Selasa, 18 Desember 2012

TUTY S, Boom Sex hingga Film Lesbian Pertama Indonesia

TUTY S


Lahir di Bandung. Pendidikan : Lepas SLP melanjutkan ke SKP dan Akademi Teater Nasional Indonesia. Masuk dunia film sebagai pemain tahun 1955 lewat film "Hanya Sepekan", sebagai pemain. Kemudian dilanjutkan dalam "Senyum Derita" (1955), "Korupsi" (1956), "8 Pendjuru Angin" (1957), "Se-sudah Subuh" (1958), "Detik Detik Revolusi" (1959), "Pesta Musik La Bana"(1960), "Asrama dan Wanita" (1961), "Bintang Ketjil" (1963), "Diambang Fadjar" (1964), "Minah Gadis Dusun" (1966), masih menggunakan nama Tuty Soeprapto. Tahun 1971 mendirikan perusahaan film yang bernama "Tuty Jaya Film" dengan produksi pertamanya "Tiada Maaf Bagimu" (1971). Selain sebagai produser Tuty juga sebagai pemain utama dalam film tersebut. Produksi selanjutnya adalah : "Yatim" (1973), "Jimat Benyamin" (1973), "Perawan Malam" (1974), "Si Kabayan" (1975), "Tante Sex" (1976). Tahun 1977 ia mendirikan P.T. Diah Pitaloka Film di Bandung, sedangkan P.T. Tuty Jaya Pict diserahkan kepada anaknya Gatot Teguh Arifianto. Meski telah punya perusahaan sendiri, Tuty yang awet muda itu masih juga bersedia main dalam film-film yang diproduksi oleh perusahaan lain. Pada 1978 Diah Pitaloka membikin film "Mat Peci", di mana Tuty ikut main.


Tiada Maaf Bagimu merupakan film Indonesia pertama yang berani membawakan adegan lesbian. Film itu seolah-olah menjadi awal sebuah tren. Judul lain yang membawakan tema serupa berjudul Jang Djatuh di Kaki Lelaki. Entah ada unsur kesengajaan atau tidak, keduanya dirilis pada saat yang berdekatan, yakni pertengahan 1971.

Semenjak Orde Baru resmi berkuasa pada 1968, perfilman Indonesia sempat mengalami fase yang menggembirakan. Industri yang tadinya lesu mendadak kembali berenergi. Kecenderungan tema yang semula diisi film-film pembangunan lantas lebih berorientasi kepada kisah-kisah perkotaan yang diwarnai segala bentuk eksperimen adegan semi-seks, salah satunya seks lesbian.

Adegan lesbian merupakan hal baru dalam perfilman kala itu. Akibatnya, Tiada Maaf Bagimu harus melalui jalan terjal ketika harus berhadapan dengan gunting sensor Orde Baru yang terkenal tajam tetapi juga labil saat menghadapi adegan ranjang. Lain halnya dengan Jang Djatuh di Kaki Lelaki yang lolos kriteria sensor tetapi sempat dicekal di luar negeri.

Tiada Maaf Bagimu merupakan film pertama yang diproduksi perusahaan Tuty Jaya Pictures milik aktris Tuty Suprapto. Perusahaan itu baru dibentuk sekitar Februari 1971, bertepatan dengan hari ulang tahun Tuty yang ke-35.

Tuty Suprapto memang punya sikap apresiasi tersendiri terhadap adegan erotis dalam film Indonesia sepanjang 1970-an. Jauh sebelum era boom seks dimulai, Tuty sudah memulai tren adegan telanjang bulat (hanya berbalut kain tipis) dalam film Dibalik Pintu Dosa (1970) buatan rumah produksi Agora Film.

Terguran pemerintah terhadap Dibalik Pintu Dosa akibat adegan erotis yang berlebihan tampaknya tidak cukup untuk menggertak Tuty. Produksi film perdananya malah disulap menjadi film lesbian atas bantuan penulis Motinggo Boesje yang piawai mengolah cerita panas. Motinggo Boesje pulalah yang bertanggung jawab di balik kadar erotis Dibalik Pintu Dosa.
Dibalik Pintu Dosa dan Tiada Maaf Bagimu menjadi dua dari tiga film yang ditegur langsung oleh Badan Sensor Film (BSF) pada Juli 1971. Tak hanya ditegur, Ketua Badan Sensor R.M. Sutarto juga memanggil pihak yang berwewenang di balik layar.

Sebagai direktur Tuty Jaya Pictures, mau tak mau Tuty harus hadir. Dia menghadap Sutarto sekitar awal Juli 1971. Kepada Sutarto, Tuty meyakinkan bahwa tokoh yang dibawakannya dalam Tiada Maaf Bagimu membawa pembelajaran tentang keretakan hubungan keluarga.

“Meskipun anak itu hidup mewah, mereka pada tidak betah, berantakan, sementara ibunjapun tidak keruan,” kata Tuty, seperti dikutip Tempo.

Sutarto tampaknya bukan orang yang lembek dalam perkara seks. Orang lama dalam kepengurusan Perusahaan Film Negara (PFN) sejak era Sukarno itu tidak berhasil diyakinkan Tuty. Bahkan dikabarkan, Tuty hampir menangis karena adegan ciuman lidah dalam filmnya dipotong habis oleh sensor.


Film Jang Djatuh di Kaki Lelaki punya kisah lain lagi saat harus berhadapan dengan reaksi masyarakat film. Seniman-seniman berduyun-duyun memuji film lesbian kedua itu karena digarap dengan mempertimbangkan teori psikologi tentang perilaku sadisme dan lesbianisme. Pujian ini salah satunya dilayangkan Asrul Sani, penulis sekaligus sutradara film, sebagaimana diwartakan dalam Ekspres (15/9/1972).

Ketimbang film lesbian pendahulunya, film garapan sutradara muda Nico Pelamonia itu cenderung lebih miskin berita miring. Nico memang mengungkapkan bahwa filmnya tidak porno sehingga tidak ada yang perlu diperkarakan.

“Saja tidak ingin membuat film porno. Djalan lain mengkomersilkan film ini masih ada jaitu membuat film itu dengan se-baik2-nja. Bahan-bahan itu keluar dari kreatifitas seorang sutradara,” tutur Nico seperti dikutip Purnama (25/7/1971).

Kumpulan ulasan film yang dikumpulkan Kristanto sejalan dengan klaim Nico itu. Jika dibandingkan dengan film serupa di tahun yang sama, Jang Djatuh di Kaki Lelaki berhasil digarap dengan cukup halus.

Kisahnya dihidupkan di sekitar konflik cinta segitiga perempuan-perempuan yang menjadi lesbian akibat ulah sadis dan pengalaman traumatis berhubungan intim dengan para lelaki. Tampaknya kepiawaian Sjuman Djaya mengadaptasi tulisan Abdullah Harahap menjadi naskah film berperan besar dalam keberhasilan cerita ini.


Kendati dipuji di dalam negeri, Jang Djatuh di Kaki Lelaki tidak mendapat reaksi serupa di luar negeri. Majalah Ekspres kembali melaporkan bahwa film produksi perusahaan milik aktris dan pengusaha Tuty Mutia tersebut dilarang beredar di Singapura, meskipun sudah disensor sebanyak 10% dari keseluruhan film.

Menurut sumber yang sama, unsur lesbianisme secara moral bertentangan dengan tata hidup masyarakat Melayu yang berlaku di Singapura pada 1970-an. Aparat sensor Singapura menganggap serangkaian dialog yang terjadi di antara para perempuan lesbian dalam film tersebut terdengar agak sugestif.

Lain halnya dengan badan sensor di Singapura, BSF menganggap adaptasi tema lesbianisme ke dalam media film cukup beralasan. Ketua BSF Sutarto menyambut baik selama tema lesbianisme yang diutarakan secara konsisten bertutur tentang keadaan aktual masyarakat. Dia mengungkapkan kejadian serupa memang kerap terjadi di Jakarta pada dasawarsa 1970-an dengan berbagai latar belakang masalah.

“Mungkin karena sang suami impoten. Atau kesibukan sang suami jang tidak sempat bergaul dengan isterinja. Jang mengakibatkan si-isteri megadakan hubungan sex sedjenisnya. Si-isteri melakukan hubungan sedjenis, karena mentjegah adanya kehamilan atau tidak menginginkan keguguran,” kata Sutarto dalam wawancara dengan Ekspres.


ASMARA DAN WANITA                           1961 REMPO URIP                    Actor
IBU DAN PUTRI                            1955 HA VAN WU
        Actor

DIAMBANG FADJAR1964PITRAJAYA BURNAMA
Actor
DARAH NELAJAN 1965 HASMANAN
Actor
SENJUM DERITA 1955 SIDIK PRAMOMO
Actor
TEROR TENGAH MALAM 1972 WILLY WILIANTO
Actor
ANAKKU SAJANG 1957 LILIK SUDJIO
Actor
RAMADHAN DAN RAMONA 1992 CHAERUL UMAM
Actor
KAMAR 13 1961 BASUKI EFFENDI
Actor
BERNAFAS DALAM LUMPUR 1970 TURINO DJUNAIDY
Actor
PERAWAN MALAM 1974 BAY ISBAHI
Actor
BENGAWAN SOLO 1971 WILLY WILIANTO
Actor
BINTANG KETJIL 1963 WIM UMBOH
Actor
ANTARA SURGA DAN NERAKA 1976 RATNO TIMOER
Actor
DELAPAN PENDJURU ANGIN 1957 USMAR ISMAIL
Actor
SANTY 1961 M. SHARIEFFUDIN A
Actor
RATU ULAR 1972 LILIK SUDJIO
Actor
KORUPSI 1956 RD ARIFFIEN
Actor
KINI KAU KEMBALI 1966 DANU UMBARA
Actor
ISTRI DULU ISTRI SEKARANG 1978 NAWI ISMAIL
Actor
MISTRI RONGGENG JAIPONG 1982 MARDALI SYARIEF
Actor
SAYANG SAYANGKU SAYANG 1978 BAY ISBAHI
Actor
DUKUN BERANAK 1977 BAY ISBAHI
Actor
TRAGEDI TANTE SEX 1976 BAY ISBAHI
Actor
PERMATA BIRU 1984 WIM UMBOH
Actor
APA JANG KAUTANGISI 1965 WIM UMBOH
Actor
PESTA MUSIK LA BANA 1960 MISBACH JUSA BIRAN
Actor
CINTA SEMALAM 1983 I.M. CHANDRA ADI
Actor
TIADA MAAF BAGIMU 1971 M. SHARIEFFUDIN A
Actor
WAJAH TIGA PEREMPUAN 1976 NICO PELAMONIA
Actor
PENGAKUAN SEORANG PEREMPUAN 1926 TURINO DJUNAIDY
Actor
GADIS PANGGILAN 1976 RATNO TIMOER
Actor
GADIS SIMPANAN 1976 WILLY WILIANTO
Actor
SI KABAYAN 1975 BAY ISBAHI
Actor
DAN BUNGA-BUNGA BERGUGURAN 1970 WIM UMBOH
Actor
PEREMPUAN 1973 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
PEREMPUAN HISTRIS 1976 RATNO TIMOER
Actor
DETIK-DETIK REVOLUSI 1959 ALAM SURAWIDJAJA
Actor
PRAHARA 1974 NICO PELAMONIA
Actor
SESUDAH SUBUH 1958 DJOKO LELONO
Actor
DUEL 1970 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
TANTANGAN 1969 PITRAJAYA BURNAMA
Actor
GAUN HITAM 1977 ALI SHAHAB
Actor
PEGAWAI NEGERI 1956 RD ARIFFIEN
Actor
JIMAT BENYAMIN 1973 BAY ISBAHI
Actor
DJUDJUR MUDJUR 1963 MANG TOPO
Actor
GENERASI BARU 1963 AHMADI HAMID
Actor
ROMANSA 1970 HASMANAN
Actor
ENAK BENAR JADI JUTAWAN 1982 NAWI ISMAIL
Actor
MINAH GADIS DUSUN 1966 S. WALDY
Actor
MAT PECI 1978 WILLY WILIANTO
Actor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar