Sabtu, 20 Agustus 2011

RA KOSASIH

MENJADIKAN WAYANG SEBAGAI KOMIK SUPER HERO.


Kosasih, yang saat itu masih menjadi pegawai di Kebun Raya Bogor sebagai tukang gambar binatang dan tanaman. Penerbit itu meminta Kosasih membuat komik superhero, karena komik tersebut sedang populer di Amerika. Kosasih memenuhinya dengan membuat komik petualangan perempuan super, Sri Asih, terbit 1954. Komik pertama dalam bentuk buku itu dicetak sebanyak 3000 eksemplar.

Raden Ahmad Kosasih (Bogor, Jawa Barat, 1919) adalah seorang penulis dan penggambar komik termasyhur dari Indonesia. Generasi komik masa kini menganggapnya sebagai Bapak Komik Indonesia

Karya-karyanya terutama berhubungan dengan kesusastraan Hindu (Ramayana dan Mahabharata) dan sastra tradisional Indonesia, terutama dari sastra Jawa dan Sunda. Selain itu beliau juga menggambar beberapa komik silat yang memiliki pengaruh Tionghoa, namun tidak terlalu banyak. Kosasih mulai menggambar pada tahun 1953 lalu ia mulai berhenti dan pensiun pada tahun 1993. Kosasih terutama menggambar sketsa-sketsa hitam-putih tanpa memakai warna. Kosasih memulai kariernya pada penerbit Melodi di Bandung. Namun karya-karyanya yang terkenal diterbitkan oleh Maranatha. Akhir-akhir ini pada dasawarsa tahun 1990-an karya-karyanya diterbitkan ulang oleh Elex Media Komputindo dan penerbit Paramita di Surabaya. Karya: Sri Asih (1950)bisa dianggap sebagai superhero Indonesia yang pertama. Siti Gahara Ramayana Mahabharata

Menurut Marcel Bonneff dalam Komik Indonesia, komik Sri Asih dapat dijadikan patokan bagi awal pertumbuhan komik Indonesia. “Adapun komikusnya, Kosasih, dianggap –dan memang sepatutnya– sebagai bapak komik Indonesia. Komikus muda sangat menghormatinya,” tulis Bonneff.

RA Kosasih lahir di Desa Bondongan, Bogor, pada 1919, sebagai bungsu dari tujuh bersaudara. Dia kepincut pada seni menggambar ketika sekolah di Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan, melihat ilustrasi buku-buku pelajaran bahasa Belanda yang bagus-bagus. Sehingga buku catatannya cepat habis karena dia gambari. Setamat HIS, dia memilih tak meneruskan sekolah, padahal dengan sekolah dia berpeluang menjadi pamong praja. Pada 1939, Kosasih melamar pekerjaan sebagai juru gambar di Kebun Raya Bogor.

Para pendidik, tulis Bonneff, menentang komik yang berasal dari Barat, bahkan produk imitasinya, Sri Asih. Mereka juga mengkritik komik, bukan dari segi bentuknya yang dianggap tidak mendidik, melainkan juga dari segi gagasannya yang berbahaya. Beberapa penerbit seperti Melodi di Bandung dan Keng Po di Jakarta mengubah haluan, dan memproduksi komik yang menggali kebudayaan nasional. Penerbit Melodi mengarahkan Kosasih untuk membuat komik wayang.

“Kosasih yang orang Sunda,” tulis Bonneff, “hanya mempunyai pengalaman sebagai penonton (wayang). Maka dia meneliti dokumen, meminta bantuan dalang, untuk mencipta komik epos besar yang berasal dari India, Mahabharata dan Ramayana.” Masyarakat menyambut hangat kehadiran komik wayang. Sehingga, para pendidik yang masih menentang komik tidak punya alasan untuk mengkritik.

Sukses komik wayang demikian besar sehingga Kosasih, dari 1955 sampai 1960, tidak pernah berhenti membuat puluhan jilid komik untuk memuaskan pembacanya. Kosasih memerlukan waktu dua tahun untuk menggambar 26 jilid Mahabharata. Dia menyelesaikan satu jilid setebal 42 halaman setiap bulannya, kemudian lakon Bharatayudha, Pendawa Seda, Parikesit, dan Udayana, masing-masing 4 jilid.

Ketika popularitas komik wayang menurun, Kosasih beralih membuat komik legenda seperti Lutung Kasarung, Sangkuriang, dan dongeng untuk anak-anak. Pada 1967-1968, penerbit Melodi sementara berhenti menerbitkan komik. Kosasih pun menerbitkan komik silat di penerbit Lokadjaja, Jakarta.

Penerbit Melodi kembali ingin menerbitkan komik wayang. Kosasih diminta bantuannya karena dia satu-satunya komikus yang paling mampu mentransformasikan mitologi itu ke komik. “Penerbit dengan tidak ragu-ragu membayarnya Rp80.000 untuk dua jilid Bomantara (masing-masing 80 halaman), komiknya yang terbaru,” tulis Bonneff. “Komik Kosasih dianggap sebagai karya klasik yang dicetak ulang berkali-kali.”

Bapak komik Indonesia menghadap Sang Khalik pada dinihari, 24 Juli 2012, di usia 93 tahun.


Sri Asih adalah karya pertama Kosasih yang bertema superhero. Komik ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1954 oleh Penerbit Melodie.

Menurut Iwan, Sri Asih digambarkan sebagai seorang pahlawan berkemben. Ini bisa dianggap sebagai adaptasi komik pahlawan super Amerika ke dalam corak Indonesia.

Ceritanya, ada tokoh bernama Nani, seorang gadis lugu yang apabila dia mengucapkan kata sakti "Dewi Asih" maka ia akan berubah menjadi pahlawan super wanita yang bisa terbang, kebal, berkekuatan super, bisa menggandakan diri, dan memperbesar tubuhnya. Kisah-kisah Sri Asih tidak hanya berlokasi di Indonesia tapi juga sampai ke Singapura dan Macao.

Siti Gahara juga komik yang bertema superhero. Menurut Iwan Gunawan, ini adalah komik kedua karya Kosasih. Ceritanya mengambil latar belakang Timur Tengah. Mirip dengan kisah 1001 malam.

Sosok Gahara adalah plesetan dari Sahara, ratu Kerajaan Turkana yang berpakaian Timur Tengah. Kostumnya, dengan perut terbuka, lengan baju sebatas siku, dan bercelana panjang. Keheroan perempuan ini, bisa terbang dan jago berkelahi. Musuh bebuyutannya, nenek sihir.

Komik ini pun laku keras. Para penerbit masih mencetak ulang karya komik ini hingga sekarang.


Ramayana adalah sebuah cerita epos dari India tentang Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukota Ayodhya. Kisah ini bercerita soal pertarungannya dengan kaum raksasa dan kisah cinta dengan Dewi Sinta.


Kisah ini kemudian dibuat dalam bentuk komik oleh Kosasih. Idenya muncul dari bacaan Bhagawat Gita terjemahan Balai Pusaka.

Hasil penjualan komik ini luar biasa. Bersama Mahabharata, angka penjualannya mencapat 30 ribu eksemplar. Tiras paling besar sepanjang sejarah komik Indonesia.

Menurut Iwan, komik-komik karya Kosasih paling sering dicetak ulang. Penggemar bacaan bergambar itu seolah tak pernah hilang meski berganti zaman.




Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa  (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.


Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Kurawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayudha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.

Karya ini melambungkan nama Kosasih, namun yang lebih penting lagi, komik Mahabharata berhasil memperkenalkan kisah itu kepada generasi baru, yakni anak-anak dan remaja perkotaan yang jarang nonton
wayang kulit atau wayang orang. Bagi mereka, komik Kosasih adalah referensi awal ke kisah klasik asal India itu.

Walau tidak ada catatan pasti berapa jumlah komik Mahabharata yang berhasil terjual. Kosasih ingat bahwa Mahabharata dan Ramayana adalah dua karya yang kemudian berhasil membuatnya membeli rumah.

Kesuksesan sebagai komikus jualah yang membuat Kosasih berani berhenti dari pekerjaannya sebagai PNS dan total menggambar.

Menurut Iwan, di tahun-tahun selanjutnya, Kosasih tetap menguasai pasar komik Indonesia dengan kembali membuat komik wanita superhero, kisah wayang, cerita rakyat, roman, lelucon, bahkan silat. Ada ratusan judul komik yang akan membuat namanya tetap abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar