Film
ini dibuat disaat banyaknya film Hollywood yang menampilkan suku
pedalaman di Amerika Selatan seperti di Amazone Brazilia dan sejumlah
tempat di kepulauan. Dulu Hollywood juga pernah membuat film seperti
ini, tetapi hanya sebuah petualangan saja, mereka menampilkan suku
primitif (menurut mereka) di Hawaii kepulauan. Indonesia juga tidak mau
kalah, dengan banyaknya hutan di Indonesia, dan beragamnya suku, maka
memungkinkan untuk membuat film sejenis ini juga. Film semacam ini juga
pernah dibuat di film Indonesia sebelumnya, dan Lilik sutradara juga
yang sedang membuat film hal seperti ini.
Film ini dibuat disaat banyaknya film Hollywood yang menampilkan suku pedalaman di Amerika Selatan seperti di Amazone Brazilia dan sejumlah tempat di kepulauan. Dulu Hollywood juga pernah membuat film seperti ini, tetapi hanya sebuah petualangan saja, mereka menampilkan suku primitif (menurut mereka) di Hawaii kepulauan. Indonesia juga tidak mau kalah, dengan banyaknya hutan di Indonesia, dan beragamnya suku, maka memungkinkan untuk membuat film sejenis ini juga. Film semacam ini juga pernah dibuat di film Indonesia sebelumnya, dan Lilik sutradara juga yang sedang membuat film hal seperti ini.
SYNOPSIS
Tiga mahasiswa Etnologi dan Antropologi bernama Amri (Barry Prima), Rika (Henny Haryono) dan Tommy (Johan Marjono) penuh ambisi untuk mengadakan penyelidikan ke daerah pedalaman mereka dibantu oleh Bisma (Rukman Herman) dan seorang anak pedalaman yang bernama Lahang (Jaffar Free York) Bisma yang banyak makan asam garam di pedalaman yang hanya bersedia mengantar sampai perkampungan suku pangayan yang sudah dikenalnya dan demi keselamatan mahasiswa itu menuntut untuk lebih jauh. Semula Bisma tidak sanggup,tetapi lantaran merasa terhina terpaksa menuruti tantangan mereka. Dengan nekat menyusuri sungai jauh kepedalaman. Tantangan berat kemudian muncul pecahnya rakit hingga berkeping-keping, mereka terpisah dua, Amri dan Rika bersama Lahang. Sementara Tomy bersama Bisma. Mereka masing-masing harus berjuang menyelamatkan diri dan saling mencari. Tomi dan Bisma akhirnya tewas menghadapi keganasan dihutan.Demikian pula Lahang yang sebenarnya peka terhadap lingkungan. Tinggallah Amri dan Rika yang berhasil menemukan kembali desa pinggiran yang telah mengenal peradaban masa kini.
SYNOPSIS
Tiga mahasiswa Etnologi dan Antropologi bernama Amri (Barry Prima), Rika (Henny Haryono) dan Tommy (Johan Marjono) penuh ambisi untuk mengadakan penyelidikan ke daerah pedalaman mereka dibantu oleh Bisma (Rukman Herman) dan seorang anak pedalaman yang bernama Lahang (Jaffar Free York) Bisma yang banyak makan asam garam di pedalaman yang hanya bersedia mengantar sampai perkampungan suku pangayan yang sudah dikenalnya dan demi keselamatan mahasiswa itu menuntut untuk lebih jauh. Semula Bisma tidak sanggup,tetapi lantaran merasa terhina terpaksa menuruti tantangan mereka. Dengan nekat menyusuri sungai jauh kepedalaman. Tantangan berat kemudian muncul pecahnya rakit hingga berkeping-keping, mereka terpisah dua, Amri dan Rika bersama Lahang. Sementara Tomy bersama Bisma. Mereka masing-masing harus berjuang menyelamatkan diri dan saling mencari. Tomi dan Bisma akhirnya tewas menghadapi keganasan dihutan.Demikian pula Lahang yang sebenarnya peka terhadap lingkungan. Tinggallah Amri dan Rika yang berhasil menemukan kembali desa pinggiran yang telah mengenal peradaban masa kini.
Film ini dibuat 1978, dan sempat beredar diluar negeri dengan judul Cannibals. Film semacam ini dulu sering dibuat negara-negara yang sedang melakukan penjajahan dinegara jajahannya, seperti Prancis/Italia di Africa, dan Hollywood di kepulauan Hawaii, dan kini....sebuah tempat yang misterius adalah di Brazil/Amazone, yang konon hutan terluas dan masih banyak yang belum terjamah manusia. Film sejenis ini yang bagus, yang pernah saya tonton dan saya memiliki koleksi semua film tentang Cannibal yang pernah dibuat. Tapi yang menarik hati saya adalah Cannibal Holocaust, sutradara Ruggero Deodato, produksi exploitation film 1980. Berarti film itu muncul setelah Primitif ini realease. Film Cannibal Holocaust itu sangat mengenak kepada pemikiran penonton, siapa sebenarnya yang cannibal, orang-orang primitif itu atau orang-orang modern? Itu lah pertanyaan di ending filmnya. Primitif ini ada sahabat saya yang main dalam film, saya banyak tanya sama dia Johan Marjono tentang film ini. Banyak sekali kekurangan dalam film ini, dan karena itu saya ingin menontonnya. Tetapi bagi orang asing yang tidak tahu Indonesia, hal ini wajar sekali. Karena bagi mereka wilayah Asia terutama Indonesia masih belantara hutan yang banyak, terus juga jaman agak terbelakang disaat pembuatan film ini tahun 1978. Biasanya mereka menebak suku-suku primitif yang ada di dunia ini adalah di sekitar Amerika Selatan, Amazone yang terkenal, lalu ada juga di beberapa pulau di kepulauan Hawaii atau Fiji, atau di Papua, dan Borneo. Indonesia sangat memungkinkan membuat film primitif karena memang masih banyak hutan dan suku-suku rimbanya. Tetapi dalam film itu tidak ada.
Pertama adalah dialoq yang kaku, kalau ingin mencari geografis dan tentang sosial budaya suku yang ditampilkan dalam film ini, tidak terdapat informasi dalam film. Kalau kmkta melihat suku dalam film ini, secara kita orang Indonesia, kita akan berfikir,..suku di daerah mana ini. Lagi-lagi cerita ini terjebak pada konotasi primitif adalah manusia gua, kalau kita lihat saat tahun 1978 itu, dimana kiranya masih ada manusia primitif yang mendiami gua?, tidak banyak lagi kecuali jaman purba. Tetapi jelas dalam film tidak menampilkan masa silam manusia purba di wilayah Indonesia, karena datangnya manusia modren ke wilayah suku primif tersebut. Jadi kalau mencari geografis dan antropologinya...ini seperti di sebuah tempat yang entah di mana. Dari jenis aksesoris yang dipakai orang primitif ini lebih mirip kepada suku yang ada di Amerika Selatan, atau di Afrika yang mencoret badanya dengan kapu-kapur agar terlihat seperti hewan. Kenapa mereka tidak mengambil satu wilayah di Indonesia dengan suku yang ada. Yang aneh lagi adalah logat bicara mereka seperti asal ngomong saja (bahasa primitive yang tidak ada penekanan pada bodylanguage), pada film Kingkong, suku itu memakai bahasa mereka, dan tidak ada text translatenya, tetapi penonton mengerti apa yang mereka bicarakan dengan gestur body language suku itu. Lalu dialoq bahasa Indonesianya sangat kaku sekali. Lagi-lagi mahasiswa ini berada di suatu lokasi suku primitif yang tentunya jauh dari dunia modern, tiba-tiba kok dapat signal radio. Maksud sang Sutradara sudah jelas, hanya memakai radio ini sebagai barang modern yang aneh bagi suku primitif. Tetapi jangan radio yang signal-nya masih bisa di tangkap dong.
Masih banyak benda modern yang lainnya. Yang aneh lainnya adalah di awal film dikasih lihat ada satu mahasiswa ini yang sibuk mendokumentasikan perjalanan mereka dengan kamera film 8mm (bentuk dan suara saat camera roll), tetapi ketika mereka bertemu dengan suku primitif itu, sepertinya sutradaranya lupa kalau ada property itu. Sehingga kita tidak melihat lagi mahasiswa itu sibuk mendokumentasikan lagi dengan kamera 8mm tersebut. Dan kita juga tidak tahu kemana kamera itu, kenapa tidak dipakai lagi. Dan yang paling aneh lagi, di kasih tahu kalau hutan itu penuh dengan binatang buas, bahkan sungainya saja penuh dengan buaya, bahkan monyet saja yang berdiri di dahan pohon, disamber oleh buaya, dan macan tutul yang ditepi sungai juga disamber buaya. Tetapi saat ending film mahasiswa itu melarikan diri melalu sungai dan dengan mudahnya menyeberang tanpa ada buaya satu ekor pun. Apakah ini sungai yang lain atau sungai yang itu tidak ada informasinya secara siknifikan. Film ini sebenarnya bukan cannibal, karena dalam film tidak ada orang makan orang, yang ada kita melihat dari sudut pandang mahasiswa ini cara mereka makan, berburu, membusukan makanan mereka, melahirkan, tidur dan lainnya. Tetapi tidak ada shot orang makan orang. Yang ada mereka memakan hewan buruan mereka dengan mentah-mentah, itu saja. Dan yang lainnya adalah masih banyak kesalahan kecil lainnya. Dalam film ini kita hanya melihat mahasiswa yang ingin melihat suku primitif (walaupun mereka mahasiswa Antropologi dan Enograpi,..tetapi tidak menguatkan karakter mereka) tetapi tidak ada motivasi yang kuat kenapa mereka mau melhat hal itu. Dan mereka serasa habis berpiknik sebentar ke wilayah primitif tersebut. Mereka shooting banyak lokasi, di sekitar Jawa Barat, dan Jakarta sekitanya.
Sedangkan hewan-hewan yang ada di dalam film adalah stock shot, kecuali saat primitif itu membelah buaya untuk mereka makan. Itu adalah buaya asli (buaya kecil) yang dikorbankan untuk film ini. Selebihnya hanya stiock shot. ada adegan mereka membawa orang utan dan hendak dibunuh dan di makan. Secara geografis orang utan hanya ada di Sumatara Utara atau Aceh Selatan perbatasan Sumatra Utara, dan di Boeneo. Dan melihat bulu orang utan itu tidak lebat, saya menduga itu adalah orang utan Borneo. Tetapi suku itu tidak ada di Borneo dan tinggal di goa-goa, menjadikan aneh lagi karena geografis Boneo tidak banyak Gua, yang ada hanya tanah yang landai dan berair. Untung orang Utan itu tidak nyata di bunuh, di filmkan dengan seolah-olah di bunuh dan dagingnya dimakan, artinya tidak mengorbankan satu orang utan untuk shooting film ini. Bisa di protes banyak negara nanti.
P.T. RAPI FILM |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar