GITA CINTA DARI S.M.A.
Ide memindahkan kisah Galih dan Ratna ke drama musikal itu diawali dengan impian yang sama dari Ari Tulang, Maera Hanfiah, dan Dian HP. "Jadi, saya, Mbak Maera, Dian HP, itu punya mimpi. Saya itu pengin banget bikin Indonesia, begitu juga dengan Mbak Maera dan Dian HP," jelas Ari, yang didapuk jadi sutradara dan koreografer di Jakarta Selatan. "Cuma, kami enggak ketemu-ketemu. Dalam arti, kami masing-masing enggak tahu punya mimpi (yang sama). Sampai, akhirnya Sulung Landung ketemu kami bertiga dan ngomong soal ini," sambungnya.
Akhirnya, setelah menyatukan impian yang sama dan persepsi masing-masing, Ari, Maera, dan Dian langsung melakukan survei ke London (Inggris) untuk mengonsep drama musikal yang ingin digelar di Tanah Air. "Akhirnya, kami pergi ke London dalam arti kata kami lihat play yang ada di sana, berpikir kira-kira apa ya yang cocok diterapkan di Indonesia," terang Ari. Dari situ, mereka sepakat untuk mementaskan sebuah kisah yang ringan, "Bukan yang berat seperti tentang agama, tentang politik, tapi cerita cinta," terang Ari lagi.
Menurut mereka, kisah cinta identik dengan remaja. Namun, supaya bisa dinikmati sebanyak mungkin penonton, harus cerita cinta "klasik" Indonesia yang digarap. "Kami cari cerita lama, supaya orang begitu dengar lagunya sudah kenal. Kalaupun ada lagu baru, orang akan lebih menyerap dengan nyaman," kata Ari.
Gita Cinta dari SMA pun terpilih dengan bumbu sesuai dengan masa kini. "Akhirnya kami pilih Gita Cinta dari SMA, yang kami permak sedikit atas izin pengarangya," kata Ari lagi.
Gita Cinta The Musical, sambung Ari, akan berbeda dengan novel dan film Gita Cinta dari SMA. "Alurnya agak berbeda, karena di harus dinamis. Satu contoh, versi kami, ada guru olahraga. Dalam novel, tidak ada," ujarnya. "Terus, ada basket yang lagi tren sekarang ini, untuk menguatkan unsur-unsur remaja zaman sekarang supaya lebih dinamis," tutur Ari memberi sedikit bocoran.
Ari dan kawan-kawan tentu saja menemui kendala dalam mewujudkan mimpi mereka. "Yang pertama adalah mencari teater yang memadai. Kalau kita lihat musical play di luar, back stage-nya memungkinkan kita memuat banyak properti untuk menunjang setting cerita. Nah, di kita (Indonesia) belum ada gedung yang memadai, meski ada Gedung Kesenian Jakarta," papar Ari.
Kendala yang kedua adalah kita belum mempunyai pemain-pemain atau entertainer yang lengkap dalam arti dia bisa akting, menyanyi, dan punya daya tangkap koreografi yang cukup baik,” sambungnya.
Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Ari. Karena para pemeran dalam drama musikalnya bersemangat ambil bagian, Ari dkk memperoleh energi untuk mengatasi kendala tersebut. "Nah di sini saya melihat mereka itu punya semangat, itu yang bikin saya bahagia sekali,” ujarnya.
Film ini bercerita tentang kisah cinta dua pelajar SMA yaitu Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessi Gusman). Keduanya adalah bintang kelas, baik alam pelajaran, olah raga maupun sopan santun. Bisa dibilang keduanya adalah pelajar teladan. Sayang cinta mereka tidak kesampaian karena ayah Ratna telah menjodohkan putri mereka dengan seorang insinyur. Dengan segala macam paksaan, cinta mereka diputuskan. Akan tetapi meskipun begitu adanya, mereka diam-diam selalu bertemu karena cinta.
Ide memindahkan kisah Galih dan Ratna ke drama musikal itu diawali dengan impian yang sama dari Ari Tulang, Maera Hanfiah, dan Dian HP. "Jadi, saya, Mbak Maera, Dian HP, itu punya mimpi. Saya itu pengin banget bikin Indonesia, begitu juga dengan Mbak Maera dan Dian HP," jelas Ari, yang didapuk jadi sutradara dan koreografer di Jakarta Selatan. "Cuma, kami enggak ketemu-ketemu. Dalam arti, kami masing-masing enggak tahu punya mimpi (yang sama). Sampai, akhirnya Sulung Landung ketemu kami bertiga dan ngomong soal ini," sambungnya.
Akhirnya, setelah menyatukan impian yang sama dan persepsi masing-masing, Ari, Maera, dan Dian langsung melakukan survei ke London (Inggris) untuk mengonsep drama musikal yang ingin digelar di Tanah Air. "Akhirnya, kami pergi ke London dalam arti kata kami lihat play yang ada di sana, berpikir kira-kira apa ya yang cocok diterapkan di Indonesia," terang Ari. Dari situ, mereka sepakat untuk mementaskan sebuah kisah yang ringan, "Bukan yang berat seperti tentang agama, tentang politik, tapi cerita cinta," terang Ari lagi.
Menurut mereka, kisah cinta identik dengan remaja. Namun, supaya bisa dinikmati sebanyak mungkin penonton, harus cerita cinta "klasik" Indonesia yang digarap. "Kami cari cerita lama, supaya orang begitu dengar lagunya sudah kenal. Kalaupun ada lagu baru, orang akan lebih menyerap dengan nyaman," kata Ari.
Gita Cinta dari SMA pun terpilih dengan bumbu sesuai dengan masa kini. "Akhirnya kami pilih Gita Cinta dari SMA, yang kami permak sedikit atas izin pengarangya," kata Ari lagi.
Gita Cinta The Musical, sambung Ari, akan berbeda dengan novel dan film Gita Cinta dari SMA. "Alurnya agak berbeda, karena di harus dinamis. Satu contoh, versi kami, ada guru olahraga. Dalam novel, tidak ada," ujarnya. "Terus, ada basket yang lagi tren sekarang ini, untuk menguatkan unsur-unsur remaja zaman sekarang supaya lebih dinamis," tutur Ari memberi sedikit bocoran.
Ari dan kawan-kawan tentu saja menemui kendala dalam mewujudkan mimpi mereka. "Yang pertama adalah mencari teater yang memadai. Kalau kita lihat musical play di luar, back stage-nya memungkinkan kita memuat banyak properti untuk menunjang setting cerita. Nah, di kita (Indonesia) belum ada gedung yang memadai, meski ada Gedung Kesenian Jakarta," papar Ari.
Kendala yang kedua adalah kita belum mempunyai pemain-pemain atau entertainer yang lengkap dalam arti dia bisa akting, menyanyi, dan punya daya tangkap koreografi yang cukup baik,” sambungnya.
Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Ari. Karena para pemeran dalam drama musikalnya bersemangat ambil bagian, Ari dkk memperoleh energi untuk mengatasi kendala tersebut. "Nah di sini saya melihat mereka itu punya semangat, itu yang bikin saya bahagia sekali,” ujarnya.
Dengan mementaskan Gita Cinta The Musical, Ari tidak mau muluk-muluk memasang target untung besar. "Ekspektasinya sangat gampang, yaitu menghibur dan diterima, karena mau bikin musical play seperti yang di luar negeri belum bisa, karena gedung yang memadai dan pemain dengan paket lengkap belum ada," ujarnya lagi. "Jadi, kalau sudah bisa menghibur saja, itu sudah bahagia buat kami," pungkasnya.
P.T. TIGA SINAR MUTIARA FILM
RANO KARNO YESSY GUSMAN SHIRLEY MALINTON ARIE KUSMIRAN JUNAEDY SALAT RIZAL NURDIN YATTI SURACHMAN ADE IRAWAN LISA DONA ADISOERYA ABDY DODDY SUKMA PONG HARDJATMO |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar