Minggu, 06 Februari 2011

INEM PELAYAN SEXY II / 1977

INEM PELAYAN SEXY II


Inem sudah jadi nyonya besar, tapi gunjingan terus berjalan. Inem kebetulan ketemu bekas suaminya (Herry Koko). Brontoyudo (Jalal) cemburu sampai linglung, melihat Inem masih intim dengan bekas suaminya. Ny. Cokro mendorong-dorong suaminya untuk menyelesaikan masalah ini. Tindakan pertama, membuka lamaran babu-babu baru. Maka berduyunlah yang melamar. Babu pilihan disodorkan pada Bronto, tapi Inem seperti tak kenal cemburu. Di akhir film baru tampak keintiman Inem dengan bekas suaminya: Inem mendirikan sekolah asrama yatim-piatu dll.

 
NEWS
Sinar harapan, 4 Nopember 1978
 Nyak Abbas kecewa pada “Inem II” Adegan Sex Dipotongi
“SAYA tidak habis mengerti, mengapa adegan tempat tidur antara Jalal dan Doris sebagai suami isteri dalam film “Inem Pelayan Sexy” ke-2 dipotong. Padahal dalam film saya itu tidak ada segi kejorokan atau porno. Kan saya ceritakan bahwa Inem dengan Jalal sudah suami isteri, dan saya kira ini wajar saja. Yah…kira-kira ada 2 atau 3 feet adegan ranjang yang sama gambarkan secara samar-samar ini hilang. 

Yang aneh, mengapa film Nasional lain yang adegannya justru lebih jorok, malah tidak dipotong”, ungkap Nya Abbas Acup. Selama ini, memang Nyak tidak pernah menyuguhkan adegan yang merangsang. Kalaupun itu merangsang, pada hematnya adalah merangsang otak penonton, agar penonton diajak berpikir. “Kita memang selalu dalam ketakutan dalam membuat film. Sensor sedikit saja, kita sudah kecewa. Padahal script kita sudah diperiksa di Deppen, lalu diperbolehkan, tahu-tahu dipotong di BSF. Kalau ada pikiran-pikiran lain dalam membuat film, kurang dihargai secara layak. Maunya satu arah saja. Padahal dalam saya membuat film, saya tidak mau two dimension tok, tapi multi dimension”, tambah Nyak lagi. 
Thema film Inem bagian dua menurut Nyak adalah kritik pada sikap kita yang kurang mau maju dan nrimo (menerima) saja. Ada pesan didalamnya, yaitu orang harus need for achievement. Selama ini, analisa pada bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang santai dan apa adanya. Kalau seseorang punya profesi tertentu, ya sudah mandeg sampai di situ. Tidak mau belajar dan membaca lebih banyak lagi, di bidang apapun. 
Misalnya orang-orang desa yang punya tanah, terus-menerus hanya ditanami jagung saja. Jarang tumbuh kewiraswastaan dalam diri mereka. Yang baik adalah mental mereka harus dibentuk dari bawah, mulai anak-anak. Hal inlah yang dicoba digarap oleh Nyak Abbas dalam serial Inem yang akan berakhir sampai seri III. 


SEDANGKAN thema Inem bagian III yang digambarkan oleh Nyak adalah mengenai sifat-sifat 
manusia seutuhnya. Dalam film ini sifatnya lebih human, lebih manusiawi. Kelebihan dan kekurangannya lebih banyak bercerita tentang diri manusia-manusianya. Seperti misalnya ada Kongres babu-babu dan sebagainya. “Seorang pembuat film pada dasarnya adalah anak masyarakat juga. Saya hendak membawakan inspirasi yang hidup dalam masyarakat kedalam film-film saya. 
Tentu saja, dengan cara saya. Yaitu film komedi. Saya mengakui bahwa masih terjadi ketidakadilan dan ketidakbenaran dalam masyarakat kita. Saya tidak mau menyuguhkannya secara langsung, tapi lewat cara komedi. Ada satire, kritik halus atau farce didalamnya, karena cara ini lebih dekat dan mudah diterima oleh masyarakat kita”. Lebih jauh, Nyak menerangkan bahwa jika dia punya uang berlebih, dia akan mengumpulkan sendiri seluruh hasil-hasil karyanya. Dari film “Heboh” sampai “Inem”. Entah realisasi ini kapan terwujud. 

Hal ini cukup bisa dimaklumi, karena kita biasanya lupa pada urusan dokumentasi. Sampai-sampai film lama kita, seperti film “Terang Bulan”, copynya tidak ada, atau kalaupun ada, sudah rusak. Memang ada Sinematek pimpinan H. Misbach Yusa Biran. Tapi belum semua produser dan sutradara kita sadar dan memberikan sebuah copynya untuk dokumentasi Sinematek. Maka, keinginan semacam yang dicetuskan oleh Nyak layak didukung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar