Lilik sangat berkeinginan memfilmkan tokoh komik tarsan ini dalam bentuk kehidupan Indonesia. Mungkin hampir sama dengan yang dilakukan oleh Nyaa Abbas dalam film koboi-koboinya.
Tetapi yang paling unik adalah memasang bintang Benyamin S sebagai Tarsan adalah poin yang paling penting dari film ini disukai penonton. Benyamin memang tokoh komedi yang sangat disukai banyak orang, tokoh yang serba bisa ini sangat populer saat itu.
Ceritanya sangat menarik sekali, bagaimana Tarsan yang biasa hidup di hutan bisa hidup di Kota?
Ida (Ida Royani), ayahnya, dan Kamdi berburu di hutan. Saat berburu harimau, Ida ditinggal ayahnya dan Kamdi. Saat gagal dan kembali ke tenda ternyata Ida menghilang. Ayah Ida dan Kamdi berkesimpulan bahwa Ida telah dimakan harimau. Padahal Ida ditolong oleh Tarsan. Beberapa hari kemudian Ida kembali ke kota dan mengajak Tarsan turut serta.
Di kota, Tarsan tinggal di rumah Ida dan belajar membaca dan menulis. Tarsan juga bergaul dengan anak-anak nakal teman Ida tanpa sepengetahuan Ida dan keluarganya. Akhirnya Tarsan ditangkap polisi karena berkelahi.
Tidak ada yang aneh dalam film ini bila tidak masuk akal atau ceritanya yang tidak nyambung. Karena dibuat sangat komedi sekali, Tarsan yang memiliki keahlian yang khusus menjadikan semua hal masuk akal saja.
Tetapi yang paling unik adalah memasang bintang Benyamin S sebagai Tarsan adalah poin yang paling penting dari film ini disukai penonton. Benyamin memang tokoh komedi yang sangat disukai banyak orang, tokoh yang serba bisa ini sangat populer saat itu.
Ceritanya sangat menarik sekali, bagaimana Tarsan yang biasa hidup di hutan bisa hidup di Kota?
Ida (Ida Royani), ayahnya, dan Kamdi berburu di hutan. Saat berburu harimau, Ida ditinggal ayahnya dan Kamdi. Saat gagal dan kembali ke tenda ternyata Ida menghilang. Ayah Ida dan Kamdi berkesimpulan bahwa Ida telah dimakan harimau. Padahal Ida ditolong oleh Tarsan. Beberapa hari kemudian Ida kembali ke kota dan mengajak Tarsan turut serta.
Di kota, Tarsan tinggal di rumah Ida dan belajar membaca dan menulis. Tarsan juga bergaul dengan anak-anak nakal teman Ida tanpa sepengetahuan Ida dan keluarganya. Akhirnya Tarsan ditangkap polisi karena berkelahi.
Tidak ada yang aneh dalam film ini bila tidak masuk akal atau ceritanya yang tidak nyambung. Karena dibuat sangat komedi sekali, Tarsan yang memiliki keahlian yang khusus menjadikan semua hal masuk akal saja.
P.T. ADHI YASA FILM |
BENYAMIN S IDA ROYANI S. KAMDI EDDY GOMBLOH AWALUDIN SLAMET HARTO TAN TJENG BOK |
NEWS
20 September 1975
Tarsan pinggiran
TARZAN KOTA Crita: Benyamin S. Skenario & sutrdara: Lilik Sudjio *** KARYA terbaik Lilik Sudjio ini sebenarnya punya potensi besar menjadi film baik. Kisahnya yang lngin menyerupai dongeng petualangan Tarzan di hutan belantara sana bukannya tidak punya alasan untuk dibuat di negeri ini. Soal suku terasing yang memang masih usrusan pelik bagi pemerintah, sebenarnya latar belakang yang baik untuk karya Lilik ini. Proses membudayakan mereka akan sinkron sekali dengan cerita yang ingin dibikin oleh Lilik berdasar pada rekaan Benyamin S. Tapi semua ini akhirnya cuma tinggal menjadi angan-angan seorang penulis kritik saja. Lilik ternyata bekerja seada-adanya saja ketika menulis skenario maupun tatkala menyutradarainya. Film ini hampir sama sekali tidak menyentuh hidup sekelilingnya. Memeng tidak ada larangan membuat lelucon dengan memperolok-olokan Tarzan ataupun para koboi (ingant Koboi Cengeng?), Tapi dasar cemoohan itu haruslah suatu sikap masa kini. Lain dari pada itu hasilnya cuma badutan fisik.
Menonton Tarzan Kota dengan tabah dan sabar memang tidak bisa lain kecuali menyudutkan kita untuk berkesimpulan bahwa film ini semata dibuat untuk uang yang bakal dikeduk lewat popularitas Benyamin dan Ida. Karena niatnya memang cuma cari untung dan pancingnya ada pasangan populer soal caranya lalu tidak jadi penting. Karena itulah maka tidak usah membuang energi untuk memikirkan orang terasing di kawasan Tanggerang atau bagaimana Ida royani yang diserbu macan bisa selamat dan tiba-tiba ada pohon milik Tarzan, itu celana panjang Ida yang terulur tanpa kaki diruang makan juga jangan dipersoalkan, sebab pembuat film ini tahu kalau itu memang konyol. Dalam salah satu shot subyektif kamera Awaluddin, kaki dan kepala meja sekaligus kelihatan jelas, sehingga mustahil Awaludin cuma melihat ujung celana puterinya tergantung di kursi tanpa melihat bahwa di atas kursi, Ida dan Benyamin sedang melahap hidangan malam. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang masih banyak orang ketawa tatkala menonton film ini. Mereka itu adalah orang-orang "pinggiran". Jika memang cuma golongan ini yang jadi sasaran film macam Tarzan Kota (dan film Indonesia jenis dan kwalitas ini masya allah banyaknya) dari sekarang para produser itu harus berhenti ribut tentang menjadi "Sebab meskipun banyak penonton pinggiran, daya beli mereka toh amat terbatas, dan akhirnya yang bisa dan cepat mengembalikan uang para produser adalah "orang gedongan" juga. Salim Said.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar