Rabu, 02 Februari 2011

BACHTIAR EFFENDY 1930-1954

BACHTIAR EFFENDY


Lahir Kamis, 01 April 1976 di Roma. Pendidikan : Sempat duduk di bangku AMS. (Sedikit anak Pribumi pada masa itu yang sanggup sekolah sampai tingkat itu). Orang tuanya menginginkan anak ini menjadi Sarjana Hukum. Tapi Bachtiar lebih tertarik terjun ke film. Bahkan ia bersedia memulai sebagai pekerja kasar, pembantu bagian dekor di Studio Tan's Film. Mulai berkesempatan main dalam Si Ronda (1930) kemudian dalam Melatie van Agam (1930) merangkap sebagai Pembantu Sutradara. Keduanya film bisu. Ketika tahun berikutnya studio ini pertama membuat film bicara, Nyai Dasima (1931), Bachtiar sudah menjadi sutradara penuh. 

Tahun, 1932 memimpin majalah Doenia Film yang semula dipegang oleh Andjar Asmara . Tahun 1935 mengikuti jejak Andjar memasuki sandiwara Dardanella, sebagai pemain. Ketika Dardanella pecah tahun 1936, ia ikut kelompok Andjar Asmara, mendirikan Bollero Sejak 1938 memimpin Bollero yang kemudian menetap di sekitar Malaka sampai tahun 1945. Ia tertahan di Singapura karena tidak sedia membantu Inggris yang akan memasuki Indonesia. Lalu masuk perusahaan film Christy Film Coy sebagai sutradara, hasilnya Seruan Merdeka. Perusahaan ini dibeli oleh Shaw Bros. Bachtiar mendirikan perusahaan dagang Impor Export bersama: Dja'far Wirjo, yang merupakan gabungan pedagang Indonesia yang berada di Singapura. Tahun 1950 kembali ke Indonesia, bekerja di Kementrian Penerangan. Setahun kemudian mulai menyutradarai film-film cerita, PFN, antara lain Jiwa Pemuda (1951), Antara Tugas dan Tjinta (1954). Yang belakangan ini adalah merupakan salah satu film Indonesia pertama yang terpilih untuk bisa main dalam bioskop kelas I.

Sejak tahun 1955 menjadi Atase Pers pada Kedutaan RI di Italia. Karir ini terputus karena ia ikut bergabung dengan pemberontakan PRRI. Selanjutnya memilih tinggal di Italia, karena anak-anaknya telah berpenghidupan di negeri tersebut. Sementara itu ia mengisi waktu senggangnya dengan bermain dalam peran-peran kecil pada film Italia. Sejak tahun 1970 ia mulai sering ke Indonesia. Bukan saja untuk menengok kakak kandungnya, penyair dan tokoh pergerakan Roestam Effendi, tapi juga mengurus kerjasama produksi antara Indonesia dan Italia. Dan sambil lalu sempat pula main dalam film reklame obat Konidin disini, yakni orang tua berkaca mata yang mengucap "Percayalah".

Munculnya warna lokal dalam film Indonesia, sesungguhnya sudah dimulai sejak kehadiran film cerita pertama yang dibuat di Indonesia. Pada tahun 1926, NV Java Film Company, yang berdiri di Bandung, membuat film cerita rakyat Tatar Sunda "Loetoeng Kasaroeng". Bahkan setahun kemudian, G. Krugers, pembuat "Loetoeng Kasaroeng", kembali menggarap film "Eulis Acih", dan "Karnadi Tangkap Bangkong".

Tahun 1928, Tan`s Film milik Tan Bersaudara, membuat film berdasarkan kisah legendaris dari Betawi "Nyai Dasima", yang disutradarai oleh Lie Tek Soei. Kisah lain dari Betawi yang dibuat film berjudul "Si Ronda" (1930) yang disutradarai oleh Bachtiar Effendi dan "Si Pitung" (1932). 

Sekitar tahun 1930 - 1942, cukup banyak film Indonesia yang bersumber dari kekayaan cerita daerah atau film yang berlatar belakang budaya daerah. Tahun 1930, Tan`s Film membuat film "Bunga Ros dari Cikembang" produksi Cine Motion Picture yang disutradarai Tan Teng Chun alias Tachjar Ederis. Kemudian muncul film "Rencong Aceh" (1939), "Keris Mataram" (1941), "Ciung Wanara" (1941), "Mustika dari Jenar" (1942), "Nusa Penida" (1942), dan yang lainnya.

Patut dicatat pula sebuah film yang menampilkan pasangan Raden Muhtar asal Cianjur dan R. Sukarsih asal Cikoneng Tasikmalaya, judulnya "Pareh" (1934). Film tersebut, dianggap film penting, dan dokumentasinya ada di Sinematek Belanda.

Tanggal 30 Maret 1950, NV Perfini milik H. Usmar Ismail, menggarap film perdananya "Darah dan Do`a", sebuah kisah berdasarkan peristiwa long march Pasukan Siliwangi dari Yogya ke Jawa Barat, disutradarai oleh Usmar berdasarkan skenario Sitor Situmorang. Karena film tersebut merupakan film yang sepenuhnya digarap oleh warga pribumi, mulai dari produser, sutradara, pemain, dan yang lainnya, maka tanggal pembuatan film tersebut dijadikan sebagai Hari Film Nasional, 30 Maret.

Selanjutnya, kian banyak film warna lokal yang dibuat oleh produser film pribumi, antara lain"Jayaprana", (PPFN), "Damarwulan (Jakarta Film Co), "Turang" (Rofiq/Yayasan Gedung Pemuda- 1957), "Tanjung Katung" (PESFIN Motion Production - 1957), "Gending Sriwijaya" (Dharma Ikatan Artis Nasional -1958), "Bintang Surabaya", "Air Mata Mengalir di Citarum", "Tirtonadi" (1950), "Rahasia Telaga Warna" (1951), "Sepanjang Malioboro" (1952), "Konde Cioda" (1953), "Harimau Campa" (1953), "Lenggang Jakarta" (1953), "Kuala Deli" (1955), "Peristiwa di Danau Toba" (1955), "Serampang Dua Belas" (1956), "Lompong Sagu" (1960), "Macan Kemayoran" (Aries Nusantara Film, 1965), "Jampang Mencari Naga Hitam" (Dewan Film Nasional, 1969).

Cerita rakyat Lutung Kasarung paling banyak dibuat film. Setelah dibuat film pada tahun 1926, dibuat lagi pada tahun 1952, salah seorang pemeran utamanya Tina Melinda. Kemudian pada tahun 1983, Inem Film menggarap kembali kisah dari Tatar Sunda itu dengan pemeran utamanya Enny Beatric

MELATI VAN AGAM (I DAN II) 1930 LIE TEK SWIE
Actor
NJAI DASIMA 1932 BACHTIAR EFFENDY
Director
MERATJUN SUKMA 1953 BACHTIAR EFFENDY
Director
SI RONDA 1930 LIE TEK SWIE
Actor
BUNGA RUMAH MAKAN 1951 DR HUYUNG
Actor
ANTARA TUGAS DAN TJINTA 1954 BACHTIAR EFFENDY
Director
DJIWA PEMUDA 1951 BACHTIAR EFFENDY
Director

Tidak ada komentar:

Posting Komentar