Senin, 31 Januari 2011

KISAH ANAK-ANAK ADAM / 1988

KISAH ANAK-ANAK ADAM


Adam dan Hawa yang diusir dari surga, dikaruniai anak-anak kembar: Qabil (Alfian) dan Iqlima (Dewanty Bauty), Habil (Hengky Tornando) dan Labudza (Dewinta Bauty). Dengan petunjuk Allah, Adam menjodohkan anak-anaknya secara silang. Qabil menolak karena ia menginginkan Iqlima yang lebih cantik. Maka Qabil dan Habil diminta untuk memberikan korban. Siapa yang kurbannya diterima, ia berhak menentukan pilihannya. Kurban Habil diterima karena ia mempersembahkan yang terbaik. Qabil tetap ingkar janji, dan atas bujukan setan ia membunuh Habil, lalu melarikan Iqlima dan beranak-cucu, sampai turunannya itu tenggelam oleh banjir pada zaman Nabi Nuh AS.
 P.T. TOBALI INDAH FILM

DEWANTI BAUTY
DEWINTA BAUTY
HENGKY TORNANDO
ALFIAN
ALWI AS
SYAMSURI KAEMPUAN



2 Juli 1988
SUTRADARA  Ali Shahab memilih kisah  anak-anak Nabi Adam untuk difilmkan. Naskah  karya bersama Drs. H.  Masbuchin dan Kelana Alam ini awalnya berjudul  Adam dan Hawa. Pada 1985  cerita ini pernah ditayangkan bentuk operet di  TVRI untuk merayakan  Maulid Nabi.

Setelah  dibikin skenarionya, Ali Shahab yang sudah haji itu memberi  judul  sementara dengan Kisah Anak-Anak Adam. Dan PT Tobali Indah Film  pada 14  Juni lalu mengantungi izinnya untuk produksinya yang ke-17 itu  setelah  diteken oleh Ir. Dewabrata, Direktur Pembinaan Film dan Rekaman  Video.

Dengan  biaya Rp 500 juta, 25 Juni lalu mulailah shooting-nya di  kawasan hutan  lindung Pangandaran, Jawa Barat. Pemain utama ada enam  orang, dan  figurannya sekitar dua ratus. Film ini, menurut Ali Shahab,  akan  diedarkan ke Timur Tengah

Syahdan, izin  itu sempat tertunda. Masyarakat mempertanyakan hukum  memerankan nabi  atau rasul dan orang suci di dalam film. Lantas pada 9  Mei lalu, Komisi  Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang terdiri atas 14  orang dan dipimpin  Prof. KH. Ibrahim Hosen, bersidang. Setelah debat  selama 20 hari, maka  keluarlah fatwa: Para nabi dan rasul, dan keluarga  (hanya istri, sedang  anak-anaknya tak termasuk) haram divisualisasikan  dalam film

Jadi,  larangan visualisasi itu untuk semua nabi, bukan hanya untuk  Nabi  Muhammad – karena Quran tak membeda-bedakan mereka. Dan istri nabi  ikut  diharamkan, karena ia juga menyatu dengan suami. “Kecuali istri  Nabi  Nuh dan Luth yang inkar, ” kata Ibrahim Hosen

Mengapa  visualisasi anak-anak nabi boleh? Menurut fatwa: mereka  adalah pribadi  yang terpisah dari orangtuanya. Itulah sebabnya Nabi Adam  dan  istrinya, Hawa, lenyap dari skenario. Ali Shahab kemudian  menonjolkan  keempat anak Adam, yaitu Habil, Qabil, Iqlima dan Labudza.  Mereka  diperankan oleh Henky Tarnando, Alfian, Dewanti, Dewinta. Dan  peran  Jibril adalah Alwi A.S., dan Syamsuri Kaempuan memerankan iblis

Kisah  anak-anak Adam itu bisa dibaca di Kitab Suci. Ternyata, agama   membendung percintaan, rasialisme, perang saudara, dan nafsu manusia.   Sehingga, ketika terjerumus, pecinta berat Qabil berlumur dosa. Ia   membunuh saudaranya, Habil, untuk merebut Iqlima yang cantik itu. Ya,   sekitar itulah alur ceritanya

Adanya fatwa  itu, kata Ali pada Ida Farida dari TEMPO, semula  mempersulit kerjanya.  “Saya harus menerima dan harus menuruti fatwa MUI  itu,” katanya. Walau  tak mengubah skenario, kecuali yang teknis saja,  tokohnya ditampilkan  tanpa visualisasi. Misalnya, nanti, hanya akan ada  suara Adam saja

Lain  dengan Malaikat Jibril yang bersayap 600 dan sangat besar itu.   Penampilan Jibril, kata Ali Shahab, diproses di studio. Ia digambarkan   berwibawa, agak tua, berjanggut perak, dan berihram. Sedangkan iblis   dengan muka seram dan muka hitam. Tapi Nabi Adam berikut Hawa   ditampilkan hanya dengan bayangan

MUI  masih melihat lain. Menurut Ibrahim Hosen, ada hadits dari Nabi   Muhammad yang menyebutkan: orang yang sengaja berbuat bohong pada   (tentang) nabi akan disiksa di neraka. Yang dimaksud dengan ‘berbohong’   itu bukan hanya tentang perkataan, tapi juga tentang peri laku dan   penyifatan diri nabi. “Di film, ketiga-tiganya itu tercakup. Dan jika   tidak persis benar, maka dosanya berkali lipat,” tambah Ibrahim Hosen

Adam  hidup entah berapa abad sebelum kita. Tak ada deskripsi utuh  tentang  kakek manusia ini. Dan mustahil menghadirkan diri Adam secara  utuh di  film. “Jika pemainnya tidak ganteng, akan timbul kesan jelek  terhadap  wajah Nabi Adam. Sebaliknya, kalau pemerannya ganteng, akan  berkesan  begitulah Adam. Film hanya kira-kira. Dan jika pemerannya  penjudi, maka  banyak dampak buruknya,” ujar Ibrahim Hosen

Tapi  hadits yang disebut tadi dipersoalkan oleh Dedy Rahman. “Saya  heran,  membuat fatwa begitu penting haditsnya cuma satu. Itu pun tidak  ada  hubungannya dengan fatwa yang dibuat,” katanya kepada Hasan Syukur  dari  TEMPO. Menurut Ketua Bagian Kader Persatuan Islam (Persis) Bandung   itu, yang dikutip MUI adalah peringatan yang berkaitan dengan adanya   hadits-hadits palsu ketika zaman Nabi Muhammad saw

Okelah.  Namun, bila nabi divisualkan dengan bayang-bayang? “Itu belum  ada kata  sepakat di antara anggota Komisi,” kata Ibrahim Hosen.  Sedangkan ihwal  dialog Adam dengan anak-anaknya, dan tak persis sama  dengan yang  sebenarnya, itu juga bohong. Namun, Rektor Institut  Ilmu-Ilmu Quran  (IIQ) Jakarta itu memberi alternatif. Misalnya, ada  orang ketiga  (pengisi suara) meniru dialog Adam dan anak-anaknya persis  seperti  tercantum di Quran. Atau, menuliskan teks terjemahan Quran di  layar

Di  skenario Kisah Anak-Anak Adam, agaknya Malaikat Jibril akan  digunakan  sebagai orang ketiga, yang menyampaikan wahyu Allah kepada  Nabi Adam.  Tapi ini juga kembali dipermasalahkan oleh MUI. “Jibril itu  orang suci,  jadi haram divisualkan juga lewat film,” kata Ibrahim Hosen.  Fatwa MUI  memang tentang para nabi dan orang suci, termasuk malaikat

Dalam  hal Jibril, ternyata, ada yang memandang sama dengan MUI.  “Kalau wajah  nabi saja dilarang divisualisasikan, apalagi Malaikat  Jibril yang tak  pernah siapapun (selain nabi) melihatnya,” kata Drs.  Abdurrahman dari  Komisi Hukum dan Fatwa Majelis Ulama Bandung. “Malaikat  itu makhluk  gaib, dan hanya Allah yang mengetahuinya

Pada  1976 MUI belum mempersoalkan apa boleh Jibril ditampilkan dalam  film,  kecuali mempersoalkan The Message karya Moustopha Akkad. Di film  itu  wajah Nabi Muhammad tak ditampakkan, kecuali pedang Sayidina Ali.   Rasulullah pernah melarang para sahabat memvisualkan wajahnya dalam   bentuk relief, seperti tercantum di Tafsir Tasyri’, Menentukan Hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar