada pemuda Arman (Frank Rorimpandey). Hubungan Sinta-Novita tak lama, karena suaminya yang ada di luar negeri pulang. Sinta putus asa, ngebut pakai mobil hadiah Novita, dan mati.
P.T. TUTI MUTIA FILM

RACHMAT HIDAYAT
RIMA MELATI
RAHAYU EFFENDI
SRI HARTO
FRANK RORIMPANDEY
DEDDY SUTOMO
SJUMAN DJAYA
RINA HASSIM
ISMED M. NOOR
AMINAH CENDRAKASIH
 
 
NEWS
04 Desember 1971
Yang jatuh & yang halus

TIDAK penting dipersoalkan ada tidaknja lesbian di Indonesia. Lebih menarik dipersoalkan adalah, apakah sutradara Nico Pelamonia telah mempersembahkan kisah lesbian itu dengan mejakinkan. Dari kisah "porno" jang ditulis oleh Abdullah Harahap, lahir skenario Jang Djatuh Dikaki Lelaki karja Sjuman jaja. Nico telah bekerdja dengan tekun dan bersih untuk menjelesaikan filmnja sehingga sedikit sekali bau tjabul disana. Adegan-adegan jang sangat bisa ditumpangi oleh eksploitasi sex, dengan sangat hati-hati terlalu hati-hati malah dikerdjakan oleh sutradara. Meskipun agak klise, adegan tempat tidur itu diselesaikan dalam bentuk insert-insert. Tidak selalu kena, tapi senonoh. Nampaknja ada kerdja sama antara penulis skenario dengan sutradara. Disini soal sex bukanlah topik panas buat film selama tjara mempersembahkannja tjukup wadjar. Kisah jang ditulis Abdullah Harahap ini telah diberi bobot psichologis oleh Sjumandjaja.

Tokoh-tokoh jang ada didalamnja sebagian besar hanjalah merupakan korban-korban dari kekuasaan diluar dirinja. Tentu sadja tidak seluruhnja berhasil. Peranan jang dibawakan Rima Melati, misalnja, rasanja terlalu dibesar-besarkan. Seorang jang diperkosa oleh saudara tiri dan ajah tiri sekaligus, lalu menghasilkan anak, belum tentu merupakan alasan rasionil untuk mendjadi lesbian. Mendjadi tugas sutradara tentunja untuk memberikan penekanan pada motif-motif jang bisa menolong skenario dalam hal jang demikian. Dan barangkali ini jang kurang. Utuh. Tokoh jang paling utuh adalall njonja besar jang dimainkan oleh Rahaju Effendi. Ia mendjadi lesbian dibawah siksaan suaminja jang sadistis. Sajangnja ahaju terlalu teateral, dialog maupun aktingnja, sampai-sampai djustru kesan lutju jang timbul dan bukan tragis. Jang paling mengganggu adalah peran masinis kereta api jang dibawakan oleh Rachmat Hidajat. Peranan ini memang dibawakan dengan mejakinkan oleh Rachmat, tjuma sadja tetap mendjadi pertanjaan tentang tingkat hidup ekonomis maupun sosiologis njonja masinis jang lesbian itu. Taruhlah ekonomis mungkin, tapi sosiologis terlalu berat, sehingga timbul lelutjon bahwa Rachmat memainkan peran masinis Amerika. Meskipun demikian, disamping kritik-kritik ketjil jang harus dilemparkan kepada film Jang Djatuh ini, harus diakui bahwa Tuti Mutia telah melahirkan sebuah film jang diselesaikan dengan selera jang halus dan pahlt untuk ditonton. Film-film matjam inilah jang paling sedikit bisa mentjegah keruntuhan film Indonesia jang sekarang ini makin terantjam hak hidupnja itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar