Selasa, 15 Februari 2011

FILM INDONESIA YANG DI BANNED

Beberapa film-film yang dibanned (mungkin sama LSF?)



• Pagar Kawat Berduri(1961)

Diganyang oleh PKI, diselamatkan Presiden Soekarno, namun tetap tak bisa diputar di bioskop.



• Tiada Jalan Lain (1972)

Karena produsernya, Robby Tjahjadi terlibat dalam kasus penyelundupan mobil mewah.



• Romusha (1972)

Dianggap dapat mengganggu hubungan dengan Jepang




• Inem Pelayan Seksi (1976)

Diharuskan berganti judul dari judul semula Inem Babu Seksi.




• Wasdri (1977)

Skenarionya dianggap bisa menyinggung pejabat Kejaksaan Agung, karena Wasdri, buruh angkut di Pasar Senen, Jakarta hanya diberi upah oleh seorang istri Jaksa hanya separuh dari yang biasanya ia terima.




• Yang Muda Yang Bercinta (1977)

Dianggap mengakomodasi teori revolusi dan kontradiksi dari paham komunis.bonus nya : poppy dharsono bugil di film ini!. Film ini akhirnya beredar secara utuh loh di era film2 sex 90-an! yati octavia dan w.s rendra pemain disini.




• Bung Kecil (1978)

Isinya tentang orang muda yang melawan feodalisme.




• Bandot Tua (1978)

Dipangkas habis-habisan dan diganti judulnya menjadi Cinta Biru, karena kata “Bandot” dinilai bermakna negatif.




• Petualang Petualang (1978)

Judulnya diharuskan diubah dari “Koruptor, Koruptor”. Film ini mengisahkan berbagai bentuk korupsi besar-besaran




• Buah Hati Mama (1983)

Memuat dialog tentang kakek yang pintar menyanyi karena berteman dengan mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso. Bagian ini digunting habis. ini pelem ryan hidayat saat cilik...puput novel juga mejeng disini. sophan sophian dan widyawati pemeran ortu nya.




• Saidjah dan Adinda(1988)

Judul berubah dari Max Havelaar dan menggambarkan Max Havelaar yang berhati mulia, sementara penguasa pribumi justru menghisap rakyat.oh ya, aktor amrik Rutger Hauer (pendukung batman begins) peran utamanya.


• Ketika Musim Semi Tiba (1988)
Karena keseksian meriam bellina jadi penari erotis di Roma, kena cekal, tapi akhirnya beredar setelah di potong sana sini...duh mbak mer...magma perfilman nasional




• Pembalasan Ratu Laut Selatan (1988)

Karena eksploitasi seks dari yurike prastica, setelah di revisi berganti judul jadi "misteri pusaka laut selatan". lucunya beberapa taun setelah 'MPLS' beredar, versi "PRLS" edar secara utuh.




• Jurus Maut

Tentunya sex nya vulgar.




• Kuda Kuda Binal

Walaaah...ini pasti deh banyak adegan 'sekwilda' dan 'bupati' yang super berani pada masa nya hueheue ga sopan!




• Cinta Biru

Kalo nih judulnya "cinta putih" yakin ga di cekal 




• Kanan Kiri OK

Diharuskan berganti judul dari "Kiri Kanan OK "karena kata 'Kiri' memberi kesan PKI. bisaan deh alasannya




• Tinggal Landas

Sutradaranya, Sophan Sophiaan, diminta menambahkan kata Buat Kekasih, karena Indonesia saat itu sedang dalam proses tinggal landas.




• Nyoman dan Presiden (1989)

Diminta agar judulnya diubah menjadi Nyoman dan Bapaknya, Nyoman dan Kita, Nyoman dan Bangsa, Nyoman dan Merah Putih, atau Nyoman dan Indonesia.



Anak Perawan di Sarang Penyamun, 
Hingga Pagar Kawat Berduri
Oleh Alwi Shahab

Judul di atas adalah buku Sutan Takdir Alisjahbana diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1941. Sampai sekarang selama 67 tahun buku tersebut masih digemari. Entah sudah berapa belas kali cetak ulang oleh penerbit yang sama. Anak Perawan di Sarang Penyamun sebetulnya cuma cerita roman biasa. Tapi, masalahnya jadi lain ketika ia difilmkan. Apalagi diproduksi saat situasi politik tahun 1960-an memanas. Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail (Perfini) kontan diboikot oleh golongan kiri dan akhirnya oleh Badan Sensor Film (BSF) ditarik dari peredaran. Alasannya Sutan Takdir Alisjahbana yang pernah menjadi rektor Universitas Nasional (Unas), ketika itu melarikan diri ke Malaysia karena menentang Bung Karno. Film itu sendiri dibintangi aktor ganteng Bambang Hermanto dan artis cantik Nurbani Yusuf.

Rupanya sejak dulu film tak dapat dipisahkan dari unsur politik dan juga ideologi. Seperti di tahun 1960-an, ketika kalangan ‘kiri’ sangat kuat, dunia film pernah mereka pecah-belah. Rupanya dendam lama masih berlangsung. Karena itu, sejumlah elemen masyarakat di kota Solo dan sekitarnya menolak pengambilan gambar film Lastri di wilayah eks Keresidenan Surakarta dengan melakukan demo. Mereka menilai dari sinopsisnya, film tersebut menggambarkan ajaran komunisme.

Film yang akan melibatkan artis Marcella Zalianty yang kini tengah berada dalam tahanan Polda Metro Jaya karena dituduh melakukan penganiayaan, rencananya akan disutradarai oleh Eros Djarot. Memang terjadi pro dan kontra terhadap film di mana Lastri ketika terjadi peristiwa G30S dituduh sebagai anggota Gerwani. Bahkan Erot bersikukuh akan meneruskan pembuatan film tersebut dengan memindahkan ke daerah lain.

Sutradara H Misbach Yusa Biran (75 tahun), yang pada tahun 1950-an dan 1960-an selalu menjadi incaran kecaman dan hujatan golongan ‘kiri’ terus terang menyatakan tidak setuju terhadap film ‘Lastri’. Mantan Kepala Sinematek Indonesia ini beralasan, film tersebut ceritakan orang-orang kiri pro-PKI yang menjadi korban ketika terjadi peristiwa G30S Oktober 1965. Film ini, kata dia juga akan menanamkan kebencian masyarakat terhadap ABRI. Bagaimana akibatnya kalau masyarakat membenci Angkatan Bersenjatanya?

Misbach di masa berkuasanya kelompok kiri beberapa karyanya dilarang terbit, menilai film Lastri secara politis sangat besar pengaruhnya bagi generasi muda. Mereka akan beranggapan bahwa PKI adalah pihak yang benar. Tuduhan bahwa PKI bersalah dalam peristiwa 1965 adalah bohong belaka. Dengan demikian, generasi muda akan bersimpati pada PKI yang mereka nilai prorakyat. Ujung-ujungnya adalah antiagama yang ikut aktif dalam pengganyangan PKI. Meskipun PKI sendiri sulit hidup lagi di Indonesia tapi isme dan ajarannya akan berpengaruh.

Dalam bukunya Kenang-kenangan Orang Bandel, Misbach menceritakan, ”Cara kalangan kiri melakukan serangan terhadap mereka yang dianggap lawan semakin gencar dan kasar. Main babat.” Film Pagar Kawat Berduri karya Asrul Sani dan Anak Perawan di Sarang Penyamun harus ditolak karena Sutan Takdir Alisjahbana. Terhadap film yang kedua memang ditolak oleh Badan Sensor. Tapi, terhadap film Pagar Kawat Berduri Bung Karno diminta menjadi ‘juri’. Bung Karno menonton dan berpendapat film Asrul Sani tidak ada masalah.

Lewat produksi Kedjora, Pagar Kawat Berduri (1961), Asrul mengangkat mengenai sejumlah pejuang yang ditawan Belanda dalam kampinan Koenen (diperankan Bernard Ijzerdraat/Suryabrata).

Salah seorang tawanan, Parman (Sukarno M Noor) justru berteman dengan Belanda kepala kamp itu, antara lain melayaninya main catur. Film ‘humanisme universal’ ini membuat Asrul terus dikecam pihak komunis, karena menampilkan penjajah Belanda yang baik hati. Pagar Kawat Berduri berdasarkan cerita karya Trisnojuwono, pengarang kenamaan kala itu mantan anggota RPKAD (Resimen Para Komando AD - kini Kopassus).

Pada 1960-an, kaum ‘kiri’ giat merayu siap saja agar masuk perangkap. Tapi, banyak yang tidak tergiur antara lain Sukarno M Noor, ayah si ‘Doel’ Rano Karno (kini wakil bupati Tangerang). Kala itu, BPS (Badan Pendukung Sukarno) yang kemudian dibubarkan oleh Bung Karno, menganut paham ini.

Ketika dunia film dipecah belah kalangan ‘kiri’, Sukarno M Noor bersama Usmar Ismail, Nisbach, Asrul Sani, bergabung dengan Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi), untuk menentang kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) PKI.

Pada 1965, pengganyangan terhadap film-film Barat khususnya AS makin menjadi-jadi dengan terbentuknya Panitia Aksi Pemboikotan Film Imperialis Amerika Serikat (PAPFIAS). Tidak tanggung-tanggung kalangan kiri ini kemudian membakar gedung pusat distribusi film Amerika yang sekarang ini letaknya di samping Bina Graha di ujung Jalan Veteran IV.
Kala itu, gedung masih sederhana dan hanya satu tingkat. PAPFIAS kemudian bukan hanya melarang film-film AS, tapi juga film antek-anteknya, semua film negara Barat. Kala itu, film Italia dan Inggris juga digemari masyarakat.

Untuk membantu bioskop dari kekosongan penonton, masuklah film RR Cina, Rusia, Polandia, dan negeri-negeri komunis atau sosialis lainnya. Akibatnya bioskop-bioskop sebagian besar mati dan menjadi gudang. Karena masyarakat tidak senang menonton film-film dari negara komunis/sosialis yang isinya penuh propaganda.mr-republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar